Mohon tunggu...
Amir Santoso
Amir Santoso Mohon Tunggu... Freelancer - SEO Specialist | SEO Content Writer

Penyuka binatang yang juga gemar memainkan gitar di waktu senggang serta sesekali menikmati kegiatan berkemah bersama teman-teman.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Spoiler Blade Runner 2049: Pencarian Jati Diri di Dunia Pasca-Apokaliptik

24 Januari 2025   01:15 Diperbarui: 24 Januari 2025   01:15 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
K dan Joi dalam pencarian jati dirinya (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes )

Udah hampir setahun sejak gue terakhir nonton Blade Runner 2049 lewat laptop Lenovo Ideapad T460 yang sering mati-matian, di tengah kamar gelap yang cuma diterangi cahaya layar. AC di kamar yang dinginnya sampe bikin leher kaku, dan suara kipas yang berisik banget kayak suara angin lewat kota futuristik. Gak ada yang lebih pas buat nyelami dunia K yang sepi dan penuh keraguan selain suasana yang kayak gini. Kadang, gue ngerasa film ini bukan cuma soal masa depan yang penuh teknologi canggih, tapi lebih ke rasa kesepian dan pencarian makna yang bisa banget lo rasain di kehidupan lo sehari-hari.

Jadi, film Blade Runner 2049 ini gak cuma tentang teknologi dan replikant. Sebenernya, ini film yang ngebahas pertanyaan hidup yang lebih dalam. Apa sih arti hidup, dan gimana kita bisa merasa hidup? Gimana kita nentuin siapa kita, dan apa yang membedakan kita sama mesin?

Dari awal film, lo udah bisa ngerasain sepi yang menekan banget, terutama saat lo ngeliat K, karakter utama yang diambil peran oleh Ryan Gosling. K, meskipun dia seorang Blade Runner, yang tugasnya menangkap replikant yang melanggar hukum, ternyata juga seorang replikant. Dia nggak cuma melawan orang lain, tapi juga berjuang dengan pertanyaan besar tentang dirinya sendiri. Di dunia yang penuh dengan kehampaan itu, K ngerasa dia cuma alat yang diatur dan diprogram. Gue bisa ngerasain banget gimana K berjuang, karena dalam kehidupan kita sehari-hari, kita kadang juga merasa seperti itu, terjebak dalam rutinitas yang udah ditentukan orang lain dalam Dunia pasca-apokaliptik.

K, di tengah-tengah kota apokalips (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes))
K, di tengah-tengah kota apokalips (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes))

Joi, teman virtual yang K miliki, berfungsi kayak penghibur, tapi kita tahu hubungan mereka kosong. Joi adalah program yang dibuat buat jadi teman K, tapi dia nggak nyata. Setiap kali K ngobrol sama Joi, dia merasa nyaman, tapi ada sesuatu yang hilang. Itu yang gue rasain juga kadang dalam kehidupan kita yang serba digital ini. Ketika kita lebih banyak berinteraksi lewat layar daripada secara langsung, kita bisa ngerasa seperti K yang berhubungan sama sesuatu yang kita tau bukan nyata, tapi tetap ada perasaan yang muncul. Seolah-olah, kita semua berusaha mengisi kekosongan dengan hal-hal yang, meskipun bisa memberi kenyamanan, nggak bisa memberikan kita makna hidup yang sesungguhnya.

Ana De Armas sebagai Joi (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes)
Ana De Armas sebagai Joi (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes)

Masalah K makin rumit saat dia nemuin kenangan masa kecil yang terasa asli, yang ternyata nggak sesuai dengan pemrograman yang biasa dia alami. Dan dari sini, film mulai bawa kita ke pertanyaan yang lebih besar tentang siapa kita sebenernya. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialis, bilang kalau "Existence precedes essence" yang berarti, kita nggak dilahirkan dengan esensi yang sudah ditentukan, kita baru menemukan diri kita sendiri melalui tindakan dan pilihan kita. K pun menghadapi masalah yang sama, dia merasa seperti dia nggak punya esensi atau makna, karena hidupnya diatur oleh program. Tapi saat dia mulai mencari jawabannya, dia sadar, esensinya masih bisa ditemukan. Pilihan-pilihan yang dia buat itu yang mulai mendefinisikan siapa dia.

Saat K ketemu sama Rick Deckard (Harrison Ford), yang jadi tokoh utama di film pertama, lo mulai ngerasain kalau film ini bukan cuma soal siapa manusia dan siapa replikant, tapi juga tentang identitas, perasaan, dan pilihan. Deckard, yang udah banyak berurusan sama replikant, juga memberikan perspektif manusiawi tentang hidup dan cinta. Di satu bagian, Deckard bilang ke K, "You know, you've got the makings of a good man." Itu kalimat yang mungkin keliatannya sederhana, tapi sebenarnya sangat penting. Deckard yang udah ngalamin banyak hal, akhirnya mengakui bahwa K, meskipun replikant, punya potensi untuk jadi lebih dari sekadar mesin. Ini mirip dengan apa yang gue rasain tentang banyak orang di dunia ini, kadang kita ngerasa gak penting, kita ngerasa nggak punya tempat, atau bahkan kita ngerasa kita bukan siapa-siapa. Tapi, seperti K, kita punya potensi untuk lebih, bahkan jika itu kadang kita gak bisa lihat sendiri.

Harrison Ford sebagai Rick Deckard (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes)
Harrison Ford sebagai Rick Deckard (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes)

Ada satu titik penting yang mengingatkan gue pada filosofi Friedrich Nietzsche tentang will to power keinginan untuk mengatasi batasan dan berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri. Nietzsche bilang, "He who has a why to live can bear almost any how." Artinya, kalo kita tahu alasan hidup kita, kita bisa menghadapi segala kesulitan. K, di film ini, berjuang mencari why, kenapa dia ada di dunia ini, dan kenapa hidupnya penting. Terkadang, kita juga merasa nggak punya alasan yang jelas, atau kita merasa seolah hidup kita cuma untuk ngikutin aturan. Tapi seperti K, kita perlu menemukan why-nya, dan itu bisa jadi alasan kita bertahan dan berkembang.

Gue juga teringat pada teman gue, yang baru-baru ini merasa dia nggak berguna. Dia merasa seperti entitas yang gak dipedulikan, gak punya tempat, dan gak punya tujuan. Dia sempat cerita kalau dia merasa gak penting, sama seperti K yang merasa kehidupannya gak berarti. Tapi yang gue rasa, dia punya hak untuk memilih, untuk bebas. Dia punya hak untuk merdeka, dan dia punya hak untuk mengubah hidupnya. Teman gue ini sempat ngomong kalau dia pengen naik gunung, untuk mencari kedamaian dan melarikan diri dari rutinitas yang ngebelenggu. Mungkin itu kedengeran kayak pelarian, tapi kadang kita butuh itu, kita butuh mencari ruang untuk menemukan kembali siapa kita, tanpa tekanan dunia luar yang terus-menerus menghantui.

Film ini juga ngajarin gue tentang pentingnya kebebasan untuk menentukan pilihan kita sendiri. Kalau kita terus terjebak di dunia yang penuh dengan tekanan dan ekspektasi orang lain, kita bisa kehilangan diri kita. K bisa menemukan sedikit kebebasan saat dia mulai memilih jalannya sendiri. Sama kayak teman gue yang pengen pergi ke gunung, untuk menemukan kedamaian dan kebebasan. Bahkan dalam dunia yang serba digital ini, kita masih punya pilihan-pilihan untuk mencari tempat yang bisa memberi kita makna.

Gue ngerasa ini jadi cerita tentang pencarian diri, tentang perjuangan untuk merasa hidup, dan tentang mendapatkan kebebasan itu sendiri. Seperti kata Albert Camus, filsuf yang terkenal dengan pandangan absurditasnya, "In the midst of winter, I found there was, within me, an invincible summer." Meskipun dunia sekitar kita penuh dengan kebingungan dan kekacauan, kita masih bisa menemukan makna dan tujuan dalam diri kita sendiri. K mungkin bukan manusia, tapi pencarian makna hidup yang dia lakukan itu manusiawi banget. Ini film yang ngajarin kita buat gak takut mencari kebebasan kita sendiri, walaupun perjalanan itu susah dan penuh dengan keraguan.

Jadi, Blade Runner 2049 itu bukan cuma soal teknologi dan masa depan, tapi lebih ke perjalanan batin manusia yang bisa banget kita relate. K berjuang untuk menentukan siapa dia, dan itu adalah perjuangan yang bisa kita alami juga dalam hidup kita sehari-hari. Film ini ngingetin kita buat terus bertanya pada diri kita sendiri, "Siapa gue?" dan, yang lebih penting, "Apa yang gue cari di hidup ini?" Karena kadang, jawabannya bukan sesuatu yang langsung ketemu, tapi justru ada dalam perjalanan kita untuk mencarinya.

K dan Joi dalam pencarian jati dirinya (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes )
K dan Joi dalam pencarian jati dirinya (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes )

Setelah itu, cerita semakin dalam dan semakin menantang. K mulai menemukan lebih banyak petunjuk tentang masa lalunya, yang ternyata bukan hanya tentang dia sebagai individu, tetapi juga tentang sesuatu yang lebih besar. Ada satu momen di mana dia akhirnya bertemu dengan Dr. Ana Stelline (Carla Juri), seorang ilmuwan yang bertugas menciptakan kenangan buatan untuk replikant. Dan di sini, kita mendapatkan twist yang cukup besar, yaitu kenyataan bahwa kenangan yang K anggap sebagai miliknya ternyata adalah hasil dari rekayasa, kenangan buatan yang sengaja disisipkan ke dalam dirinya.

Tapi, yang lebih mengejutkan lagi adalah pengakuan bahwa K mungkin bukan orang yang spesial dalam sejarah replikant. Ternyata, petunjuk tentang "anak yang lahir" yang selama ini dia kejar ternyata bukan miliknya, dan inilah saat yang membuat dia benar-benar ragu tentang siapa dirinya. Ternyata, K bukan orang yang dipilih untuk membawa harapan baru bagi dunia, seperti yang dia kira sebelumnya. Kenangan itu, yang selama ini dia pikir asli, hanyalah sebuah ilusi.

K yang mengunjungi Dr. Ana Stelline (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes )
K yang mengunjungi Dr. Ana Stelline (Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes )

Pernah gak sih lo ngerasa selama ini lo jalanin hidup dengan tujuan yang lo pikir bener, tapi kemudian lo dapet kenyataan kalau itu semua mungkin nggak seharusnya lo pilih? Gue pernah ngerasain itu. Kadang, kita terlalu yakin dengan keputusan kita, terlalu percaya bahwa kita punya misi besar di dunia ini, sampai akhirnya kita terbangun dari ilusi itu dan ngerasa kosong. Dan dalam kasus K, rasa kosong itu semakin dalam ketika dia tahu kalau dia cuma bagian dari eksperimen, bukan sosok yang bisa merubah dunia seperti yang dia bayangkan.

Di sini, gue pikir, kita bisa nyambung dengan filosofi Sren Kierkegaard yang bilang, "Life can only be understood backwards; but it must be lived forwards." Artinya, kita baru bisa memahami hidup kita dengan jelas setelah kita lewatkan, setelah kita merenung. Dan buat K, dia baru sadar kalau sepanjang hidupnya, dia udah berjalan di jalur yang salah. Dia percaya bahwa dirinya adalah seseorang yang spesial, tapi kenyataannya dia cuma bagian dari eksperimen yang lebih besar, dan itu yang membuat dia merasa kehilangan arah. Ketika dia sadar kalau dia bukan orang yang terpilih, saat itulah dia memulai pencarian yang lebih penting: bukan lagi soal siapa dirinya, tapi apa yang bisa dia lakukan dengan hidup yang dia miliki sekarang.

Namun, meskipun dia tahu bahwa dirinya bukan orang yang punya tujuan besar, K tetap memilih untuk berjuang demi kebebasan. Di sini, kita bisa liat bahwa meskipun dunia penuh dengan ketidakpastian, pilihan kita tetap penting. Kita bisa merubah takdir kita, meskipun kita sering merasa seperti hidup kita udah diatur oleh kekuatan yang lebih besar dari diri kita. Dan ini yang ngebawa kita ke satu filosofi Jean-Paul Sartre lagi yang bilang, "Man is condemned to be free." Artinya, kebebasan itu adalah kutukan. Kita bebas untuk memilih, tapi seringkali kebebasan itu datang dengan beban yang berat. K bebas untuk membuat pilihan, meskipun pilihan itu gak pernah mudah dan penuh dengan konsekuensi.

Ketika film ini mendekati klimaks, lo bisa ngerasa ketegangan yang meningkat. K, yang merasa kehilangan harapan tentang dirinya, akhirnya harus memilih untuk berjuang demi satu hal yang dia rasa masih berharga, kebebasan. Bahkan ketika dia tahu, takdir yang dia pikir akan dia tentukan ternyata bukan miliknya untuk dikendalikan, dia tetap memilih untuk memberi makna pada hidupnya. Gue rasa, inilah yang menghubungkan film ini dengan kehidupan kita sehari-hari. Meskipun kita sering merasa dunia ini gak adil, atau kita cuma ada di posisi yang nggak seharusnya, kita masih punya kebebasan untuk memilih bagaimana kita menjalani hidup kita, bahkan di tengah ketidakpastian.

K menyadari siapa dirinya(Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes )
K menyadari siapa dirinya(Sumber: Cuplikan gambar dari trailer Blade Runner 2049 di Rotten Tomatoes )

Sama kayak teman gue yang sempat merasa hidupnya nggak punya arti, K akhirnya memutuskan untuk berjuang untuk kebebasannya. Mungkin dia nggak bisa mengubah dunia, atau jadi orang yang punya tujuan besar seperti yang dia kira, tapi dia bisa memilih bagaimana dia menjalani hidupnya. Dia bisa memutuskan untuk menjadi lebih dari sekadar mesin. Pilihan yang dia buat, meskipun sulit dan penuh keraguan, adalah langkah menuju kebebasan. Ini mungkin jadi pelajaran yang kita semua butuhkan, bahwa meskipun dunia ini penuh dengan kebingungan, kita tetap bisa memilih untuk mencari makna dalam perjalanan kita.

Dan di bagian akhir film, kita bisa liat K yang udah menjalani perjalanan panjang, berjuang untuk menemukan siapa dirinya, akhirnya memilih untuk menyerah pada nasib dan memberikan harapan baru kepada orang lain. Meskipun dia bukan anak yang terpilih, dia memilih untuk melindungi orang yang menurutnya punya potensi untuk mengubah dunia. Gue rasa, ini adalah salah satu momen yang paling manusiawi dalam film ini: K memilih untuk memberikan sesuatu yang berharga, meskipun dia tahu bahwa dia sendiri gak akan pernah benar-benar merasakannya.

Film ini nggak cuma mengajarkan kita tentang teknologi, replikant, dan masa depan. Ini tentang kita, tentang pencarian makna hidup, dan tentang bagaimana kita bisa memilih untuk menemukan kebebasan kita sendiri. Mungkin kita gak punya jawaban pasti untuk pertanyaan besar tentang hidup ini, tapi perjalanan kita untuk mencarinya adalah bagian yang penting. Seperti kata Martin Heidegger, "Why are there beings at all, instead of nothing?" kenapa ada kehidupan sama sekali, kenapa kita ada? Mungkin kita gak akan pernah tahu jawabannya, tapi pencarian itu yang membuat kita hidup. Seperti K, meskipun dia bukan manusia, perjalanan batinnya adalah perjalanan yang sangat manusiawi, dan itu yang bikin Blade Runner 2049 terasa begitu relevan dengan kehidupan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun