Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Salahkah Jika Jokowi Calon Presiden?

9 Maret 2014   02:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:07 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makin dekat waktu ke penyelenggaraan pemilu 2014, makin banyak komentar dari para tokoh dan masyarakat, khususnya yang terkait dengan pencalonan seseorang untuk menjadi presiden. Yang paling banyak mendapatkan komentar baik dukungan maupun ketidaksetujuan adalah Joko Widodo yang saat ini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Mencermati pernyataan dan komentar dari mereka yang tidak mendukung atau tidak setuju bila Jokowi menjadi calon presiden pada pilpres di tahun ini, beberapa diantaranya terasa kental sekali kebencian dan ketidaksukaannya secara pribadi kepada Jokowi. Mungkin mereka-mereka itu, pernah merasakan kekecewaan mendalam terhadap Jokowi sehingga menjadi terobsesi untuk say no terhadap apapun yang terkait dengan Jokowi. Bisa jadi karena masih tidak terima jagoannya kalah dalam pilkada Jakarta yang dimenangi Jokowi-Ahok, mungkin juga ada yang merasa kepentingannya terganggu terkait apa yang telah dilakukan Jokowi selama menjadi Gubernur, atau juga sekadar alergi karena Jokowi bukan berasal dari partai idolanya.

Berikut beberapa komentar dari mereka yang tidak setuju bila Jokowi menjadi calon presiden pada pilpres di tahun ini. Komentar-komentar tersebut mudah sekali dipatahkan karena tidak didukung oleh argumentasi dan fakta yang kuat.

Selesaikan dulu masa jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta

Hal ini seringkali terlontar dari para pendukung calon presiden lainnya. Mungkin mereka sadar, kepopuleran dan elektabilitas Jokowi berada jauh di atas jagoannya. Bila sampai Jokowi maju menjadi calon presiden, maka peluang jagoannya untuk menang menjadi semakin kecil.

Komentar seperti ini terasa sekali standar gandanya. Berapa banyak tokoh yang melakukan hal yang serupa namun tidak ada yang ribut dan mempermasalahkannya. Ada bupati yang belum selesai masa jabatannya mencalonkan diri jadi gubernur. Ada gubernur suatu provinsi mencalonkan diri menjadi gubernur di provinsi lain. Ada anggota DPR yang belum selesai masa jabatannya loncat pagar menjadi menteri. Ada menteri/pejabat yang mundur sebelum waktunya demi ambisi menjadi presiden, ada pejabat yang mundur dari jabatannya karena tidak jadi wakil menteri. Apalagi sampai sekarang Jokowi belum memberikan statement apapun terkait dengan kesetujuannya untuk menjadi calon presiden. Sangat berbeda dengan beberapa orang yang secara vulgar sangat berambisi menjadi presiden, baik melalui statement terbuka hingga memasang poster dan iklan. Mereka bahkan terlihat sangat pede hingga mengabaikan berbagai survey yang menyatakan elektabilitasnya yang rendah.

Jadi Gubernur Jakarta saja tidak becus, kok mau jadi Presiden?

Komentar nyinyir seperti ini sangat banyak beredar di dunia maya, dalam status facebook ataupun kicauan twitter. Yang membuat lucu, mereka tidak mempunyai standar apa yang disebut tidak becus dan mana yang becus dalam konteks kota Jakarta. Apakah ini berarti mereka menganggap Gubernur Jakarta sebelumnya lebih becus dibanding Jokowi. Bila memang demikian, mengapa Gubernur incumbent tidak lagi dipercaya oleh masyarakat meskipun didukung oleh mayoritas partai politik yang berkoalisi di putaran kedua pilkada Jakarta? Bagaimana penilaian mereka terhadap mantan Gubernur Jakarta yang juga dikabarkan berambisi menjadi calon presiden pada pilpres mendatang?

Mereka seolah tutup mata dengan keberhasilan yang telah dilakukan Jokowi, seperti penertiban Pasar Tanah Abang yang telah puluhan tahun terkesan diabaikan karena banyak kepentingan yang bermain, penertiban rumah susun yang berada dalam penguasaan mafia sehingga tidak bisa dimanfaatkan masyarakat yang membutuhkan. Yang selalu dilihat adalah macet dan banjir Jakarta, padahal sebelum Jokowi pun sudah menjadi agenda rutin di Jakarta. Yang diributkan adalah monorel dan MRT yang tak kunjung dilaksanakan, padahal proyek tersebut dicetuskan sebelum Jokowi ada di Jakarta.

Yang banyak dilupakan adalah, Jokowi dikenal sebagai pejabat yang merakyat sejak ia menjadi walikota Solo, di mana berhasil membangun wilayahnya menjadi lebih baik. Membuat trenyuh hati banyak rakyat tatkala mengetahui usaha manusiawi Jokowi dalam menertibkan pedagang pasar dan kaki lima. Bukannya dengan cara kekerasan, namun dilakukan sebagai ajang festival kebudayaan.Hal ini membuat banyak masyarakat menginginkan sentuhan Jokowi di daerah/kotanya, hingga akhirnya menang di Pilkada Jakarta. Lantas bila banyak rakyat yang menginginkan Jokowi sekalian saja menjadi Presiden biar seluruh Indonesia bisa dibenahi dan mendapat sentuhan Jokowi seperti tatkala menangani Kota Solo, apakah hal ini salah? Saya, anda, dan kita semua yang menolah emangnya bisa apa???

Mungkin saja, banyak rakyat yang sadar bahwa membenahi Kota Metropolitan Jakarta tidak cukup hanya dengan kekuatan, kekuasaan dan wewenang Gubernur. Seorang Presiden dengan kekuasaan dan wewenang yang lebih besar tentu saja bisa membuat Jakarta dan sekitarnya bisa cepat lebih baik dan maju. Dan kemungkinan masyarakat melihat, sosok Presiden yang tepat, yang bisa mewujudkan semua itu adalah sosok seperti Jokowi.

Jokowi Terlalu Ambisi Menjadi Presiden

Pernyataan dan komentar ini sepertinya adalah puncak keputusasaan mereka yang merasa tidak punya cara lagi untuk membendung seorang Jokowi untuk menjadi Presiden. Mereka sama sekali mengabaikan, bahwa Jokowi belum bicara apapun termasuk menyatakan kesediaannya secara langsung untuk dicalonkan menjadi Presiden. Selama ini yang terdengar nyaring adalah dari para pendukung Jokowi, bahkan tokoh-tokoh non parpol ataupun dari parpol yang berbeda dengan Jokowi kerap memberikan dukungannya untuk Jokowi menjadi presiden, termasuk tokoh-tokoh dari parpol lain yang ketuanya berambisi menjadi presiden.

Justru masyarakat melihat yang sangat berambisi menjadi presiden bukanlah Jokowi, melainkan tokoh-tokoh lain. Mereka yang mengiklankan dirinya sebagai calon presiden secara terang-terangan baik yang merupakan ketua parpol, elit parpol ataupun tokoh non parpol. Ada parpol yang mengadakan konvensi dan sejenisnya dalam rangka mencari capres yang akan diusung dari partainya, walaupun belum tentu pemenang konvensi akan mendapat dukungan penuh. Justru mereka-mereka inilah yang terang-terangan sangat berambisi menjadi presiden, meskipun secara popularias dan elektabilitas masih sangat memprihatinkan. Bahkan ada yang dengan begitu pedenya mengklaim mendapatkan boarding pass menjadi capres pada pilpres mendatang. Meskipun demikian, anehnya banyak yang tidak ribut dan meributkan hal ini ambisi tokoh-tokoh tersebut. Apalagi track record tokoh-tokoh tersebut belum terbukti, seperti berhasil mengelola sebuah daerah menjadi lebih baik, setidkanya seperti yang telah dilakukan Jokowi di Kota Solo. Namun yang selalu diributkan dan dicap berambisi justru hanya Jokowi. Terasa aneh bukan?

===

Bila kita setuju dengan konsep demokrasi yang mengakomodasi suara rakyat, mengapa kita harus gusar bila memang banyak rakyat yang mendukung Jokowi menjadi capres? Bila memang tidak setuju pada suatu tokoh misalnya Jokowi, setidaknya kemukakanlah ketidaksetujuan secara cerdas dengan menerapkan standar yang sama untuk semua tokoh yang namanya disebut-sebut sebagai capres mendatang. Jangan asal nyinyir, asal tidak suka apalagi karena sentimen pribadi atau dendam yang mendalam. Demokrasinya manna? :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun