Mohon tunggu...
Amir Tohari
Amir Tohari Mohon Tunggu... -

Terus berupaya menjadikan hidup lebih bermakna bagi sesama ....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Generasi Knalpot, Tontonan Jadi Tuntunan

24 Maret 2014   15:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:34 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Genderang perang” antara kontestan partai politik (Parpol) untuk memperebutkan suara dalam pemilihan umum (Pemilu) telah ditabuh. Masa kampanye telah dimulai. Dengan gaya dan berbagai cara, masing-masing Parpol berebut pengaruh dan simpati rakyat. Dari yang melibatkan tokoh masyarakat, artis, maupun pihak-pihak yang “memiliki pengaruh” semua digerakkan untuk mendulang suara.

Tak hanya itu, pola pencarian dukungan pun kian variatif. Dari pola-pola seperti model pertemuan warga, dialog, lewat madia (baik sosial media, media cetak maupun elektronik), hingga pengumpulan masa dalam bentuk kampanye terbuka. Bahkan, permintaan dukungan juga dilakukan secara personal dari rumah ke rumah atau bahkan ada juga yang dibungkus dalam bentuk pemberian bantuan.

Meski masih berstatus sebagai Pemilu Legislatif, namun ada sejumlah Parpol yang sudah menonjolkan Calon Presiden (Capres) nya untuk mendulang suara. Selagi tidak melanggar aturan hukum dan norma yang berlaku di masyarakat, apapun yang Parpol atau Caleg lakukan adalah sah-sah saja. Berbagai cara yang dilakukan tujuan utamanya sudah pasti mencari simpati dan dukungan rakyat.

Dibalik kompetisi yang kian ketat diantara Parpol dan Caleg dalam meraih simpati rakyat, ada hal menggelitik dan menjadi catatan serius di setiap ada hajatan besar negeri ini. Setiap ajang kampanye mulai digelar, sudah dipastikan jalanan mulai bertaburan simpatisan partai yang akan mengikuti kampanye terbuka dengan menggunakan kendaraan bermotor.

Pertumbuan penduduk yang dibarengi dengan tumbuhnya jumlah kendaraan bermotor akan menjadi persoalan tersendiri. Pasalnya pertumbuhan jalan raya tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk maupun jumlah kendaraan bermotor. Apalagi di saat musim kampanye seperti sekarang ini, kondisi pada saat arak-arakkan kader dan simpatisan lewat, makin memperparah keadaan.

Bagi sebagian warga, kampanye memang identik dengan arak-arakan di jalan raya. Tak hanya itu, arak-arakkan selalu diikuti oleh mereka yang mengendarai sepeda motor dengan knalpotnya dibedah (tanpa saringan knalpot). Suara bising memekakan telinga selalu menjadi hiasan di jalan raya saat musim kampanye tiba. Tak hanya saat arak-arakkan yang melibatkan puluhan atau bahkan ratusan sepeda motor, terkadang dua sepeda motor pun melakukan aksi di jalanan dengan suara yang meraung-raung.

Tak hanya bikin suara bising, sebagian simpatisan Parpol yang akan menghadiri kampanye terkadang “arogan” di jalan. Mereka memenuhi dan menguasi jalan dengan tidak menghiraukan pemakai jalan lainnya.           Yang lebih memprihatinkan, masa partai ini tak segan-segan meminta pemakai jalan lain untuk menghentikan kendaraanya lain dan berhenti di tempian jalan.

Knalpot Sepeda Motor

Itulah realitas sosial yang ada. Bisa dibilang kampanye sangat identik dengan arak-arakan kendaraan bermotor dan raungan suara knalpot sepeda motor yang memekakkan telinga. Masyarakat sepertinya sedang sakit. Setiap kali peserta kampanye mengendarai kendaraan dengan knalpot diblong (tanpa saringan knalpot) mereka selalu memakai penutup telinga.

Sebenarnya merekapun sadar, apa yang dilakukan itu pasti mengganggu orang lain. Secara logika, kalau dirinya saja nggak kuat ndengerin suara knalpot motornya sendiri, apalagi orang lain. Saya melihat, ada yang tak beres dengan kehidupan sosial saat ini. Ada kecenderungan seseorang senang jika melihat orang lain menderita akibat tindakannya. Kondisi yang demikian sepertinya akan terjadi secara terus menerus dari generasi ke generasi dari kampannye ke kampanye, jika pihak-pihak berkompeten tidak segera melakukan pemutusan generasi.

