Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Beresiko, Namun Perjalanan Dinas Fiktif Mungkin dan Mudah

13 Mei 2016   11:43 Diperbarui: 13 Mei 2016   14:25 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini media sedang ramai memberitakan tentang Potensi Kerugian Negara Rp900 miliar Dalam Kunker Anggota DPR (Kompas, 12 Mei 2016). Dalam berita tersebut diinformasikan bahwa berdasarkan hasil audit BPK, ternyata Pelaporan Kunker tidak memenuhi syarat. Dengan kata lain susah diverifikasi, apakah memang kegiatan kunker tersebut bisa dibuktikan atau tidak.

Kunjungan kerja (kunker) adalah salah satu contoh kegiatan perjalanan dinas dalam birokrasi pemerintah. Banyak lagi macam-macam perjalanan dinas dalam aktivitas pemerintahan termasuk yang dilakukan wakil rakyat (DPR/D). Segala macam perjalananan dinas tersebut tentu saja dibiayai oleh kas negara yang sejatinya merupakan uang milik rakyat Republilk Indonesia.

Sehubungan dengan temuan BPK terkait kunker DPR yang susah diverifikasi atau dibuktikan tersebut, lantas timbul pertanyaan: “Apakah mudah membuat perjalanan dinas fiktif?” Jawabannya relatif mudah. Tergantung niat dan kesempatan.

Saya mengetahui perjalanan dinas fiktif pertama kali saat baru pertama kali bekerja. Suatu hari saya dipanggil bagian keuangan untuk menandatangani bukti tanda terima uang perjalanan dinas. Saya menerima sejumlah uang yang tentu saja jumlahnya tidak sama (lebih kecil) dari dokumen yang ditandatangani. Hal ini dikarenakan adanya beberapa potongan semisal tiket kapal laut (jelas fiktif), konsumsi/akomodasi, dan potongan untuk dana taktis serta “pemerataan”.

Saya tidak banyak berkomentar, meski merasa ada yang kurang sreg di hati. Bukan karena jumlah uang yang diterima lebih kecil dari seharusnya, namun karena sangat jelas adanya kejanggalan dimana saya sama sekali tidak melaksanakan perjalanan dinas. Masa-masa itu adalah masih masa jahiliyah birokrasi yang sarat KKN. Reformasi Birokrasi mungkin tidak pernah terpikirkan sama sekali dalam benak birokrasi.

Beberapa tahun kemudian, setelah pelaksanaan Reformasi Birokrasi, saya kembali menemukan perjalanan dinas fiktif. Sangat mengherankan bagi saya, mengingat hal ini masih saja terjadi di era Reformasi Birokrasi yang telah berjalan beberapa tahun sebelumnya.

Kejadian ini saya ketahui karena ketidaksengajaan. Bertemu dengan kenalan dari sebuah kantor pemerintah yang sedang melaksanakan perjalanan dinas (transportasi darat). Saat kami berbincang-bincang santai, akhirnya meluncur informasi bahwa ada orang dalam tim yang tidak ikut melaksanakan perjalanan dinas, namun dalam dokumen dinyatakan tetap melaksanakan perjalanan dinas. Senyum-senyum simpul dalam perbincangan tersebut menjawab keheranan saya. :)

Akhirnya saya benar-benar sadar bahwa perjalanan dinas fiktif tetap bisa dilakukan meskipun dalam era Reformasi Birokrasi yang katanya untuk menghilangkan KKN. Hal ini sangat memungkinkan terutama dengan adanya kerjasama berbagai pihak, budaya ewuh pakewuh dalam birokrasi, perasaan tidak enak sama teman, dan longgarnya pengawasan/pemeriksaan dari pihak-pihak yang berwenang.

Perjalanan dinas fiktif lebih mudah dilaksanakan bila menggunakan transportasi darat dan laut. Tiket bukti perjalanan lebih mudah di dapatkan. Apalagi masih dimungkinkan pertanggungjawaban tanpa bukti tiket perjalanan, cukup dengan surat pernyataan rincian biaya perjalanan dinas. 

Perjalanan dinas fiktif melalui pesawat udara relatif sulit dilakukan karena sistem pendataan penumpang yang canggih dan ketat. Namun demikian, bukan berarti tidak bisa dilakukan. Hanya saja relatif lebih mudah ketahuan oleh pemeriksa/auditor. Juga masih ada celah dalam perjalanan dinas via pesawat udara yaitu dengan membuat bukti pengeluaran fiktif pada item-item seperti perjalanan darat dari/ke bandara dan hotel transit.

Yang saya ceritakan ini adalah contoh-contoh kecil potensi perjalanan dinas fiktif dalam birokrasi. Meskipun kecil namun bila dilaksanakan berulang kali secara masif dan terencana, maka akumulasi uang negara yang hilang menjadi sangat besar. Belum lagi bila perjalanan dinas tersebut ternyata tidak efektif, efisien bahkan tidak penting. Hanya sekadar penyerapan anggaran saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun