Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menilai Kinerja APBD Ahok

18 Maret 2016   11:52 Diperbarui: 18 Maret 2016   18:16 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa kalangan yang seringkali menyoroti apa yang mereka anggap sebagai keburukan bahkan kegagalan Ahok dalam menjalankan amanah sebagai Gubernur DKI Jakarta. Salahsatu yang kerap mereka ekspose adalah terkait penyerapan APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penyerapan APBD yang relatif rendah dianggap sebagai suatu kegagalan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

APBD DKI Jakarta tahun 2014 sebesar Rp73 triliun serapannya mencapai sekitar 55% atau sekitar Rp40an triliun. Tahun 2015 dari Rp66 triliun terserap sekitar 67% atau Rp40 triliun. Bila hanya mengandalkan dari penyerapan anggaran ini, maka dengan mudah akan menyimpulkan bahwa Ahok tidak becus melaksanakan anggaran pemerintahnya.

Penyerapan anggaran memang menjadi salah satu ukuran kinerja pemerintah. Namun masih ada beberapa lagi cara mengukur kinerja pemerintah terkait anggaran. Ukuran penyerapan anggaran memiliki banyak kelemahan. Apalagi bila dalam pembuatan anggaran masih manual serta belum menerapkan kaidah yang benar, transparan dan akuntabel. Kelemahan penilaian kinerja dari penyerapan anggaran antara lain hanya mengukur dari sisi pelaksanaan anggaran berdasarkan jumlah dana yang dipakai dari alokasi yang direncanakan sehingga penilaian kinerja kurang optimal dan belum memberi informasi pencapaian/realisasi secara fisik berupa output/outcome yang berkualitas sesuai target yang ditetapkan.

Pengertian Anggaran

Sebelum lebih jauh membahas tentang penilaian kinerja anggaran pemerintah, terlebih dahulu harus memahami apa yang dimaksud dengan anggaran khususnya anggaran pemerintah daerah (APBD).

Banyak pendapat para ahli terkait pengertian APBD. Secara umum dapat dikatakan sebagai rencana kerja atau program kerja pemerintah daerah untuk tahun kerja tertentu, di dalamnya memuat rencana pendapatan dan rencana pengeluaran selama tahun kerja tersebut. Menurut Undang-undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yaitu rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dari sini terlihat jelas bahwa anggaran adalah suatu rencana kerja beserta pembiayaannya. Namanya rencana, maka ada tiga kemungkinan terkait penyerapan anggaran yang bisa terjadi, yaitu kurang dari rencana, sesuai rencana dan melebihi rencana. Jadi penyerapan anggaran yang rendah adalah konsekuensi logis dari adanya anggaran pemerintah, termasuk pemerintah daerah Jakarta.

Penyerapan Anggaran harus dilihat manfaatnya bagi rakyat

Menurut UU Keuangan Negara, Anggaran memiliki beberapa fungsi yang salah satunya adalah alokasi yang mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Untuk mewujudkannya maka Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Berdasarkan perintah dari Undang-undang di atas, maka anggaran pemerintah jelas bukan soal menghabiskan apa yang sudah direncanakan. Anggaran adalah untuk mencapai beberapa tujuan yang muaranya adalah pada kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Anggaran yang terserap semuanya atau 100% belum tentu dikatakan berhasil dan bermanfaat bagi rakyat. Anggaran yang serapannya relatif rendah juga tidak otomatis dikatakan buruk, terutama bila mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat.  

Mungkin ada yang pernah mendengar berita di suatu pemerintah daerah dalam APBDnya terdapat anggaran pembangunan rumah dinas baru untuk kepala daerah sebesar lebih dari Rp30 miliar sedangkan anggaran untuk penanganan anak-anak busung lapar hanya sekitar Rp3 miliar. Bila semua anggaran tersebut terserap 100%, apakah berarti kinerja anggarannya sudah baik? Lebih penting mana antara pembangunan rumah dinas baru kepala daerah dibandingkan dengan penanganan busung lapar? Yang mana yang seharusnya lebih didahulukan dan diselesaikan hingga tuntas? Dengan contoh ini, kita sepakat bahwa sejak awal anggaran pemda tersebut sudah bermasalah, sehingga kinerja penyerapan anggaran menjadi sangat tidak relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun