Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ngeri... Membayangkan Banyak Dinda-Dinda Versi Lain

18 April 2014   21:04 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Saya tidak tahu apa alasan manusia untuk saling membunuh,

tetapi untuk saling menolong apa perlu alasan yang logis?” Detektif Conan

Dinda kini sedang menjadi buah bibir dan trending topik pembicaraan dan pembahasan dimana-mana. Di media sosial, media mainstream hingga media blog keroyokan seperti Kompasiana. Dinda marah-marah pada wanita hamil yang minta diberikan tempat duduk saat dalam perjalanan menggunakan kereta. Ada yang tidak simpatik dan marah-marah dengan sikap dinda tersebut, namun ada juga yang mencoba memaklumi atau bahkan membelanya.

Saya sendiri mengambil posisi menyesalkan sikap dinda tersebut. Namun yang paling saya sesali adalah adanya orang-orang yang memaklumi bahkan membela sikap dinda yang tidak toleran dan tidak peduli dengan wanita hamil. Kenyataan ini sangat menyedihkan karena dilakukan oleh generasi muda dan terjadi di Indonesia yang katanya manusianya relatif sopan dibandingkan orang-orang khususnya generasi muda di negara-negara sekuler. Sangat mengerikan lagi bila pembelaan yang diberikan pada Dinda, justru akan memperbanyak dinda-dinda baru di Indonesia, tidak hanya di angkutan umum berupa kereta api, namun juga terjadi di angkutan publik lainnya semisal bus kota.

Dalam kekesalannya Dinda menuliskan di media sosial:

"Benci sama ibu-ibu hamil yang tiba-tiba minta duduk. Ya gue tahu lw hamil tapi plis dong berangkat pagi. Ke stasiun yang jauh sekalian biar dapat duduk, gue aja enggak hamil bela-belain berangkat pagi demi dapat tempat duduk. Dasar emang enggak mau susah.. ckckck.. nyusahin orang. kalau enggak mau susah enggak usah kerja bu di rumah saja. mentang-mentang hamil maunya dingertiin terus. Tapi sendirinya enggak mau usaha.. cape dehh," #notetomyselfjgnnyusahinorg!!

Bisa jadi dalam situasi yang sama saat ada nenek-nenek renta yang meminta tempat duduknya Dinda akan bersikap yang sama:

"Benci sama nenek-nenek renta yang tiba-tiba minta duduk. Ya gue tahu lw renta tapi plis dong berangkat pagi. Ke stasiun yang jauh sekalian biar dapat duduk, gue aja enggak renta bela-belain berangkat pagi demi dapat tempat duduk. Dasar emang enggak mau susah.. ckckck.. nyusahin orang. kalau enggak mau susah enggak usah kerja nek di rumah saja. mentang-mentang renta maunya dingertiin terus. Tapi sendirinya enggak mau usaha.. cape dehh," #notetomyselfjgnnyusahinorg!!

Atau saat ada penyandang cacat, kalimatnya akan menjadi:

"Benci sama orang cacat yang tiba-tiba minta duduk. Ya gue tahu lw cacat tapi plis dong berangkat pagi. Ke stasiun yang jauh sekalian biar dapat duduk, gue aja enggak cacat bela-belain berangkat pagi demi dapat tempat duduk. Dasar emang enggak mau susah.. ckckck.. nyusahin orang. kalau enggak mau susah enggak usah kerja pak/bu di rumah saja. mentang-mentang cacat maunya dingertiin terus. Tapi sendirinya enggak mau usaha.. cape dehh," #notetomyselfjgnnyusahinorg!!

Bila makin banyak orang-orang seperti Dinda khususnya generasi muda yang berlaku demikian di kereta, bus kota atau angkutan umum lainnya, akan jadi apa Indonesia ke depan? Begitu mengerikannya.

Mereka yang menggunakan angkutan umum, bila mau belajar atau mau membaca, seharusnya tahu etika di dalam angkutan umum. Dimana-mana selalu ada tulisan berupa himbauan untuk mendahulukan orang tua, penyandang cacat, ibu hamil dan mereka yang membawa anak kecil. Bila tidak setuju atau tidak mau melaksanakan himbauan tersebut sebenarnya juga tidak akan menjadi heboh bila si Dinda tidak sampai menyebarkan kemarahan/kekesalannya di media sosial yang bisa diakses oleh publik. Walaupun menggunakan hastag #notetomyselfjgnnyusahinorg namun hal itu jelas basa-basi karena sengaja menunjukkannya ke ruang publik. Jadi wajar bila banyak yang mengecamnya. Dinda bisa saja berlaku seperti para pengecut lainnya misalnya dengan pura-pura tidur, sibuk membaca atau sibuk main ponsel/gadget. Dinda juga bisa menolak dengan tegas bila memang sedang sakit kakinya, apa susahnya menjawab: “maaf bu, kaki saya sedang sakit”, maka tidak akan ada yang mengecam sikap dinda tersebut.

Sejatinya apa yang dilakukan dinda bukanlah kontroversi karena sudah jelas standar etika dan sopan santunnya di masyarakat. Justru mereka yang membela sikap Dinda atau bahkan mendukungnya lah yang akan makin memperbanyak orang-orang seperti Dinda. Sangat mengerikan Indonesia ke depannya kalau memang terjadi demikian.

Setiap orang yang pernah sekolah atau bisa membaca semestinya tahu mengapa harus bersikap toleran dan mengalah dengan wanita hamil. Silahkan baca diberbagai literatur atau bertanya pada dokter, pasti akan tahu bahwa wanita hamil sangat rentan mengalami masalah dalam kesehariannya apalagi jika dalam perjalanan. Oleh karena itu dalam angkutan publik selalu ada himbauan untuk mengutamakan mereka, bahkan seringkali ada tempat khusus untuk wanita hamil. Sayangnya selalu ada dan banyak pribadi-pribadi egois yang tidak mau mengalah pada wanita hamil.

Menyalahkan wanita hamil mengapa masih kerja juga, mengapa tidak datang lebih pagi, mengapa tidak datang ke stasiun awal agar dapat tempat duduk bukanlah sifat mereka yang memiliki hati. Bila memang demikian logikanya, tentulah himbauan di kereta/angkutan umum akan menjadi :”WANITA HAMIL AGAR DATANG LEBIH PAGI, DATANG KE STASIUN AWAL, ATAU TIDAK USAH KERJA DAN JALAN-JALAN MENGGUNAKAN ANGKUTAN UMUM” Tentu mereka yang pikirannya sehat, merasa aneh dan tidak akan setuju dengan himbauan tersebut.

Fenomena Dinda, dan juga dinda-dinda yang lainnya adalah tanda-tanda nyata makin maraknya ketidakpedulian dengan orang lain bahkan lingkungan sekitar. Kita tidak bisa menghindari munculnya pribadi-pribadi tersebut di masyarakat, namun setidaknya kita tidak harus sampai membela apalagi mendukung sikap yang seperti Dinda lakukan kepada wanita hamil.

Mungkin suatu saat, sikap-sikap toleran dan saling membantu seperti yang dikatakan Detektif Conan dalam kutipan di awal artikel hanya akan menjadi cerita fiksi. Tapi kita yang masih peduli dapat berusaha agar hal tersebut tidak makin cepat terjadi dengan tidak mendukung/membela sikap Dinda. Kita dapat menjadikan kisah Dinda sebagai contoh buruk yang harus dihindari oleh diri kita sendiri, keluarga dan anak-anak kita. Ceritakan kisah ini di rumah, media sosial, dalam artikel dan di sekolah-sekolah, agar tidak makin banyak pribadi-pribadi seperti Dinda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun