Dalam melakukan demonstrasi yang terkoordinasi, biasanya juga telah disiapkan tim medis untuk untuk berjaga-jaga mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. Maksudnya berjaga-jaga yaitu, siapa tahu ada peserta demo yang kelelahan lalu sakit hingga pingsan.Â
Atau tiba-tiba ada yang terkena serangan jantung karena kepanasan atau terlalu semangat saat berdemo. Tentu saja sebelum demo, koordinator aksi harus memastikan tidak ada peserta yang sakit ikut serta.
Kehadiran Tim Medis dalam suatu demonstrasi bukan untuk mengantisipasi terjadi kerusuhan atau demo anarkis yang merugikan banyak pihak dan melanggar hukum. Oleh sebab itu, sebaiknya Tim Medis membuat kesepakatan dengan koordinator dan peserta demo.Â
Bahwa demonstasi harus dilakukan dengan damai dan jangan sampai terjadi kerusuhan dan tindakan anarki. Dengan demikian, koordinator dan peserta demo menjadi sadar diri dan berusaha mengontrol tindakannya saat berdemo agar tidak terjadi kerusuhan yang akan merugikan semua/banyak pihak.
Kadangkala kehadiran Tim Medis dalam suatu demonstrasi dimaksudkan untuk hal-hal yang baik dan mulia. Namun demikian, tetap ada kewajiban dari Tim Medis untuk berperilaku netral dalam suatu aksi demonstrasi.Â
Tim Medis tidak boleh ada ditengah-tengah aksi apalagi sampai aktif beraksi sebagai peserta demo. Tim medis harus menjaga jarak namun tetap mengawasi dan bersiap bertindak cepat jika ada situasi medis yang membutuhkannya.
Paling baik jika tim medis yang sama berada di kedua belah pihak. Ada tim medis yang bersiaga di dekat tempat pendemo, juga ada yang bersiaga di tempat pihak yang didemo.Â
Jika personil tidak mencukupi, maka tim medis berusah mengambil posisi yang memungkinkan menolong semua pihak yang saling berhadap-hadapan. Jadi terlihat jelas posisi kenetralan Tim Medis.
Yang perlu diingat adalah, demonstrasi khususnya di Indonesia wajib damai dan sesuai dengan aturan (ada izin, mematuhi waktu, tidak merusak, tidak anarkis). Indonesia tidak dalam kondisi perang sehingga Tim Medis tidak perlu menganggap dirinya sedang bertugas di wilayah konflik.Â
Rumah Sakit dengan tenaga medis lengkap siaga 24 jam. Tugas utama tim medis adalah melakukan tindakan kedaruratan dan secepatnya mengevakuasi korban ke RS terdekat untuk diambil tindakan yang lebih komprehensif.
Bagaimana jika Tim Medis tersebut adalah berasal dari Lembaga Amal, Yayasan atau LSM yang seharusnya netral? Jika demikian, maka Tim Medis harus menanggalkan atribut-atribut terkait lembaganya. Gunakan atribut yang menunjukkan posisi sebagai tim medis tanpa membawa embel-embel organisasi A atau Yayasan X atau Lembaga Amal Q.
Demonstrasi adalah kegiatan yang terencana. Seharusnya Tim Medis juga bisa direncanakan untuk menunjukkan kenetralannya. Termasuk bisa mengusahakan agar Tim Medis siaga di kedua belah pihak atau berada di posisi yang bisa menolong semua pihak. Ingat, bahwa demonstrasi bukanlah perang! Semuanya adalah warga negara Indonesia yang seharusnya menjaga kedamaian Indonesia.
Khusus Tim Medis yang berasal dari lembaga amal (misalnya Lembaga pengumpul Zakat, Infak, Sedekah dan Lembaga Pengumpul Donasi lainnya) yang mengharapkan partisipasi dan donasi dari masyarakat luas, maka sudah seharusnya secara seksama berusaha menjaga perasaan dan persepsi masyarakat luas. Jangan sampai seolah menunjukkan dirinya mendukung pihak yang melakukan demonstrasi.Â
Tentu para donator atau penyumbangnya yang berasal dari banyak kalangan ada yang tidak berkenan atau tidak sepaham dengan suatu demonstrasi.
Selain itu, Tim Medis juga harus memahami dan menghormati tugas dan wewenang yang dimiliki pihak yang menjaga keamanan dan ketertiban seperti Polisi, TNI ataupun Satpol PP. Jangan sampai Tim Medis seolah menghalangi pihak berwenang dalam menjalankan tugasnya. Pihak berwenang pun juga dibekali pengetahuan medis darurat dalam melakukan tugas-tugas pengamanan ataupun penegakan hukum.
Dan yang terpenting, pengelola suatu lembaga amal sudah seharusnya juga bersikap netral. Meskipun memiliki kesukaan pada partai atau pilihan politik tertentu, jangan sampai menunjukkan secara vulgar kepada publik, apalagi memberikan dukungan secara militan.Â
Pengelola lembaga amal harus paham bahwa donaturnya berasal dari masyarakat secara luas yang beraneka ragam seperti etnis, pilihan politik, pilihan presiden hingga agama yang berbeda-beda.
Toh tidak ada lembaga amal yang mengkhususkan diri hanya menerima sumbangan atau donasi dari pendukung partai tertentu, pendukung capres tertentu, atau dari umat tertentu saja. Lembaga amal seharusnya terbuka untuk semua perbedaan bahkan seharusnya berusaha menyatukan semua perbedaan dalam satu tindakan universal yaitu meninggikan kemanusiaan.Â
Jangan sampai terjadi ada (pengelola) Lembaga Amal atau Kegiatan Amal yang justru mendukung kegiatan yang bertentangan dengan kemanusiaan. Misalnya mendukung atau terlibat dalam sebuah pemberontakan di suatu daerah/negara ataupun mendukung atau terlibat dalam kegiatan intoleran dan radikal, hingga mendeligitimasi pemerintah di negaranya sendiri.Â
Hal tersebut dapat mencederai atau menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga amal lainnya yang benar-benar tulus dan netral dari dan untuk semua umat manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H