Timnas Indonesia U-16 Juara Piala AFF Tahun 2018. Tropy AFF U-16 yang pertama diraih Indonesia, sejak tahun 2002 Thailand dan Vietnam adalah Timnas yang terbanyak memperoleh tropy masing-masing 3 kali juara.
Pada partai Final yang berlangsung hari Sabtu 11 Agustus 2018 di stadion  Gelora Delta Sidoarjo Indonesia mengalahkan Thailand 4 - 3 (1-1)  melalui adu tendangan pinalti.
Keberhasilan meraih Tropy AFF U-16 ini sekaligus kado Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke 73.
Keberhasilan meraih Tropy ini disambut suka cita seluruh rakyat Indonesia, pujian dan sanjungan diberikan kepada anggota timnas asuhan pelatih Fahkri Husaini.
Antusiasme masyarakat ini disebabkan oleh keringnya prestasi timnas selama ini, setelah Tropy AFF U-19 Tahun 2013 lalu pada era Ivan Dimas Darmono asuhan Indra Safri, baru tahun 2018 sepakbola memberikan kegembiraan bagi masyarakat Indonesia.
Seperti era-era sebelumnya, antusiasme masyarakat terhadap timnas muda masa depan dengan harapan dapat melanjutkan kejayaan ke Timnas Senior karena yang terjadi saat ini berjaya di level Junior U-16, U- 19 dan U-23 dan hilang seketika dan nyaris tidak terdengar nama-nama  pada level senior. Hal ini harus disikapi dengan bijak oleh para Pengurus PSSI untuk dapat mengelola pemain sesuai level umur dan dengan pembinaan yang terpogram dan berjenjang akan menghasilkan timnas yang berada pada level atas pada tingkat Asia Tenggara, Asia bahkan Dunia.
Perjalanan masih panjang, untuk mencapai level senior setidaknya Bagus Kaffi dkk butuh 5 - 10 tahun lagi. Untuk mencapai level senior dan masuk Timnas, ada 3 penghalang (penyakit) yang bisa menghambat perkembangan pemain bahkan bisa mengakhiri karier pada usia muda.
1. Star Syndrom
Eforia ini memang ndak bisa kita cegah, akan tetapi agar bisa dikelola dengan baik karena banyak para pemain muda dengan popularitas yang datang tiba-tiba kehilangan  motivasi dan hilang pula talenta yang ada dan bahkan dilupakan orang.
2. Tekanan Publik
Para pemain level junior seharusnya tidak terlalu dibebankan harus juara, para pemain bermain dengan tanpa beban dan bersenang-senang bermain tropy itu ibarat bonus semata, melainkan pembinaan dan pengembangan pemain lebih penting makanya timnas-timnas tradisional di Eropa malah pada level Junior mereka tak terdengar, tapi pada level Senior mereka sudah matang. Yang perlu dipahami juga tidak seluruh pemain U-16 ini dapat mencapai level tinggi, dari 23 pemain mungkin hanya 3-5 pemain yang mampu bersaing kedepan.Â
3. Program Jangka Panjang
Banyak proyek  program jangka panjang telah dicoba PSSI, diantaranya yang penukis ingat PSSI Garuda tahun 80-an era Marzuki Nyakmat, pemusatan latihan beetahun-tahun di Brasil, PSSI Primavera era Kurniawan Julianto yang pemusatan latihan di Italia  bahkan ikut terdaftar di kompetisi Primavera Italia (liga tingkatan Juniot di Italia), selanjutnya PSSI Bareti juga di Italia, Program SAD di Uruguay dan banyak lagi penulis udah lupa. Banyak pemain yang muncul saat itu digadang-gadang akan berhasil di Timnas Senior selanjutnya seperti kita ketahui hilang ditelan masa.
Berbeda dengan di Eropa, para pemain dikembalikan ke klub karena setiap klub punya akademi sepakbola sehingga kebugaran dan program pembinaan terus berjalan.
Demikian tiga permasalahan yang dapat menghambat perkembangan para pemain muda Indonesia, mudah-mudahan dapat pencerahan dan kedepan muncul Timnas Indonesia yang bisa Tanpil pada level Asia dan Dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H