Terhitung hampir 13 bulan lamanya, PSSI belum juga mengizinkan segala bentuk pertandingan di tengah ancaman virus corona. Ketidakpastian mengenai kapan dimulainya kompetisi sepakbola bergengsi di Tanah Air itu, mau tidak mau membuat para penghuni tribun melemarikan atribut klub kebanggaan mereka.Â
Tidak ketinggalan, para pemain juga terkena imbas dari molornya kompetisi. Kondisi tersebut tak dapat dipungkiri telah membuat sebagian dari pemain lebih memilih mencari kepastian dengan cara hengkang (ada juga yang dipinjamkan atau bertahan hidup dengan melakoni pertandingan antar kampung) untuk bergabung ke klub-klub sepakbola di negara tetangga---kebanyakan Malaysia dan Thailand---atau bahkan di luar Asia Tenggara.
Seperti dilansir dari Bola.com (7/10/2020), beberapa nama-nama legiun asing yang hengkang karena menolak untuk renegosiasi kontrak, yakni: Oh In-kyun (Arema), Arthur Cunha (Persipura), Nicola Asceric (Persik), Petteri Pennanen (Persikabo), dan Rafael Gomes de Oliveira (Persela).
Sebenarnya masih banyak nama-nama pemain asing yang memutuskan angkat kaki dari persepakbolaan Tanah Air. Bukan cuma pemain asing saja, beberapa pemain lokal pun turut meninggalkan klub lamanya untuk mengadu nasib di negeri orang (klub luar negeri).
Seperti dikutip dari CNNIndonesia.com (3/2/2021), nama-nama lokal seperti; Ryuji Utomo yang dilepas Persija Jakarta untuk dipinjamkan ke klub Malaysia, Penang FC. Syahrian Abimanyu yang kontraknya tidak diperpanjang Madura United.
Kemudian diambil Johor Darul Ta'zim lalu dipinjamkan ke klub Australia, New Castle Jets. Todd Rivaldo Ferre dari Persipura Jayapura ke Lampang FC. Dan, Saddil Ramdani dari Bhayangkara FC ke Sabah FA (Malaysia).
Meski fenomena perpindahan pemain/pelatih dari satu klub ke klub lain, sebenarnya bukan menjadi sesuatu yang baru. Sebab, klub sepakbola (maupun olahraga lain) tak ubahnya seperti perusahaan yang membutuhkan karyawan dengan keterampilan ciamik guna mencapai target (goal) yang telah ditentukan.
Dengan demikian, terjadinya perpindahan pemain dapat dilihat dari dua sisi. Sisi pertama (yang sudah dijelaskan di atas) tidak lain adalah keputusan dari Managemen klub, seperti: meminjamkan pemain, memutus/tidak meneruskan kontrak pemain (klub bangkrut atau karena kualitas pemain). Kedua, karena keinginan dan pertimbangan pribadi pemain itu sendiri---tidak perlu disebutkan berbagai dalih secara rinci.
Kalau kita jeli, sebenarnya jarang sekali klub sepakbola yang memiliki pemain loyal, dan juga sebaliknya, hampir jarang ditemui pemain yang dipertahankan oleh klub dengan status "kontrak permanen". Â
Berangkat dari seluk beluk kehidupan didalam industi sepakbola yang kadung sudah dianggap "wajar" tersebut. Secara tidak disadari, sebenarnya terdapat keunikan.
Yang bagi penulis patut untuk ditelusuri. Yakni, mengenai status kehormatan tertinggi yang dimiliki oleh beberapa pemain, meskipun pemain tersebut sering bergonta-ganti klub. Salah satu contohnya ialah Bambang Pamungkas, sang legenda Persija---penulis sempat kesal dengan keputusannya hengkang, dan merumput ke Pelita Bandung Raya, kala itu.
Gugurnya persepsi umum yang menganggap bahwa kesetiaan pemain pada klub, sebagai satu-satunya faktor yang dapat mengantarkan pemain mendapat gelar "legenda".Â
Tak pelak, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam benak penulis, yakni; Adakah syarat-syarat mutlak agar gelar "legenda" layak diberikan kepada pemain/pelatih?, dan siapa yang berhak menentukan? Apakah fans klub, atau komentator olahraga, atau bahkan ditentukan oleh para penulis seperti saya?Â
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "legenda" memiliki arti yakni: "cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah" dan "tokoh terkenal".Â
Dari kedua arti tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kata "legenda" mengacu pada nama seseorang atau tempat yang memiliki daya pikat, juga menyimpan histori bagi sebagian orang.
Definisi "legenda" yang terdapat di atas, tidak lalu membuat kita dapat sekonyong-konyong menjadikannya sebagai tolok ukur untuk menentukan secara sepihak siapa saja pemain yang berhak mendapatkan gelar tersebut. Dalam hal ini, penulis juga menahan diri agar tidak beropini seenak jidat, seperti halnya ketika kita memberi julukan kepada para pemain lokal berbakat dengan sebutan; Messi-nya Indonesia, atau CR-nya Indonesia, dsb.
Sah-sah saja sebenarnya, bila kita berasumsi bahwa pemain legendaris harus memiliki jasa besar, dicintai fans dan loyal terhadap klub yang dibelanya.Â
Nama-nama beken seperti: Boaz Solossa bagi Persipura, Bambang Pamungkas (sudah disebutkan di awal), dan Cristian Gonzales bagi Arema, walaupun ketiganya tidak berhasil memenuhi satu dari ke-tiga syarat di atas. Atau contoh pemain "legenda" yang memenuhi ketiga syarat, yakni: Gianluigi Buffon dan Alessandro Del Piero bagi Juventus.
Melihat hal tersebut, penulis merasa tidak puas jika hanya mengandalkan penilaian subyektif dari klub, fans, dan mungkin pengamat sepakbola sekalipun. Sebab, masing-masing dari mereka pasti memiliki standarnya sendiri dalam menilai siapa saja pemain yang layak disebut "legenda". Berbeda halnya jika terdapat lembaga yang sah; menentukan syarat-syarat mutlak; kesepakatan bersama; dengan bertujuan untuk memberi gelar "legenda" kepada pemain.Â
Amat disayangkan, asosiasi sepakbola terbesar seperti FIFA, AFC, dsb hanya sekedar memberikan penghargaan terhadap pemain-pemain terbaik, terkecuali AFC (sepengetahuan penulis).
Pada 2020 lalu, laman Instagram @theafchub sempat mengejutkan menulis karena mengunggah delapan slide gambar di satu postingan. Yang mana, pada masing-masing gambar dipasang foto-foto pemain, dan memiliki judul berbeda di atasnya.Â
Di slide pertama, diberikan judul bertuliskan "Asean Legend" dengan empat foto pemain asia tenggara yakni, Neil Etheridge (Filipina), Soh Chin Aun (Malaysia), Kiatisuk Senamuang (Thailand), Le Cong Vinh (Vietnam), dan Bambang Pamungkas (Indonesia). Tidak cuma itu, terdapat deksripsi yang tampak seperti menjelaskan ke delapan gambar tersebut, yakni bertuliskan:
"Introducing the teams for the AFC's inaugural Fantasy Football 5-a-Side Tournament.
- Which is your favourite five-some from these 8 line-ups of legends?"
Belum jelas mengenai maksud dari gambar-gambar tersebut. Kiranya, perlu untuk melakukan verifikasi langsung kepada pihak AFC mengenai hal tersebut.Â
Pasalnya, jika AFC saja berani melegitimasi beberapa pemain sebagai "legenda". Secara tidak langsung, lembaga tersebut memiliki pertimbangan/tolok ukur yang kuat, ketimbang pemberian gelar "legenda" oleh klub, atau fans kepada pemain mereka sendiri.Â
Tidak menutup kemungkinan, suatu hari nanti kita akan menyaksikan diselenggarakannya penganugerahan pemain "legenda". Sama seperti acara tahunan yang bergengsi.
Kendati belum banyak diulik oleh para penikmat sepakbola di Tanah Air---meskipun ada, itu pun harus dicari dengan tingkat kesabaran yang tinggi. Untuk itu, penulis menaruh harap agar tulisan ini dapat dikoreksi, kalau perlu ditambahkan dengan dalil-dalil ilmiah agar pembahasan tidak terasa kering.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H