Ada beberapa kalangan yang seringkali menyoroti apa yang mereka anggap sebagai keburukan bahkan kegagalan Ahok dalam menjalankan amanah sebagai Gubernur DKI Jakarta. Salahsatu yang kerap mereka ekspose adalah terkait penyerapan APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penyerapan APBD yang relatif rendah dianggap sebagai suatu kegagalan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.
APBD DKI Jakarta tahun 2014 sebesar Rp73 triliun serapannya mencapai sekitar 55% atau sekitar Rp40an triliun. Tahun 2015 dari Rp66 triliun terserap sekitar 67% atau Rp40 triliun. Bila hanya mengandalkan dari penyerapan anggaran ini, maka dengan mudah akan menyimpulkan bahwa Ahok tidak becus melaksanakan anggaran pemerintahnya.
Penyerapan anggaran memang menjadi salah satu ukuran kinerja pemerintah. Namun masih ada beberapa lagi cara mengukur kinerja pemerintah terkait anggaran. Ukuran penyerapan anggaran memiliki banyak kelemahan. Apalagi bila dalam pembuatan anggaran masih manual serta belum menerapkan kaidah yang benar, transparan dan akuntabel. Kelemahan penilaian kinerja dari penyerapan anggaran antara lain hanya mengukur dari sisi pelaksanaan anggaran berdasarkan jumlah dana yang dipakai dari alokasi yang direncanakan sehingga penilaian kinerja kurang optimal dan belum memberi informasi pencapaian/realisasi secara fisik berupa output/outcome yang berkualitas sesuai target yang ditetapkan.
Pengertian Anggaran
Sebelum lebih jauh membahas tentang penilaian kinerja anggaran pemerintah, terlebih dahulu harus memahami apa yang dimaksud dengan anggaran khususnya anggaran pemerintah daerah (APBD).
Banyak pendapat para ahli terkait pengertian APBD. Secara umum dapat dikatakan sebagai rencana kerja atau program kerja pemerintah daerah untuk tahun kerja tertentu, di dalamnya memuat rencana pendapatan dan rencana pengeluaran selama tahun kerja tersebut. Menurut Undang-undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yaitu rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dari sini terlihat jelas bahwa anggaran adalah suatu rencana kerja beserta pembiayaannya. Namanya rencana, maka ada tiga kemungkinan terkait penyerapan anggaran yang bisa terjadi, yaitu kurang dari rencana, sesuai rencana dan melebihi rencana. Jadi penyerapan anggaran yang rendah adalah konsekuensi logis dari adanya anggaran pemerintah, termasuk pemerintah daerah Jakarta.
Penyerapan Anggaran harus dilihat manfaatnya bagi rakyat
Menurut UU Keuangan Negara, Anggaran memiliki beberapa fungsi yang salah satunya adalah alokasi yang mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Untuk mewujudkannya maka Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Berdasarkan perintah dari Undang-undang di atas, maka anggaran pemerintah jelas bukan soal menghabiskan apa yang sudah direncanakan. Anggaran adalah untuk mencapai beberapa tujuan yang muaranya adalah pada kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Anggaran yang terserap semuanya atau 100% belum tentu dikatakan berhasil dan bermanfaat bagi rakyat. Anggaran yang serapannya relatif rendah juga tidak otomatis dikatakan buruk, terutama bila mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Â
Mungkin ada yang pernah mendengar berita di suatu pemerintah daerah dalam APBDnya terdapat anggaran pembangunan rumah dinas baru untuk kepala daerah sebesar lebih dari Rp30 miliar sedangkan anggaran untuk penanganan anak-anak busung lapar hanya sekitar Rp3 miliar. Bila semua anggaran tersebut terserap 100%, apakah berarti kinerja anggarannya sudah baik? Lebih penting mana antara pembangunan rumah dinas baru kepala daerah dibandingkan dengan penanganan busung lapar? Yang mana yang seharusnya lebih didahulukan dan diselesaikan hingga tuntas? Dengan contoh ini, kita sepakat bahwa sejak awal anggaran pemda tersebut sudah bermasalah, sehingga kinerja penyerapan anggaran menjadi sangat tidak relevan.