Saat jalan-jalan di sejumlah kota, di tepi jalan yang dilintasi arak-arakkan peserta kampanye banyak anak-anak bergerombol di tepi jalan. Mereka menunggu aksi konyol dari generasi knalpot yang melakukan atraksi suara sepeda motor. Tak hanya menonton, anak-anak tersebut nampak suka cita menyambut iring-iringan tersebut sambil mengangkat tangannya.

Bagi anak-anak tersebut, rombongan sepeda motor dengan suara meraung-raung memang memiliki daya tari sendiri. Mereka asyik melihat tontontan yang melintas di jalan raya. Sudah barang tentu, apa yang dilihat oleh anak-anak tersebut telah terekam kuat di memori otak mereka. Yang lebih memprihatinkan, merekapun segera mempraktekan apa yang dilihatnya dengan menggunakan sepeda ontelnya.

Usai menyaksikan kekonyolan konvoi simpatisan Parpol sang anak selalu meniru aksi dan tingkah laku tersebut. Sepeda ontel anak-anak tersebut pun akan diberi tambahan botol bekas air minum dalam kemasan yang masukan di sela-sela roda sepeda sehingga  menimbulkan suara keras. Seperti apa yang mereka lihat, secara rombongan anak-anak inipun melakukan aksinya dengan keliling kampong.

Yang jadi pemikiran adalah, jika generasi yang usianya antara 7 sampai 12 tahun tersebut besar nanti, sudah barang tentu mereka akan melakukan hal sama. Jika dibiarkan, sampai kapanpun setiap musim kampanye tiba akan selalu dibarengi dengan raungan knalpot sepeda motor, arogan dan egois di jalan raya. Bisa dibilang apa yang anak-anak tonton, telah berubah menjadi tuntunan (pedoman). Sehingga ke depan akan memunculkan generasi-generasi knapot baru dari Pemilu satu ke Pemilu selanjutnya.

Dari persoalan di atas, sepertinya perlu adanya pemutusan generasi knalpot selesai sampai disini. Untuk memutus rantai generasi knalpot ini perlu tindakan bersama, baik dari keluarga, aparat penegak hukum, maupun partai politik. Sehingga generasi knalpot dan arogansi di jalan saat masim kampanye bisa ditiadakan.

Perlu Ketegasan

Dari sisi pimpinan Parpol, diharapkan mereka ini bisa memberikan arahan pada kader dan simpatisannya agar tidak melakukan tindakan yang bisa merugikan orang lain selama di jalan. Saya yakin, jika petinggi Parpol melakukannya dengan serius hal ini terlaksana. Apalagi, hampir semua Parpol memiliki kepengurusan dari tingkat atas sampai pada level terbawah. Atau jika perlu, saat mau berangkat ada tindakan tegas agar sepeda motor yang knalpotnya tanpa penyaring dilarang ikut.

Adanya ketegasan dari aparat kepolisian bagi pemakai jalan yang tidak mentaati aturan lalu lintas harus ditindak. Apalagi kendaraan dengan knalpot ”diblong” ini sudah merupakan pelanggaran, belum lagi mereka yang biasa melakukan hal semacam biasanay juga tidak mengenakan helm. Mungkin dalam kapasitas rombongan, polisi akan kesulitan melakukan rasia. Namun bisa diambil langkah lain, yakni dengan melakukan rasia ketika mereka lepas dari rombongan.

Yang terakhir, perlu penyadaran dari pihak keluarga. Dalam hal ini peran orang tua sangat diperlukan untuk mendidik anak-anaknya agar tidak melakukan tindakan yang bisa ”menyengsarakan” orang lain dalam mengikuti kampanye. Orang tua harus menyampaikan sisi negatif dan positif jika mengendarai sepeda motor tanpa saringan knalpot.

Saya yakin semua sepakat untuk bisa memperbaiki generasi ini. Masyarakat sudah jengah melihat arak-arakan sepeda motor dengan suara meraung-raung di jalanan. Parpol harus berperan besar dalam penyadaran dan pemutusan generasi knalpot ini. Pasalnya, apa yang dilakukan oleh kader maupun simpatian saat arak-arakan dijalan akan dilihat langsung oleh masyarakat. Jika masyarakat merasa terganggu, maka masyarakat bisa memberikan penilain kurang baik terhadap partai yang sedang menggelar kampanye. Namun sebaliknya, jika arak-arakan kendaraan bermotor dilakukan dengan rapi, sopan, atraksi yang indah dan mentaati peraturan lalu lintas maka citra partai bisa terangkat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun