Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kenangan Ramadan sebagai Minoritas

7 Mei 2019   11:09 Diperbarui: 7 Mei 2019   16:54 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: femina.co.id

Bulan Ramadhan adalah bulan yang istemewa bagi umat Islam. Di daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam tampak sekali suasana yang khas dalam bulan puasa. Yang mencolok tentu saja kemeriahan berbagai kegiatan menyambut Ramadhan, pelaksanaan ibadah sholat tarawih dan akhirnya malam takbiran di akhir hari puasa untuk merayakan idul fitri keesokan harinya.

Lalu bagaimana di daerah yang mayoritas penduduknya beragama selain Islam? Apakah Ramadhan juga dilaksanakan dengan khusuk bahkan meriah? Atau jangan-jangan umat Islam malah tidak bebas dan terkekang dalam menjalankan berbagai ibadah Ramadhan?

Untuk mengetahui informasi tersebut, tentu saja tidak boleh hanya berbekal prasangka dan bukan berasal dari katanya-katanya. Tentulah informasinya harus berasal dari orang-orang yang merasakan langsung.

Dalam hal ini orang/umat Islam yang jumlahnya minoritas tinggal di daerah mayoritas agama lain. Kebetulan saya pernah merasakan bulan Ramadhan di daerah yang mayoritas penduduknya beragama Kristen yaitu Kota Jayapura Papua.

Kemeriahan Menyambut Ramadhan.

Di beberapa tempat terlihat umat Islam mengadakan serangkaian kegiatan menyambut ramadhan. Salah satunya adalah kegiatan pawai menyambut Ramadhan yang melibatkan anak-anak dengan aneka kostum menarik. Pawai berlangsung lancar dan meriah, serta menjadi hiburan bagi semua orang meskipun agamanya berbeda-beda.  

Suasana Sahur.

Tidak ada ada yang membangunkan sahur seperti di daerah mayoritas Islam yang terdapat aktivitas membangunkan sahur baik dari masjid maupun lingkungan. Bangun sahur harus bangun sendiri atau dibangunkan sesama penghuni rumah kost atau tetangga yang sama-sama hendak sahur. Tapi bagi saya tidak masalah karena terbiasa bangun dengan menggunakan jam weker. 

Adzan Shubuh. 

Dari tempat tinggal saya masih terdengar adzan subuh. Jaraknya sekitar 500 meter dari masjid. Masjid tetap bisa menggunakan speaker luar, namun tentu saja volumenya tidak sebesar yang biasa saya dengarkan di daerah lain yang mayoritas Islam. Tapi suara adzan sudah cukup jelas terdengar yang juga sebagai pertanda sudah tidak boleh makan dan minum lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun