Sejak dulu hingga sekarang, penipuan kerap terjadi di masyarakat. Dulu penipuan menggunakan cara yang konvensional seperti datang atau bertemu langsung dengan calon korbannya, melalui telepon atau surat. Sekarang penipuan memanfaatkan teknologi canggih seperti melalui website, sms, email hingga media sosial seperti facebook. Modus-modus penipuan pun menjadi semakin bertambah banyak. Para penipu bisa menggunakan berbagai metode dari yang konvensional hingga yang modern dan canggih.
Walaupun sangat banyak modus dan cara untuk melakukan penipuan, namun dari sisi korban penipuan, terlihat ada pola atau ciri-ciri yang sama. Pola atau ciri-ciri tersebut adalah mereka yang tertipu disebabkan karena ketidaktahuan, keserakahan, atau kombinasi dari keduanya.
Tertipu karena ketidaktahuan
Hal ini terjadi karena korbannya tidak memiliki informasi yang cukup terhadap suatu hal. Sang korban menjadi kurang waspada sehingga percaya saja pada apa yang dikatakan dan melaksanakan apa yang diarahkan oleh sang penipu. Kasus-kasus penipuan ini seringkali menimpa mereka yang baru datang ke suatu tempat baru dan mereka yang belum tahu prosedur atau cara yang harus dilakukan.
Mereka yang pertama kali datang ke suatu tempat baru lebih rentan menjadi korban penipuan dari pada mereka yang sudah berkali-kali datang atau bahkan tinggal ditempat tersebut. Oleh karena itu harus ekstra waspada bila melakukan perjalanan ke tempat baru. Sebelum melakukan perjalanan, dapatkan informasi yang cukup mengenai segala sesuatunya. Bila memiliki keluarga, saudara atau kenalan di tempat yang baru, sebaiknya bertanya kepada mereka tentang segala sesuatu yang penting yang harus diketahui ditempat yang baru. Lebih baik lagi bila mereka mau mengantar ataupun menjemput. Bila tidak ada, maka sebaiknya bertanya pada mereka yang relatif bisa dipercaya, seperti datang ke kantor polisi ataupun ke tempat-tempat resmi yang dapat memberikan informasi yang akurat. Orang-orang yang berada di tempat-tempat tertentu juga bisa memberikan informasi dan bantuan yang dibutuhkan misalnya ditempat-tempat ibadah, di kantor-kantor pemerintah, sopir angkutan kota/bus, para pedagang atau pemilik toko.
Dalam perjalanan ke tempat baru, penulis seringkali bertanya pada jamaah atau pengurus masjid. Informasi yang didapatkan lebih akurat bahkan kadangkala mereka tidak keberatan untuk mengantarkan langsung. Bila tidak tahu jawabannya mereka juga tidak segan untuk membantu menanyakan pada orang lain atau memberi petunjuk siapa/tempat yang harus didatangi yang bisa membantu. Hal yang sama sepertinya tidak jauh berbeda dengan tempat ibadah lainnya di Indonesia.
Masyarakat yang tidak tahu terkait prosedur atau tata cara tertentu juga rentan menjadi korban penipuan. Ketidaktahuan ini menjadi jalan masuk yang memudahkan penipu beraksi. Contohnya adalah penipuan yang dialami mereka yang ATMnya tertelan. Karena tidak tahu informasi dan prosedur apa yang harus dilakukan, korban menjadi panik sehingga mudah percaya pada informasi yang tidak benar atau melakukan arahan dari penipu. Padahal bila mereka tahu nomor telpon resmi yang harus dihubungi, tentulah akan dengan mudah mengetahui bila ada nomor-nomor tidak jelas yang mengaku sebagai kontak pengaduan. Jelas tidak mungkin nomor kontak pengaduan resmi adalah nomor selurer. Contoh lainnya, mereka yang mendapatkan informasi mendapatkan hadiah undian baik via sms maupun email. Korban seringkali percaya saja pada informasi tersebut karena tersedia nomor telepon dan website yang memuat informasi. Apalagi setelah mengunjungi website benar tercantum namanya sebagai penerima hadiah. Korban tidak tahu bahwa website tersebut adalah palsu. Apalagi korban/masyarakat banyak yang tidak tahu perbedaaan antara website resmi dan palsu.
Mereka yang mendapatkan informasi-informasi yang menggiurkan tersebut seharusnya terlebih dahulu melakukkan pengecekan untuk memastikan benar tidaknya. Bisa bertanya dengan keluarga, kerabat, kenalan ataupun mengeceknya di internet. Di internet bisa didapatkan informasi mengenai website resmi suatu perusahaan/pemerintah. Juga banyak tersedia informasi mengenai penipuan-penipuan yang sejenis.
Tertipu karena keserakahan
Penipu tahu betul bagaimana memanfaatkan kelemahan manusia dari sisi keserakahan. Setiap orang tentu sangat senang mendapatkan hadiah, membeli barang yang murah, mendapatkan barang gratis dan sebagainya. Oleh karena itu modus penipuan ini seringkali sukses mendapatkan korbannya. Karena terlalu senang mendapat informasi melalui sms, telepon, email, atau surat yang menyatakan mendapatkan hadiah barang atau uang, korban menjadi berkurang kewaspadaannya. Korban lupa bahwa ia tidak pernah mengikuti even undian apapun, mustahil tiba-tiba mendapatkan hadiah. Korban juga tidak sadar untuk melakukan pengecekan keberbagai pihak, ia hanya mengikuti arahan dari informasi yang menggembirakan tersebut. Apalagi jika korban benar-benar merasa mengikuti undian dimaksud, hal ini akan makin membuatnya bergembira berlebihan. Korban jadi lupa untuk dengan seksama memperhatikan informasi dan melakukan pengecekan yang lebih teliti kepada pihak-pihak yang berwenang diluar dari informasi sepihak yang diterimanya. Korban baru sadar setelah menyerahkan atau mentransfer sejumlah uang sedangkan hadiahnya tidak kunjung datang.
Bila ada informasi yang menyatakan mendapatkan hadiah sebaiknya jangan buru-buru bergembira. Tanyakan pada diri sendiri apakah memang pernah ikut undian tersebut, minta pendapat dari keluarga/kenalan, dan pastikan apakah informasi berasal dari pihak resmi. Sangat banyak perbedaan antara informasi resmi dan palsu, misalnya yang resmi tidak akan pernah meminta transfer uang untuk membayar pajak, tidak terburu-buru harus hari itu juga, dan diumumkan di media resmi. Namun hal-hal ini seringkali diabaikan, korban terlalu senang dan bergembira sehingga mengabaikan akal sehat.
Tertipu karena kombinasi antara ketidaktahuan dan keserakahan
Selain kedua hal diatas yaitu tertipu karena ketidaktahuan dan keserakahan, kombinasi keduanya makin mempermudah untuk menjadi korban penipuan. Mereka yang memang tidak tahu menahu mengenai informasi yang benar lantas mendapatkan informasi yang menyenangkan yaitu mendapat hadiah besar (misalnya dapat hadiah Rp100juta) namun hanya perlu membayar pajar Rp10juta, akan memperlancar aksi penipuan. Korban yang tidak memiliki pengetahuan akan adanya penipuan dengan modus tersebut, tidak tahu prosedur pengecekan informasi yang benar, ditambah sangat bergembira bisa mendapatkan uang banyak hanya dengan pengorbanan yang sedikit, akan dengan senang hati secepatnya menuruti permintaan dan arahan dari sang penipu.
Mereka yang menjadi korban penipuan, pada hakekatnya telah kehilangan kontrol diri dalam beberapa saat. Hal ini bisa diakibatkan ketidaktahuan, kegembiraan yang berlebihan (keserakahan) ataupun kombinasi keduanya. Semua itu bisa diupayakan untuk dicegah dengan mencari informasi dari berbagai pihak yang bisa dipercaya. Juga dengan mengendalikan diri untuk tidak mudah terpancing pada informasi/tawaran-tawaran yang menggiurkan dimana akan mendapatkan hadiah besar dengan pengorbanan yang minimal. Waspadalah! Waspadalah!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H