Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mendukung Anak (Belajar) Berbisnis Sejak Dini

11 Juli 2019   16:01 Diperbarui: 12 Juli 2019   11:07 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengajarkan anak berbisnis sejak dini (Ilustrasi: www.signupgenius.com)

Saya membelikan printer untuk memudahkan anak yang sudah SMP dalam melaksanakan tugas-tugas dari sekolah. Juga sekaligus bisa dipakai bersama-sama sebagai sarana belajar dan berkreasi menggunakan komputer. Tak disangka ternyata printer tersebut digunakan oleh anak saya yang baru kelas dua SD untuk keperluan lainnya.

Ia mencetak aneka gambar hitam putih yang biasa digunakan untuk kegiatan mewarnai di sekolah. Kebetulan murid kelas 1 dan 2 di sekolahnya ada kegiatan mewarnai gambar. Selain itu, banyak anak-anak yang mengisi waktu istirahat atau waktu kosong dengan kegiatan mewarnai gambar. Gambar-gambar hitam putih yang akan diwarnai dibeli dari abang penjual yang mangkal di sekitar sekolah, harganya seribu rupiah.

Entah belajar dari mana, anak saya memiliki ide untuk menjual aneka gambar untuk diwarnai pada teman-teman di sekolahnya. Ia mencari gambar-gambar untuk mewarnai yang menarik dari internet lalu mencetaknya. Ia sengaja mencari gambar-gambar yang berbeda dengan yang dijual di sekolah. Hasil cetakan tersebut ditawarkan ke teman-temanya.

Saking semangatnya, ia mencetak lumayan banyak gambar. Beberapa gambar terjual, namun lebih banyak yang tidak laku. Akhirnya gambar-gambar tersebut sebagian dibagikan secara gratis kepada teman-teman dekatnya dan sebagian dipakai sendiri untuk diwarnai di rumah.

Secara nyata kegiatan "bisnis" kecil-kecilannya mengalami kerugian. Namun ide dan upayanya untuk berbisnis sejak kelas 2 SD membuat saya takjub. Hal tersebut akan menjadi pengalaman berharga untuk kehidupan di masa depan. Tidak mengapa tinta printer menjadi cepat habis karena dipakai sang anak untuk berbisnis.

Kegiatan berbisnis ternyata juga dilakukan sang kakak yang sudah SMP. Cara berbisnisnya jauh lebih maju lagi. Ia memanfaatkan toko online yang menjual barang-barang secara grosir dengan harga murah.

Ia menjual pensil dan pulpen dalam bentuk yang unik dan berwarna-warni. Pinsil dan pulpen dibeli dari salah satu toko online. Kemudian dijual ke anak-anak tetangga rumah dan teman-teman di sekolahnya.

Ilustrasi anak berbisnis. (Gambar diambil dari Kompas.com)
Ilustrasi anak berbisnis. (Gambar diambil dari Kompas.com)
Ia minta modal sebesar seratus ribu rupiah dan menjanjikan akan dikembalikan sekaligus berbagi keuntungan penjualan. Harga pokok barang dagangannya seribu rupiah. Pensil dan pulpen dijual seharga dua ribu rupiah. Artinya secara hitung-hitungan bisnis ala sang anak, ia akan mendapatkan untung mencapai 100 persen.

Keinginan anak untuk berbisnis cukup mengejutkan saya. Tidak ada yang menyuruh, tidak ada yang mengajari, juga tidak ada yang mencontohkan. Saya adalah karyawan administrasi biasa sedangkan istri seratur persen ibu rumah tangga. Bisa jadi hal tersebut berasal dari pengaruh temannya, atau informasi dari media sosial dan televisi.

Sebagai orangtua, kami mendukung penuh usahanya tanpa memikirkan apakah akan untung atau tidak. Yang penting hal tersebut tidak mengganggu kegiatan belajar di sekolah dan kegiatan bantu-bantu di rumah. Tak lupa juga kami memberikan apresiasi dan pujian atas niat dan usahanya.

Pada akhirnya kegiatan usahanya tidak berjalan mulus sesuai rencana. Masih banyak stok barangnya yang belum terjual. Namun tetap saja upaya sang anak memberikan kebanggaan tersendiri bagi orangtua.

Rasa bangga kami sampaikan kepada sang anak agar tidak berputus asa walaupun usahanya tidak berhasil atau tidak mendapatkan keuntungan, bahkan tidak balik modal. Kami sampaikan bahwa kegagalan adalah resiko dalam setiap usaha apapun. Kegagalan justru akan membuatnya banyak belajar untuk bisa berusaha lebih baik lagi.

Sang anak tak perlu khawatir harus mengembalikan modal usaha yang diberikan. Anggap saja hal tersebut sebagai latihan berbisnis yang akan menjadi pengalaman berharga bagi kehidupannya kelak saat dewasa dan berusaha hidup mandiri. Bila anak hendak melakukan hal positif seperti berbisnis atau berjualan, maka sudah seharusnya orangtua memberi dukungan dengan penuh kebanggan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun