Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Miris: Kilah Ahok Terkait Pelanggarannya

3 Januari 2014   16:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:12 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari Jumat ini Ahok sang Wakil Gubernur DKI Jakarta mencederai citranya sendiri sebagai salah satu pimpinan tertinggi di DKI Jakarta. Ahok jelas-jelas melanggar Instruksi Gubernur DKI Jakarta yang yang melarang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pejabat di lingkungan Pemprov DKI untuk tak menggunakan kendaraan pribadi. Ahok menggunakan kendaraan dinasnya, Land Cruiser B 1966 RFR. Wakil Gubernur ini juga memastikan tidak akan beralih ke transportasi massal, saat berangkat dari kediamannya di Pantai Mutiara Jakarta Utara menuju Balaikota Jakarta (kompas.com). Ironisnya Ahok melanggar instruksi Gubernur tersebut di hari pertama pemberlakuannya.

Meskipun jelas-jelas melakukan pelanggaran, Ahok tidak habis amunisi untuk berkelit dan membenarkan tindakannya. Sepertinya Ahok mulai lupa bahwa posisinya sebagai orang nomor dua di DKI Jakarta, mewajibkannya untuk memberikan teladan dalam mentaati peraturan dan ketentuan yang dibuat oleh Pemerintah DKI sendiri. Bukankah masyarakat masih ingat bagaimana bersemangatnya Ahok yang membela konstitusi, bahkan siap mati demi terlaksananya konstitusi. Bila melaksanakan peraturan dari Gubernurnya sendiri ia ogah, bagaimana bisa Ahok akan membela konstitusi sampai mati? Bagaimana pula Ahok bisa memerintahkan anak buahnya agar mentaati peraturan bila ia sendiri adalah pelanggarnya? Apakah Ahok sudah berubah sehingga rasa malunya mulai terkikis?

Berbagai pernyataan Ahok yang berusaha memberikan pembenaran atas tindakannya melanggar instruksi Gubernur tersebut sangat mudah dipatahkan. Berikut beberapa alasan Ahok terhadap pelanggaran yang dilakukannya:

Banyak Pengawalan

"Habis pengawal semua banyak," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Jumat ini.
Selama ini, biasanya Basuki menggunakan sebuah mobil khusus untuk dirinya, mobil pengawal, dan sebuah motor pengawal Dinas Perhubungan DKI Jakarta
(kompas.com).

--

Bila alasannya banyak pengawal, tentulah jalan keluarnya dengan mengurangi pengawalan. Bila perlu Pak Wakil Gubernur minta dikawal Kopassus, cukup dua orang. Saya yakin bila Komandan Kopassus, Kasad atau Panglima TNI sekalipun tidak keberatan meminjamkan dua prajurit Kopassus terbaiknya untuk mengawal sang Wakil Gubernur. Apalagi cuma untuk sekali sebulan di setiap hari Jumat minggu pertama. Konon kabarnya seorang Kopassus setara dengan sepuluh prajurit biasa, dengan demikian Pak Wakil Gubernur tetap aman selama perjalanan meskipun tanpa banyak pengawalan.

Busway Trans Jakarta merepotkan, Harus Ganti Kendaraan Tiga Kali (kompas.com).

--

Bila Pak Wakil Gubernur kerepotan naik angkutan umum hanya satu hari dalam sebulan, bagaimana dengan masyarakat Jakarta yang sehari minimal dua kali harus merasakan kerepotan tersebut? Bukankah sebaiknya pemimpin sekali-sekali merasakan kesusahan yang dialami warganya? Siapa tahu dengan merasakan kesusahan tersebut Pak Wagub bisa prihatin pada nasib warganya lalu terpikirkan ide yang bisa membantu mengurangi kesusahan warganya. Bila tetap tidak sudi naik angkutan umum, bukankah bisa naik Bus jemputan pegawai pemda DKI? Mobil dinas cukup mengantarkan sampai tempat yang dilalui Bus jemputan. Saya yakin masyarakat dan semua pegawai yang merupakan bawahan Ahok saat ini akan salut dan bertambah hormat bila Ia mau bersikap rendah hati dan berusaha mentaati peraturan.

Instruksi Gubernur ditujukan kepada pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta, bukan ditujukan kepada gubernur maupun wakil gubernur.

--

Hello Pak Wagub. Ini sangat berkesan ngelesnya. Bila memang demikian semangat dari peraturan tersebut, bukankah seharusnya Pak Jokowi juga tidak perlu mentaatinya? Meskipun secara tertulis peraturan ini tidak berlaku untuk Gubernur dan Wakilnya, bukankah wajar jika Anda memberi contoh bagaimana menaati peraturan? Memang secara tekstual Ahok tidak melanggar peraturan tersebut, namun Ahok telah melanggar sesuatu yang lebih besar dari itu, yaitu melanggar kepercayaan dan harapan rakyat yang memilihnya menjadi pemimpin, dimana Ahok sangat dinantikan memberikan teladan dan contoh terdepat dalam berlaku bijak dan melaksanakan peraturan. Pemimpin yang memberi contoh langsung lebih dihormati daripada yang hanya berkoar-koar.  Bila semua pegawai di DKI Jakarta punya semangat yang sama seperti itu dalam memahaminya, berarti peraturan tersebut tidak berlaku untuk pegawai honorer pemda DKI. Para PNS DKI akan ramai-ramai meminta pegawai honorer atau orang lain mengantarkan mereka menggunakan mobil pribadi. Para PNS bisa ngeles dengan mengatakan mereka tidak membawa sendiri mobil pribadi ke kantor, mereka diantar oleh orang lain atau pegawai honorer. Mereka juga bisa berkelit bahwa mobil pribadinya sedang dipinjamkan, kebetulan yang meminjam tersebut berbaik hati mau mengantarkannya ke kantor. Bila kita mengesampingkan berbagai jurus berkelit tersebut, bukankah sangat elok bila pimpinan tertinggi di DKI yaitu Pak Jokowi-Ahok menjadi teladan terdepan dalam mentaati peraturan???

Instruksi Gubernur ini sama halnya dengan instruksi para pejabat dan PNS DKI untuk berolahraga setiap Jumat.

--

Mohon maaf ya Pak Ahok, alasan ini sangat terkesan mengada-ada dan bisa saja masyarakat menganggap Anda bodoh. Sebagaimana yang disosialisasikan Gubernur Jokowi dan jajarannya, Instruksi Gubernur tersebut bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan sekaligus polusi di Jakarta dan juga beberapa manfaat/tujuan lainnya. Bila semua pejabat dan pegawai DKI kompak yang sangat banyak itu mentaatinya, maka akan sangat berdampak signifikan mengurangi kemacetan/polusi walaupun cuma di hari Jumat di minggu pertama setiap bulannya. Hal ini sudah dibuktikan saat pemberlakuan car free day, dimana tingkat kemacetan dan polusi menjadi jauh berkurang. Selain itu hal ini bisa menjadi langkah awal bagaimana semua aparatur pemerintah memberikan contoh nyata pada masyarakat dalam mentaati peraturan dan memberi solusi mengatasi kemacetan. Menyamakannya dengan instruksi untuk berolahraga di Kantor setiap hari Jumat jelas sangat tidak masuk akal. Kedua instruksi ini sangat berbeda tujuan dan manfaatnya. Instrusi senam tidak memberikan efek langsung di masyarakat khususnya dalam mengurangi beredarnya kendaraan pribadi di jalan-jalan Jakarta yang menyebabkan kemacetan dan polusi udara.

--

Selain alasan-alasan diatas, Ahok juga memberikan jawaban yang ngawur terhadap kritik yang ditujukan padanya karena melakukan pelanggaran kepada Instruksi Gubernur. Jawaban tersebut sebagai berikut: "Coba kamu tanya, mau nggak mereka masuk kerja ikut saya. Kerja tanpa off lho." Ahok bercerita bahwa dirinya setiap hari selalu tiba di kantor pukul 07.30 WIB. Setelahnya, agendanya penuh dengan rapat non stop hingga malam.

"Rapat dari pagi, sampai makan siang saya rapat, sampai malam. Saya pulang paling malam. Coba tanya mereka, mau nggak ikut kerja kayak saya? Nggak ada," lanjutnya (Sumber).

Bukankah memang demikian resiko menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta? Apakah Ahok tidak menyadari resiko ini saat maju dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta? Beda jabatan jelas beda resiko dan banyaknya pekerjaan, Ahok tentu sangat mengerti hal ini. Makin tinggi jabatannya tentulah makin banyak yang harus dikerjakan, hal tersebut juga diiringi dengan berbagai fasilitas yang diberikan masyarakat DKI Jakarta kepada para pejabatnya terutama Gubernur dan Wakil Gubernur. Apalagi hal tersebut adalah sebagai konsekuensi janji-janji yang diumbar pada masyarakat saat kampanye yang menyebabkan Ahok terpilih menjadi Wakil Gubernur. Menyesalkah Ahok terpilih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta karena pekerjaannya yang sangat banyak? Bila memang merasa demikian, jalan terbaik tentunya sebaiknya Ahok sang Wagub DKI segera mengundurkan diri.

Sepertinya Ahok masih harus banyak belajar untuk bisa bersikap bijak layaknya seorang pemimpin. Ia mulai lupa bahwa pemimpin dihormati bukan hanya karena kinerja yang baik, akan tetapi juga bisa menunjukkan keteladanan kepada bawahan dan masyarakatnya. Pemimpin yang dengan mudahnya melanggar peraturan lalu berkelit dengan berbagai macam alasan dan pembenaran, akan kehilangan rasa hormat dari bawahan dan simpati dari masyarakat. Masa kerja Ahok sebagai Wagub DKI masih cukup lama, sekitar empat tahun lagi. Belum lagi ada potensi Ia akan menjadi Gubernur bila Jokowi dicalonkan sebagai Capres atau bahkan terpilih menjadi Presiden RI. Bila tidak berusaha menjadi bijak dan menghindari sifat arogan yang berlebihan, maka bisa jadi ia akan kehilangan dukungan, simpati dan rasa hormat dari bawahannya dan juga masyarakat. Hal tersebut hanya bisa diraih dengan sikap rendah hati dan keteladanan, seperti yang telah dilakukan Jokowi sang Gubernur. Arogansi tidaklah sama dengan ketegasan. Sikap Ahok terkait pelanggarannya terhadap instruksi gubernur dapat dirasakan sangat kental arogansinya. Bisakah Ahok melakukan instropeksi???

Sumber:

Ahok Tetap Pakai Mobil ke Kantor, Ini Reaksi Jokowi

PNS DKI Bersepeda, Basuki "Keukeuh" Naik Mobil Mewahnya

Tak Ikuti Instruksi Gubernur, Basuki Tolak Disebut Pembangkang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun