Di India contohnya, perempuan di sana tidak memiliki kedudukan yang setara dengan para laki-laki yang ada. Banyak diantaranya yang sampai dibuang hanya karena orang tuanya berpikiran bahwa perempuan hanyalah aib dan yang mereka butuhkan adalah anak laki-laki sebagai penerus keluarga.
Selain di India, di Indonesia juga masih ada beberapa tempat yang warganya berpikiran jikalau wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya perempuan hanya akan menjadi seorang ibu rumah tangga setelah menikah. Bahkan tak jarang juga ditemui orang tua yang memilih untuk menikahkan anak perempuannya di usia belia sehingga ia tidak dapat merasakan indahnya bangku SMA.
Kesalahpahaman yang lain adalah banyak orang yang masih berpikiran bahwa hanya perempuan sahaja yang bisa dan boleh mendukung feminisme. Mereka menganggap bahwa laki-laki tak berhak untuk ikut campur dan menjustifikasi laki-laki yang membantu memperjuangkan feminisme memiliki kelainan seksual.
Padahal, jikalau menilik ajaran di hampir semua agama yang ada, hampir semuanya menunjukkan kepeduliannya terhadap perempuan dan berusaha untuk menunjukkan kepada dunia bahwa perempuan itu memiliki derajat yang cukup tinggi.
Dan jikalau kita menelisik sedikit lebih jauh, tidak ada seorangpun nabi yang merendahkan perempuan, yang membuktikan bahwa deskriminasi jenis kelamin akan selalu ada dan feminisme akan senantiasa dibutuhkan di segala macam zaman. Tentu sahaja, ini hanya berlaku untuk feminisme yang asli, yang tidak dicemari oleh kepentingan pribadi atau golongan dan tidak menjadi alat kampanye politik pihak tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H