“Pak, Boleh minta tanda tangannya untuk anak saya?”. “O… boleh”. Demikian lah kurang lebih sayup-sayup yang saya dengar saat selesai berfoto dengan Presiden Jokowi. Seorang kompasianer (wanita) yang semeja dengan saya dan satu rombongan berfoto dengan Presiden Jokowi mengeluarkan selembar kertas yang bertuliskan “Selamat Ulang Tahun”. Kompasianer tersebut meminta Presiden Jokowi menuliskan “Untuk ………. (nama anak)” lalu memberikan tanda tangannya. Presiden Jokowi sama sekali tidak keberatan apalagi marah. Semua permintaan Kompasianer tersebut diturutinya!
Saya yang menyaksikan langsung dari dekat momen tersebut berasa campur aduk di dalam hati. Antara takjub melihat Presiden Republik Indonesia yang tidak sungkan memenuhi keinginan seorang rakyatnya, kagum dengan seorang ibu yang memberanikan diri membawa oleh-oleh dari Presiden untuk anaknya, khawatir diusir Paspampres karena masih ada rombongan yang hendak berfoto sehingga tidak sempat salaman dengan Presiden dan mengucapkan terimakasih, dan beberapa perasaan lainnya. Syukurlah Paspampres tidak buru-buru menyuruh kami pergi.
Saat berjalan kembali ke meja, terlihat Kompasianer tersebut memeluk Kompasianer wanita lainnya, ia terlihat sangat terharu dan bahagia. Ia tidak menyangka Presiden Jokowi bersedia mewujudkan keinginannya untuk memberikan hadiah yang spesial bagi anaknya. Rupanya hari itu adalah Hari Ulang Tahun Anak nya yang perayaannya ditunda karena sang Ibu memenuhi undangan makan siang dengan Presiden Jokowi. Saya ikut bahagia merasakan kebahagiaannya.
---
Saat Jokowi sudah berdiri didepan mic pengeras suara, kami mengira Jokowi akan berpidato sebagaimana layaknya suatu acara yang dihadiri oleh Presiden. Kami bersiap khusuk mendengarkannya, mencatat poin-poin penting dan menarik. Ternyata Jokowi hanya menyatakan agar semua yang hadir untuk makan terlebih dahulu. Seisi ruangan sontak riuh karena semua peserta tertawa lepas. Ketegangan yang sempat hadir sontak mencair. Selanjutnya semua mengikuti Jokowi untuk mengambil makanan. Mereka sampai tidak sadar bahwa disisi lain ruangan juga tersedia meja dengan makanan yang sama. Mungkin karena sudah lapar dan antrian yang mengikuti Jokowi sudah panjang, akhirnya banyak yang realistis memilih antri di meja lainnya.
---
Awalnya saya kira yang minta tanda tangan hanya beberapa oknum saja. Ternyata semakin banyak yang juga meminta kartu undangannya ditandatangani Jokowi. Paspamres terlihat serba salah. Tugasnya menjaga Presiden dari segala kemungkinan, sementara para peserta tampak sama sekali tidak sungkan mendekati dan berinteraksi dengan pemilik kekuasaan tertinggi di Republik Indonesia.
Saya pun akhirnya tergoda. Memiliki undangan makan siang dari Presiden RI adalah kenangan yang luar biasa, apalagi bila undangan tersebut juga ditandatangani langsung oleh Presiden. Saya bergegas mendekat kerumunan dimana Jokowi dengan sabar meladeni permintaan tanda tangan dari puluhan orang.
“Waduh, kasihan Bapak bakal kecape’an meladeni semuanya” Saya mendengar komentar dari seseorang. Hal ini menyentak saya. Saya lihat lagi Jokowi nampak begitu kerepotan meladeni antusias rakyatnya. Namun Jokowi dengan sabar memberikan tanda tangannya. Aura Jokowi yang ramah membuat semua orang tidak sungkan apalagi takut merangsek begitu dekat dengan tubuh Presiden RI.
Melihat pemandangan tersebut, saya urung melangkah lebih dekat. Saya putuskan tidak jadi ikut-ikutan meminta tanda tangan yang akan makin membuat sang Presiden kelelahan. Saya pun menjauh dan hanya memperhatikan momen yang sebenarnya sangat langka tersebut. Rupanya ada beberapa orang yang berpikiran sama dengan saya. Mereka tidak ikut-ikutan minta tanda tangan meskipun memancarkan aura keinginan yang kuat. Mereka menahan diri walau sepertinya memandang dengan iri.
---
Demikianlah beberapa hal unik yang saya amati selama kurang lebih dua jam dalam satu ruangan bersama Jokowi di Istana Presiden RI. Hal-hal kecil dan nampak remeh, namun sangat sentimentil memainkan hati orang-orang yang menyaksikan dan merasakannya. Saya melihat wajah-wajah yang kagum dengan sikap Presidennya. Mereka begitu gembira berada dekat dengan Presidennya bahkan tidak berjarak. Beberapa malah meneteskan air matanya, mungkin akibat rasa haru yang menderu.
Berulang kali saya melihat momen-momen dimana rakyat begitu dekat dengan Presiden Jokowi bahkan secara fisik sangat tidak berjarak. Dari wajah-wajah rakyat terlihat kegembiraan bercampur keharuan. Mungkin mereka tak habis pikir, “Kok bisa saya mendekat dengan seorang Presiden yang biasanya dikawal dengan begitu ketat bahkan tanpa kompromi dan terkesan kejam?”. Apalagi terjadi secara spontan tanpa diatur-atur oleh protokoler yang kaku. Namun momen-momen tersebut hanya saya saksikan di media seperti televisi, koran, majalah dan media on-line melalui internet.
Dan kali ini saya menyaksikan langsung momen yang persis sama secara live bahkan dari dekat. Ini mustahil pencitraan seperti yang sering dikatakan oleh beberapa kalangan. Tidak ada orang yang tahan bersandiwara dalam kehidupan ini dalam waktu yang lama. Tidak mungkin sebuah sikap setingan bisa persis sama dalam banyak momen di waktu dan tempat yang berbeda-beda. Ini hanya mungkin bila demikianlah sikap aslinya, yang terpancar dari dalam hati dan terbiasa diperintahkan oleh otak bawah sadar.
Sebagai aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) hal ini merupakan kesempatan yang langka bisa bertemu dan berinteraksi dengan Presiden Republik Indonesia yang merupakan pemimpin tertinggi birokrasi pemerintah Republik Indonesia, yang juga atasan paling tinggi dari semua ASN atau PNS di Republik Indonesia. Hobi menulis di Kompasiana membuat saya mendapatkan keberuntungan yang langka tersebut. Semua terjadi berkat kehendak Allah SWT. Terimakasih Kompasiana. Alhamdulillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H