Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Honor

21 Januari 2016   10:17 Diperbarui: 21 Januari 2016   10:25 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Pak Rudi, ini ada uang honor kegiatan selama setahun. Silahkan tanda tangan di daftar ini!” Pak Ahmad meletakkan kertas dan pena di meja Rudi. Disampingnya diletakkan tumpukan uang yang terlihat kebanyakan adalah pecahan seratus ribu dan lima puluh ribu rupiah. Rudi memandangi daftar honor yang berisi nama-nama dan jumlah uang yang diterima. Untuk namanya sendiri tertulis jumlah sebesar Rp3.600.000 dipotong pajak 15% sehingga jumlah bersih yang diterima Rp3.060.000,-

-

*Malam sebelumnya.

“Ayah, maaf Bunda harus bicara” Istri Rudi duduk mendekat. “Uang belanja kita tinggal sedikit. Tidak cukup untuk membeli lauk seperti biasanya. Jadi terpaksa esok hari kita prihatin dulu ya. Makan seadanya saja”. Istri Rudi berkata perlahan.

Rudi terdiam. Ia tidak heran dengan laporan istrinya. Situasi ini sudah diduga sebelumnya. Bulan ini memang agak lain dari biasanya. Tidak ada uang yang bisa ditabung. Pengeluaran lebih besar dari biasanya. Selain karena biaya sekolah anak-anak yang agak membesar karena semester baru, juga ada permintaan bantuan uang dari keluarga yang membutuhkan. Uang tabungan bulan-bulan sebelumnya telah diinvestasikan sehingga tidak akan efektif bila harus dicairkan kembali untuk kebutuhan makan sehari-hari.

“Sabar ya Bunda. Maafkan ayah hal ini harus terjadi” Rudi memegang dan mengelus tangan istrinya. “Tidak apa-apa kok. Ini hanya untuk satu hari saja. Lusa kan ayah sudah gajian” Istri Rudi memberikan senyum manisnya untuk menenangkan hati suami. "Eh, tapi ingat lho ayah! Jangan ambil uang yang gak baik ya. Bunda gak mau ayah terima sembarang uang dari kantor. Itu uang rakyat lho. Ayah kan sudah dapat gaji dan tunjangan setiap bulan. Itu saja yang kita syukuri. Gak usah macam-macam!" Istri Rudi mengingatkan. Hal ini selalu dilakukan sang istri tak terhitung lagi. Terutama bila kondisi keuangan sedang menipis atau ada kebutuhan yang mendesak.

Ia tahu persis bagaimana penghasilan suaminya. Rudi yang memberitahukan hal ini sejak pertama kali menikah. Maksudnya agar istri maklum dengan profesinya sebagai abdi negara sehingga tidak menuntut macam-macam. Ternyata malah istrinya yang lebih tegas dan ketat terkait penghasilan Rudi.

-

“Pak Rudi, kok malah bengong? Silahkan ditandatangani dan ambil uangnya! Saya masih harus membagikan honor kepada yang lainnya.” Pak Ahmad menghentikan kelebatan peristiwa semalam di pikiran Rudi.   

“Oh, maaf Pak. Saya tidak bisa menerima uang honor ini. Tolong disetorkan kembali ke Kas Negara” Rudi mendorong daftar honor dan uang ke arah Pak Ahmad.

“Ya sudah kalau begitu Pak. Saya permisi” Pak Ahmad mengambilnya kembali dan berlalu meninggalkan meja Pak Rudi. Ia sebenarnya tahu kalau Pak Rudi tidak akan menerima uang honor tersebut, seperti yang berkali-kali terjadi. Namun apa boleh buat, ia harus menjalankan tugas membagikan uang honor tersebut. Walau Pak Rudi telah jauh-jauh hari menegaskan tidak usah diberikan honor apapun untuknya, namun Pak Ahmad harus memastikan apakah uang tersebut akan diterima ataukah disetor ke kas negara kembali seperti yang sudah-sudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun