Menurut Wahbah Al-Zuhaili pengangkatan anak (tabanni) yaitu pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya, kemudian anak tersebut dinasabkan kepada dirinya. Pengangkatan anak dalam pengertian demikian jelas bertentangan denganÂ
Hukum Islam, maka unsur menasabkan seorang anak kepada orang lain yang bukan nasabnya harus dibatalkan. Sedangkan Muhammad Ali al-Syais mengemukakan pendapat bahwasanya pengangkatan anak adalah seseorang mengangkat anak orang lain untuk dijadikan anak sendiri, dengan mengubah statusnya menjadi anak kandung sehingga berlakulah seluruh ketentuan hukum yang berlaku atas anak kandung terhadap anak tersebut
Dalam Islam, adopsi anak diperbolehkan tetapi dengan beberapa syarat. Pertama, anak yang diadopsi harus diberi nama keluarga yang sesuai dengan keluarga yang mengadopsinya, tetapi hubungan biologisnya dengan keluarga biologisnya harus dijaga. Kedua, anak yang diadopsi tidak boleh diwariskan secara otomatis sebagai anak kandung. Dan ketiga, ketika anak yang diadopsi dewasa, dia harus diberitahu bahwa dia diadopsi untuk menghindari masalah pewarisan.
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI) juga mengatur adopsi anak. Menurut KHI, adopsi anak diperbolehkan dengan syarat-syarat yang serupa dengan yang disebutkan dalam perspektif Islam secara umum. Anak yang diadopsi harus diberi nama keluarga yang mengadopsi, hubungan biologis dengan keluarga biologisnya harus dijaga, dan adopsi tersebut tidak boleh mengubah status hukum pewarisan secara otomatis. Namun, aturan ini mungkin bisa berbeda di negara-negara dengan aturan hukum Islam yang berbeda atau diatur oleh lembaga atau organisasi Islam yang berbeda.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa adopsi anak diperbolehkan dalam Islam dengan beberapa syarat. Salah satunya adalah mengubah status hukum anak yang diadopsi menjadi anak angkat, yang berarti dia tidak secara otomatis mewarisi harta dari keluarga yang mengadopsi. Anak yang diadopsi juga harus diberi nama keluarga yang mengadopsi, tetapi hubungan biologisnya dengan keluarga biologisnya harus dijaga. Fatwa ini memberikan panduan bagi umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan proses adopsi.
Dalam Islam, adopsi anak diperbolehkan tetapi dengan beberapa syarat. Pertama, anak yang diadopsi harus diberi nama keluarga yang sesuai dengan keluarga yang mengadopsinya, tetapi hubungan biologisnya dengan keluarga biologisnya harus dijaga. Kedua, anak yang diadopsi tidak boleh diwariskan secara otomatis sebagai anak kandung. Dan ketiga, ketika anak yang diadopsi dewasa, dia harus diberitahu bahwa dia diadopsi untuk menghindari masalah pewarisan.
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI) juga mengatur adopsi anak. Menurut KHI, adopsi anak diperbolehkan dengan syarat-syarat yang serupa dengan yang disebutkan dalam perspektif Islam secara umum. Anak yang diadopsi harus diberi nama keluarga yang mengadopsi, hubungan biologis dengan keluarga biologisnya harus dijaga, dan adopsi tersebut tidak boleh mengubah status hukum pewarisan secara otomatis. Namun, aturan ini mungkin bisa berbeda di negara-negara dengan aturan hukum Islam yang berbeda atau diatur oleh lembaga atau organisasi Islam yang berbeda.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa adopsi anak diperbolehkan dalam Islam dengan beberapa syarat. Salah satunya adalah mengubah status hukum anak yang diadopsi menjadi anak angkat, yang berarti dia tidak secara otomatis mewarisi harta dari keluarga yang mengadopsi. Anak yang diadopsi juga harus diberi nama keluarga yang mengadopsi, tetapi hubungan biologisnya dengan keluarga biologisnya harus dijaga. Fatwa ini memberikan panduan bagi umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan proses adopsi.
Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Perdata Barat :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Bugerlijk Weetboek (BW) yang berlaku di Indonesia tidak mengenal lembaga adopsi, yang diatur dalam KUHPerdata adalah adopsi atau pengangkatan anak diluar kawin yaitu yang terdapat dalam Bab XII bagian ke III Pasal 280 sampai dengan Pasal 290 KUH Perdata. Namun ketentuan ini bisa dikatakan tidak ada hubungannya dengan adopsi, karena pada asasnya KUHPerdata tidak mengenal adopsi.
Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Nasional :
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007: Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Islam, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengadopsi anak:
1. Membuat perjanjian adopsi secara jelas: Prosedur adopsi harus dilakukan dengan jelas dan transparan, termasuk persetujuan dari semua pihak yang terlibat.
2. Mempertahankan hubungan biologis: Anak yang diadopsi harus diinformasikan tentang asal-usulnya dan hubungannya dengan keluarga biologisnya harus dijaga.
3. Memberi nama keluarga yang mengadopsi: Anak yang diadopsi harus diberi nama keluarga yang mengadopsi, namun, tetap mempertahankan nama aslinya jika dimungkinkan.
4. Tidak mengubah status hukum pewarisan secara otomatis: Anak yang diadopsi tidak boleh secara otomatis mewarisi harta dari keluarga yang mengadopsi.
5. Memperlakukan dengan adil: Anak yang diadopsi harus diperlakukan dengan adil seperti anak kandung dalam segala hal, termasuk hak-hak dan tanggung jawab.
Syarat-syarat ini bertujuan untuk memastikan bahwa adopsi dilakukan dengan memperhatikan kepentingan dan hak-hak anak serta menjaga ketertiban keluarga dan hukum Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H