Rasa malu merupakan sebuah perasaan yang sejatinya menahan seorang anak adam untuk melakukan sesuatu yang tiidak seharusnya ia lakukan. Akan tetapi, rasa malu seringkali disalahartikan sebagai sebuah perasaan yang menahan diri seseorang untuk dapat berkembang lebih jauh, yang padahal perasaan itu adalah perasaan takut yang mengalami pembiasan menjadi rasa malu karena memang keduanya serupa.
Tapi apakah rasa malu memang penting untuk dimiliki di era sekarang ini?
Pernahkah kamu merasa malu ketika melakukan sebuah kesalahan yang padahal tidak menyalahi norma atau aturan tertentu, seperti saat kamu tersandung kaki meja dan terjatuh sehabis presentasi di depan kelas? Atau ketika kamu ketahuan sedang bernyanyi di kamar mandi oleh temanmu yang tiba-tiba berkunjung dan disuruh langsung masuk oleh orang tuamu.
Meskipun yang kamu lakukan bukanlah suatu tindakan yang bertentangan dengan norma yang ada, tapi jelas bahwa itu adalah perasaan yang timbul karena kamu telah melakukan sesuatu yang tak seharusnya kamu lakukan.
Tapi sadarkah kamu? Jikalau malu juga bisa dirasakan sebelum kamu melakukan suatu hal yang akan merugikan dirimu sendiri? Penulis sendiri pernah beberapa kali merasakannya, salah satunya ketika penulis hendak membayar cetak MMT untuk sebuah projek yang mana penulis ditawari sebuah nota kosong yang bisa diisi sesuka hati sehingga bisa meraup sedikit keuntungan pribadi.
Dikarenakan pada saat itu penulis masih seorang idealis yang seringkali mengkritik perbuatan korupsi yang ada di negeri ini, akhirnya menyebabkan penulis merasa malu untuk menerima dan alhasil terhindar dari praktik manipulasi data keuangan yang merupakan sebuah tindak korupsi, meskipun nominalnya tak seberapa.
Lalu, apa hubungannya rasa malu dengan pelecehan seksual yang kerap melibatkan perempuan sebagai korbannya?
Meskipun saat ini penulis belum menemukan penelitian yang menguji korelasi dari kedua hal tersebut, tapi penulis berkeyakinan bahwa rasa malu memanglah memberikan dampak yang signifikan terhadap maraknya peristiwa pelecehan seksual yang terjadi baik secara daring maupun luring.
Sebagai contoh, ketika seorang laki-laki memiliki adab dan rasa malu untuk tidak berkomentar buruk dan melecehkan perempuan yang ada di hadapannya, maka pelecehan seksual tidak akan terjadi.
Contoh lainnya, ketika seorang perempuan memilih untuk mengenakan pakaian yang tidak terlalu ketat atau terbuka di depan umum karena memiliki rasa malu untuk menarik perhatian, ia dapat membantu melindungi dirinya dari pelecehan seksual. Sebaliknya, ketika seseorang kehilangan rasa malu dan memilih untuk berpakaian terbuka, risiko menjadi korban pelecehan seksual bisa meningkat.
Akan tetapi, hal ini tak sejalan dengan realita yang ada mengingat kian mengikisnya rasa malu yang dimiliki anak muda masa kini yang kita kehilangan suatu penghalang penting yang dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual.
Jadi, jelas, jawaban untuk pertanyaan pertama adalah iya, perasaan malu memang harus dan akan senantiasa harus dimiliki oleh setiap orang, apapun zamannya. Hal ini disebabkan oleh rasa malu yang bisa membuat seseorang lebih sadar akan batasan-batasan pribadi mereka dan akan berefek mengurangi keberanian seseorang untuk melakukan tindakan yang tidak pantas. Dengan kata lain, Tuhan menanamkan rasa malu ke dalam hati setiap manusia sebagai pengingat bahwa ia adalah seorang manusia, bukan hewan atau iblis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H