Sebagai bagian dari birokrasi pemerintah, saya cukup paham terkait penyerapan anggaran pemerintah. Ada pemda yang menolak menggunakan alokasi dana miliaran rupiah dari suatu Kementerian karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan waktunya mendekati akhir tahun anggaran. Ada kantor pemerintah yang sangat membutuhkan kenaikan daya listrik dengan biaya sekitar Rp15 juta namun dananya tidak tersedia dengan anggaran yang diberikan dari pusat. Justru yang tersedia adalah anggaran pembangunan pagar baru untuk kantor sebesar Rp30juta. padahal pagar kantor tersebut masih sangat bagus, tidak bermasalah dan baru saja diperbaiki serta dipercantik. Bila serapan anggaran menjadi rendah karena tidak melaksanakan anggaran yang tidak dibutuhkan, apakah berarti kinerja buruk? Tentu tidak bukan? :) Â Â Â
Beberapa indikator penilaian anggaran
Ada beberapa indikator penilaian kinerja anggaran yang relatif lebih baik daripada sekadar melihat penyerapan anggarannya saja. Indikator tersebut menyangkut aspek-aspek efektivitas yang mengukur manfaat anggaran bagi rakyat.
- Indikator Ketersediaan fisik. Setiap aktivitas belanja negara yang diperuntukan bagi kegiatan fisik harus menghasilkan output berupa barang/bangunan secara fisik. Misalnya: berapa Jalan yang diperbaiki, rumah susun, puskesmas, pasar, rumah sakit yang dibangun, dan sebagainya.
- Indikator Kualitas fisik. Apakah kualitas output yang dihasilnya tidak hanya memenuhi kebutuhan secara fisik tetapi juga didukung kualitas output yang baik dan optimal. Misalnya: Puskesmas yang dibangun apakah bisa melayani lebih banyak pasien dengan aneka penyakit, mampu menangani keadaan darurat seperti demam berdarah.
- Kesesuaian antara kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah dengan kebutuhan masyarakat. Kesesuaian antara kebijakan dengan kebutuhan akan memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat selaku penerima manfaat. Misalnya: Kebijakan normalisasi kali dan sungai apakah benar-benar mengurangi banjir. Penertiban pasar harus membuat pedagang tetap bisa berjualan dan menjadi lebih maju dibanding sebelumnya seperti dari sebelumnya di emperan jalan menjadi memiliki kios yang relatif nyaman dan memadai.
- Tingkat pemanfaatan atas output yang telah dihasilkan. Semakin besar pemanfaatannya maka semakin besar pula tingkat efektivitasnya. Misal: Ruang terbuka hijau yang bermanfaat untuk tempat bermain, belajar, bersosialisasi dan berolahraga masyarakat sekitar.
- Tingkat penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan. Anggaran harus menjadi solusi untuk mengatasi pengangguran dan memberikan kesejahteraan masyarakat. Misalnya: PPSU yang merekrut pengangguran, merekrut sopir untuk transjakarta, tenaga kebersihan taman, dan sebagainya.
Penyerapan anggaran bukanlah satu-satunya penilaian kinerja anggaran pemerintah. Penyerapan anggaran sangat bergantung dengan berbagai faktor khususnya kualitas dalam membuat anggaran. Apalagi untuk masa sekarang ini, pembangunan insfrastruktur dan pemberian pelayanan kepada masyarakat tidak hanya mengandalkan dari anggaran pemerintah. Pihak swasta seperti pengusaha besar dapat berperan aktif membantu pemerintah baik dengan kerja sama ataupun melaksanakannya sendiri setelah mendapatkan ijin dari pemerintah. Misalnya penyediaan fasilitas dalam rusun untuk masyarakat di Jakarta yang berasal dari CSR perusahaan di Jakarta, pembangunan taman dan ruang terbuka hijau dan juga kantor polisi atau kantor pemerintah lainnya yang memanfaatkan kewajiban pengusaha dalam menyediakan fasos dan fasum, juga dari denda-denda berupa kewajiban membangun fasilitas dan insfrastruktur.
Mari awasi anggaran pemerintah dengan cerdas dan objektiv untuk sebesar-besarnya kemajuan daerah, negara dan kesejahteraan rakyat. Teruslah Kritis dan hindari Nyinyir. Salam.
*Referensi berasal dari dari website resmi Kementerian Keuangan. Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI