Kehebohan terkait pungutan dari BBM untuk Dana Ketahanan Energi (DKE) ternyata sempat menyenggol Dana Pungutan Perusahaan Kelapa Sawit. Setidaknya hal ini sedikit disentil oleh Faisal Basri dalam artikelnya di Kompasiana yang berjudul “Desain Dana Migas dan BBM”. Dalam artikel tersebut dituliskan: “Menurut penjelasan pemerintah, DKE bakal digunakan untuk mengembangkan energi terbarukan atau energi nonfosil. Dana yang selama ini diperoleh dari "pajak" sebesar 50 dollar AS per ton CPO yang diekspor saja belum jelas, apatah lagi DKE.”
Dana Pungutan Perusahaan Kelapa Sawit ikut menjadi perhatian karena salah satu peruntukannya adalah untuk pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) seperti tujuan adanya DKE. Dana pungutan ini adalah berasal dari pelaku usaha perkebunan (CPO Suppoting Fund atau CSF) yang akan digunakan mendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan. Tarif layanan yang dikenakan terdiri atas Tarif Pungutan Dana Perkebunan atas Ekspor kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan/atau produk turunannya serta Tarif Iuran pelaku usaha perkebunan kelapa sawit. Program ini memiliki beberapa tujuan yang salah satunya terkait dengan pengembangan EBT yaitu pengembangan biodiesel.
Pengelolaan dana pungutan ini dilakukan oleh sebuah instansi pemerintah berbentuk Badan Layanan Umum yaitu “Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDKS)”. BPDKS berada di bawah Kementerian Keuangan dengan pembina teknis Sawit adalah Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit.SMI) Kementerian Keuangan dan pembina keuangan adalah Direktorat Pembinaan Pengelola Keuangan (Dit.PPK BLU) Kementerian Keuangan. BPDKS dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 113/PMK.01/2015 tanggal 11 juni 2015 dengan salah satu maksud melaksanakan amanat pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Tujuan Program pengembangan kelapa sawit berkelanjutan secara lengkap adalah: mendorong penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, mendorong promosi usaha perkebunan kelapa sawit, meningkatkan sarana prasarana di dalam pengembangan industri kelapa sawit, pengembangan biodiesel, mendorong proses peremajaan “replanting” kelapa sawit, mendorong peningkatan jumlah mitra usaha dan penambahan jumlah penyaluran dalam bentuk ekspor, serta melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sumber daya masyarakat mengenai perkebunan kelapa sawit.
Kembali kepada sentilan untuk pengelolaan dana pungutan perusahaan kelapa sawit yang dikelola oleh BPDKS. Bila tidak salah, sepertinya belum ada informasi relatif lengkap yang disajikan kepada masyarakat. Saya iseng-iseng ingin mengetahui mengenai BPDKS dengan mencarinya di google dengan kata kunci “badan pengelola dana kelapa sawit”. Ternyata hasilnya tidak mendapatkan sumber spesifik yang menyajikan informasi lengkap tentang BPDKS, misalnya langsung dari situs resmi BPDKS.
Hasil pencarian dari google hanya menyajikan informasi-informasi dari sumber-sumber yang bukan pihak pertama yaitu situs atau website resmi BPDKS. Informasi-informasi yang didapatkan berasal dari media mainstream atau website resmi dari lembaga-lembaga yang bekerjasama dengan BPDKS seperti perguruan tinggi ataupun kementerian terkait. Sepertinya belum ada situs resmi milik BPDKS yang bisa diakses masyarakat untuk mengetahui berbagai informasi terkait perkembangan pengelolaan dana pungutan kepala sawit.
Informasi-informasi yang mungkin ingin diketahui oleh publik antara lain: berapa besar dana pungutan yang sudah terkumpul, telah digunakan untuk apa saja, kegiatan apa yang telah dan akan dilakukan khususnya terkait pengembangan EBT berupa biodiesel, laporan keuangan dan hasil auditnya serta berbagai informasi terkait lainnya.
Sepertinya pemerintah harus lebih meningkatkan kesadarannya sehubungan dengan penyediaan informasi kepada publik terkait pengelolaan dana pungutan kelapa sawit yang dikelola BPDKS khususnya yang fokus pada pengembangan EBT biodiesel. Penyediaan informasi yang transparan dan akuntabel pada masyarakat oleh BPDKS mungkin saja menjadi perbandingan untuk menilai bagaimana nantinya bila terbentuk suatu Badan Pengelola Dana Ketahanan Energi yang berasal dari PERTAMINA.
Belum tersedianya situs resmi BPDKS untuk menyediakan informasi kepada publik, dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai pertanyaan dari berbagai pihak. Hal ini sangat mungkin akan merembet pada kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana ketahanan energi yang juga memiliki tujuan yang relatif sama dengan pengelolaan dana pungutan kelapa sawit, yaitu pengembangan EBT.
Mungkin saja hal ini masih bisa dimaklumi karena BPDKS baru saja terbentuk selama enam bulan. Namun sebaiknya harus segera menjadi perhatian. Harus secepatnya disediakan website resmi BPDKS yang menyediakan berbagai informasi yang transparan dan akuntabel kepada publik. Bila hal ini dibiarkan begitu saja maka akan makin banyak muncul pertanyaan dari publik. Misalnya apakah hanya sedikit dana yang berhasil dikumpulkan sehingga tidak cukup untuk membuat sebuah website resmi BPDKS? Apakah BPDKS tidak memiliki perangkat humas yang dapat memberikan informasi kepada publik secara online dan real time melalui website? Dan berbagai pertanyaan lainnya.
Di era informasi dan komunikasi yang saling terhubung satu sama lainnya saat ini, penyediaan informasi terbaru, transparan dan akuntabel menjadi salah satu ciri organisasi yang profesional dan bisa dipercaya oleh publik. Memiliki saluran informasi resmi seperti situs atau website resmi yang setiap saat bisa diakses oleh publik adalah sebuah keniscayaan, bahkan seharusnya menjadi kebutuhan organisasi yang modern. Apalagi bagi instansi pemerintah yang sumber dananya berasal dari pungutan masyarakat, maka hal ini menjadi sangat penting dan sangat mungkin menjadi salah satu tolak ukur kredibilitasnya dalam persepsi publik.