Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPT versus Kartu Pemilih

5 November 2013   23:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:32 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seumur-umur ikut pemilu baru 3 kali. Pertama kali saat masih kuliah dijaman orde baru kalo gak salah tahun 1997, kedua saat setelah Suharto lengser keprabon sekitar tahun 1999, dan yang ketiga saat pemilihan presiden tahun 2004. Pemilu legislatif tahun 2004 golput karena memang tidak bisa memilih sebab tidak diberikan kartu pemilih, barulah untuk pemilu presiden 2004 tiba-tiba saya diberikan kartu pemilih oleh ketua RT setempat. Tahun 2009 benar-benar golput baik untuk pemilu legislatif maupun pemilu presiden, karena memang tidak bisa memilih sebab tidak punya kartu pemilih.

Ikut pemilu tahun 1997 karena terpaksa sebagai mahasiswa sekolah kedinasan milik pemerintah yang disarankan untuk memilih partai tertentu yang didukung oleh pemerintah. Barulah tahun 1999 ikut pemilu karena kesadaran ingin terjadi perubahan yang lebih baik bagi Indonesia. Setelah itu sudah tidak ada rasa terkait pemilu, apalagi tidak mendapatkan kartu pemilih dari pihak-pihak yang berwenang meskipun saya memiliki KTP dan Kartu Keluarga. Tahun 2004 diberikan kartu pemilih untuk pemilu presiden pun saat itu masih fifty-fifty apakah akan ikut memilih atau tidak, apakah saat dibilik suara akan punya pilihan atau tidak.

Saat pemilu-pemilu yang lalu saya sama sekali tidak ngeh atau tidak ambil pusing terkait yang namanya Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sama sekali tidak tahu apakah nama saya tercantum dalam DPT atau tidak dan sama sekali tidak ada keinginan untuk mengecek ke instansi terkait apakah nama saya ada diantara ratusan nama yang tercantum dalam DPT. Saat itu yang berperan besar mendorong untuk ikut atau tidak ikut pemilu adalah karena ada atau tidaknya kartu pemilih yang diberikan kepada saya. Tidak ada atau tidak diberikan kartu pemilih ya pasrah, diberikan kartu pemilih ya bisa jadi ikut datang ke TPS untuk memilih ataupun bisa jadi juga tidak apalagi bila sampai kelupaan.

Oleh karena itu saya masih bingung, sekarang ini ribut-ribut soal DPT itu untuk apaan ya? Apakah nama-nama yang ada dalam DPT itu dipastikan akan ikut pemilu atau minimal semuanya akan mendapatkan kartu pemilih? Trus kalau dapat kartu pemilih apakah mereka akan datang ke TPS-TPS? Trus kalau datang ke TPS dan sudah di dalam bilik suara, apakah mereka akan mencoblos salah satu, mencoblos lebih dari satu atau tidak mencoblos sama sekali? Suer, sampai sekarang masih gak ngerti blas mengenai ribut-ribut mengenai DPT, meskipun sudah berusaha ngikutin berbagai informasi dari berbagai media baik cetak, televisi, radio maupun internet. Patokan saya cuma satu, kalo dapat kartu pemilih ya ada kemungkinan ikut pemilu, kalo gak dapat atau gak dikasih kartu pemilih, yah apa mau dikata?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun