Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengalaman Protes Saat Mengikuti Ceramah Agama

19 Februari 2019   16:57 Diperbarui: 19 Februari 2019   17:31 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di media sosial akhir-akhir ini sedang ramai beredar berita dan kesaksian tentang orang-orang yang memberanikan diri memprotes ceramah agama. Protes tersebut dilakukan karena ceramah agama yang diikuti diisi dengan orasi politik berpihak, caci maki dan penyebaran hoax-fitnah. Protes tersebut ada yang terjadi dalam kegiatan pengajian, juga ada yang terjadi saat sedang berlangsung khutbah Jumat.

Protes kepada penceramah tersebut disampaikan dengan berbagai cara. Ada yang protes saat sesi tanya jawab, ada yang memberikan kertas berisi catatan protes kepada penceramah, juga ada yang langsung meninggalkan tempat ceramah.

Sayangnya, dari beberapa kejadian protes terlihat cukup banyak orang-orang yang tidak terima lalu melakukan penghinaan hingga terkesan mengancam orang yang protes. Padahal sedang berada dalam momen kegiatan agama, bahkan berada di dalam rumah ibadah, yang seharusnya membuat hati menjadi tenang, damai dan penuh kasih sayang.

Berita, informasi dan video terkait protes jamaah pada penceramah agama, mengingatkan saya pada kejadian yang relatif sama. Saya pernah melakukan protes pada penceramah agama dalam sebuah pengajian di sebuah masjid. Kebetulan masjid tersebut berada di kompleks perkantoran pemerintah, yang tentu saja jamaahnya mayoritas adalah para aparatur sipil negara (ASN).

Pengajian dilaksanakan selesai sholat zuhur. Tema pengajian adalah "Perkembangan Dunia Islam". Penceramah menceritakan tentang umat Islam di Turki. Tidak berapa lama, penceramah menceritakan tentang Presiden Turki bernama Erdogan lengkap dengan partai pendukung erdogan hingga sejarah dan dinamika politik Erdogan dan partainya sejak masa lalu hingga sekarang.

Saya pun merasa aneh dengan pengajian ini. Materi pengajian "Perkembangan Dunia Islam" kok membahas tentang politik negara lain hingga ke partai politiknya? Memori saya langsung menampilkan status-status di media sosial khususnya di Facebook dimana banyak ASN yang memuji-muji Presiden Turki Erdogan sambil menjelek-jelekkan Presiden RI Jokowi. Mereka terang-terangan menyatakan bahwa Erdogan adalah Presiden impian. Sampai ada yang menginginkan agar Presiden RI seperti Erdogan, yang dicitrakan sebagai tokoh kebanggaan dunia Islam. Bahkan ada yang membuat status ingin meminjam Erdogan untuk menjadi Presiden RI.

Saya memikirkan hubungan status-status FB dari banyak ASN yang pernah saya baca, sambil tetap menyimak materi ceramah. Sampai akhirnya penceramah menjelaskan tentang konflik politik yang terjadi di Turki. Dimana ada percobaan kudeta kepada Presiden Turki Erdogan, namun gagal. Bla-bla-bla berbagai penjelasan yang dilontarkan oleh penceramah sangat terasa aneh bagi saya.

Apakah materinya harus sampai membahas kisruh politik yang sedang terjadi sampai jaman sekarang ini? Jika yang diceritakan kisruh politik dalam perebutan kekuasaan di masa lalu seperti masa-masa kerajaan dalam ratusan hingga ribuan tahun lalu, masih masuk akal karena sering saya dengar dalam berbagai pengajian.

Sampai di waktu sang penceramah menjelaskan bahwa kudeta yang ingin menggulingkan Presiden Erdogan di Turki tersebut adalah perbuatan orang-orang yang tidak menyukai Islam berkembang di Turki, kelompok yang tidak ingin Islam menguasai pemerintahan Turki, dan propaganda-propaganda sejenisnya, akhirnya saya pun tidak tahan lagi, lalu mengangkat tangan tinggi-tinggi ingin bertanya sekaligus memberikan tanggapan. Saya seringkali mengikuti pengajian di mana penceramahnya mempersilahkan jamaah yang ingin bertanya meskipun sedang memberikan materi, meskipun belum sesi tanya jawab. 

Sumber: cahaya.co
Sumber: cahaya.co
Sang penceramah melihat saya mengangkat tangan lalu menghentikan ceramahnya dan mempersilahkan saya. Saya langsung bertanya sekaligus menanggapi. "Maaf Ustads. Apa hubungannya kasus yang terjadi di Turki dengan pengajian yang dilakukan di sini (Indonesia)? Apa manfaatnya cerita kudeta di Turki menjadi materi pengajiaan saat ini? Apalagi tadi disimpulkan bahwa pelaku percobaan kudeta Presiden Turki adalah orang-orang atau kelompok yang tidak suka Islam berkuasa di Turki, darimana informasi demikian didapatkan?...."

Belum selesai saya berbicara, sudah banyak suara-suara riuh. Suara penceramah yang menjawab tidak jelas terdengar oleh saya. Begitu ada kesempatan bicara, saya melanjutkan. "Maaf Ustads, pada kenyataannya saat ini banyak terjadi masyarakat yang begitu memuja Presiden Erdogan sambil menghina Presiden RI, bahkan ada yang menginginkan Erdogan menjadi Presiden RI..." Lagi-lagi suara riuh terdengar, dan makin riuh. "Goblok lu!" "Pe-A!" adalah kata-kata yang saya ingat persis terlontar entah dari siapa dan entah berasal bagian mana di ruangan masjid tersebut.

Suasana yang mulai terasa panas, makin ribut dan ada yang mencaci-maki, membuat saya waspada. Baru kali itu saya merasa begitu tidak nyaman, tidak aman dan merasa terancam saat berada dalam masjid. Biasanya masjid membuat saya nyaman, damai dan pasti aman, minimal dari caci maki.

Akhirnya saya memutuskan meninggalkan masjid meskipun merasa tidak puas karena belum mendapatkan jawaban dari sang Penceramah. Saya tidak bisa menjamin akan diam saja jika caci-maki dan teriakan makin marak atau bahkan jika sampai ada yang melakukan kekerasan terhadap saya. Saya menjaga jangan sampai terjadi keributan di masjid yang pastinya sangat dilarang dalam agama.

Saya putuskan mengalah dan pergi. Tetapi saya sudah niatkan, tidak akan lagi sholat di Masjid tersebut. Kejadian ini sangat membekas di hati saya dan sekaligus membuat saya agak trauma dengan kegiatan ceramah agama. Setiap selesai sholat di masjid lainnya, saya segera bergegas pergi apabila langsung disambung dengan kegiatan ceramah.

Syukurlah saat ini, masjid-masjid yang saya datangi mayoritasnya tidak ada yang berceramah terkait politik praktis, caci maki apalagi menyebarkan fitnah-hoax. Memang masih ada satu atau dua penceramah yang demikian, tapi sangat jarang sekali. Jika menemui ceramah agama yang demikian khususnya saat sholat Jumat, saya lebih memilih pindah ke masjid lain. Atau jika tidak sempat, saya tak perlu mendengarkan ceramahnya. Untunglah ada ponsel pintar dan headset yang membantu saya mengalihkan perhatian.

Mari jauhi politik praktis dari tempat ibadah kita. Salam Damai.        

     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun