Mohon tunggu...
Amira Yuniar Rachmawati
Amira Yuniar Rachmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Tahun Angkatan 2020

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Profesionalisme Guru PAUD di Era Digital

20 April 2022   21:18 Diperbarui: 20 April 2022   21:27 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada usia dini, anak memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Tahap awal merupakan tahap awal yang paling penting dan mendasar dalam pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Salah satu ciri anak usia dini adalah periode emas, yaitu saat potensi anak berkembang paling pesat (Suryana, 2018). Pendidik anak usia dini merupakan salah satu bentuk respon terhadap penelitian tentang masa keemasan usia ini. Hal ini sejalan dengan definisi guru PAUD berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa PAUD adalah pekerjaan bimbingan belajar bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun, dengan memberikan stimulasi pendidik untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. agar anak-anak kita siap memasuki lembaga pendidikan lebih lanjut (Direktorat PAUD, TT).

Pendidikan anak usia dini didefinisikan oleh National Association for the Education of Young Children (NAEYC) sebagai anak usia 0 sampai 8 tahun (Brewer, Jo Ann, 2007). Sedangkan menurut undang-undang no. Nomor 20 Tahun 2003 (Nurhafizah, 2011) menyebutkan bahwa anak kecil adalah anak yang berusia antara 0 dan 6 tahun. Secara hukum, pendidikan formal, nonformal, dan nonformal juga mengembangkan anak usia dini (Dirjen PAUD, TT). Jalur Formal adalah Taman Kanak-Kanak (TK) / Raudhatul Atfal (RA) dan sederajat lainnya. Jalur pendidikan nonformal adalah Tempat Penitipan Anak (TPA) dan sederajat lainnya, Kelompok Bermain (KB) dan sederajat lainnya, PAUD-Sejenis (SPS). Saluran informal adalah pendidik yang diberikan secara langsung atau tidak langsung oleh orang tua dan masyarakat kepada anak. dari kedua pengertian yang ada diatas ada perbedaan rentang usia yang disebut dengan anak usia dini.

Pendidikan anak usia dini merupakan awal dari pendidikan yang lebih tinggi dan kunci peningkatan kualitas bangsa. Salah satu hal yang menghasilkan pembentukan anak yang berkualitas adalah dukungan guru yang profesional. Guru PAUD adalah pendidik profesional yang fokus mendidik, membina, membimbing, melatih, menilai, mengevaluasi dan memiliki landasan keilmuan yang kokoh dalam tumbuh kembang anak. Guru PAUD di era digital adalah profesional yang membutuhkan berbagai persyaratan untuk memastikan profesinya berfungsi dengan baik. Kebutuhan industri terus berkembang mengikuti tuntutan zaman. Di era digital saat ini, guru PAUD profesional perlu menambahkan persyaratan pada apa yang sudah mereka miliki sebelumnya. Dengan mengacu pada literatur otoritatif yang cukup banyak dan melakukan analisis deskriptif, kasus ini lebih fokus pada kebutuhan guru PAUD di era digital.

Salah satu cara mencerdaskan kehidupan bangsa adalah melalui pendidikan. Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya di bidang pendidikan, seperti pembenahan peraturan perundang-undangan, pembenahan kurikulum, peningkatan anggaran, pembenahan dan penyempurnaan sarana dan prasarana (Hadianto & Santoso, 2017). Pada Rakernas 2018, Sri Mulyani yang menjadi "Keynote Speaker" juga menyatakan bahwa "kemajuan suatu negara dalam keterbelakangan pengajaran sebenarnya ditentukan oleh tiga faktor yaitu pendidikan, kualitas kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur" (Ristekdikti, 2018). .2018).

Guru adalah pendidik profesional yang utamanya mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi, dan memiliki landasan keilmuan yang kokoh dalam perkembangan anak. Sebagai guru PAUD yang profesional, Anda dituntut untuk memiliki kualifikasi akademik, kemampuan, ijazah pendidikan, kesehatan jasmani dan rohani, serta kemampuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pribadi, profesional, pendidikan, dan sosial. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan untuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma, agama, budaya, dan kepercayaan anak, sesuai dengan kebutuhan psikologis anak, dan menampilkan diri sebagai pribadi. Orang yang berkarakter baik (Direktorat PAUD. 2011).

Kualitas kepribadian guru tercermin dalam perilakunya, yaitu cinta yang tulus kepada anak, kesabaran, ketenangan, keceriaan, dan perhatian; kepekaan, daya tanggap, dan rasa humor terhadap perilaku anak, menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan bijaksana, Berpenampilan bersih, sehat, dan rapi; berperilaku santun, menghormati dan melindungi anak, menghormati anak tanpa membedakan keyakinan, ras, budaya, jenis kelamin, bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, dan norma sosial yang berlaku di masyarakat, serta membina anak untuk menghormati agama. dan sikap budaya lain, integritas dan tanggung jawab untuk tugas, misalnya (Nurhafizah, 2010).

Era digital adalah dimana dunia pendidikan perlu mengikuti perkembangan teknologi yang berkembang pesat dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai fasilitas yang semakin canggih untuk mempermudah proses pembelajaran (Suryana, 2013). Selain itu, diharapkan dengan adanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini pola pikir pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru akan bergeser menjadi anak sebagai pusat utama.

Untuk menciptakan kegiatan belajar yang menarik, guru harus memahami minat dan kebutuhan anak, memahami berbagai tahapan perkembangan anak dan bagaimana anak belajar. Kostelnik yang dikutip oleh Rozalena & Kristiawan (2017) menjelaskan bagaimana anak berkembang dan bagaimana anak belajar, yaitu anak berkembang secara holistik, anak berkembang secara simultan, proses perkembangan anak bervariasi dari orang ke orang, anak adalah pembelajar yang aktif, dan belajar anak dipengaruhi oleh pematangan. , belajar anak dipengaruhi oleh lingkungan, setiap anak belajar berbeda, anak belajar melalui kombinasi pengalaman fisik, interaksi sosial dan refleksi, dan anak belajar melalui bermain.

Guru profesional yang bercirikan keempat kompetensi di atas (kompetensi personal, kompetensi profesional, kompetensi mengajar dan kompetensi sosial) kembali dipertanyakan. Artinya, apakah standar kompetensi tersebut masih mencukupi, atau sudah tidak memadai lagi sehingga perlu ditingkatkan.

Dilihat dari waktu perumusan standar yaitu sekitar tahun 2008 yang baru berumur 9 tahun, nampaknya rumusan standar tersebut dirumuskan ketika memasuki era digital. Anggapan ini benar karena kriteria kompetensi pedagogik dan sosial tersebut di atas sudah memasukkan unsur teknologi digital. Kompetensi mengajar meliputi kebutuhan untuk menggunakan teknologi pembelajaran; penggunaan fungsional teknologi komunikasi dan informasi mencakup kompetensi sosial. Teknologi memang artifisial, tetapi teknologi memiliki ciri khas sejak lahir, yaitu:

Pertama, sistematis, dirancang dalam sistem yang kompleks, dan ada bagian yang saling terkait dan berurutan. Sebuah sistem akan muncul dan berfungsi seperti yang diharapkan.

Kedua, netralitas karena sangat tergantung pada desain dan siapa yang menggunakannya. Jika orang yang merancangnya termasuk sistem, program, atau menu yang baik, maka orang yang menggunakannya baik, dan jika program, sistem, atau menu itu buruk, maka orang yang menggunakannya juga buruk. Berkaitan dengan itu, pemberian wawasan yang nyata dan komprehensif tentang teknologi digital, serta landasan moral dan etika yang berlandaskan nilai-nilai agama, budaya tradisional, dan kearifan lokal, nasional dan internasional, perlu tersedia bagi setiap orang yang menggunakannya.

Ketiga, meskipun teknologi digital sudah semakin canggih dan mampu memenuhi kebutuhan manusia terutama dalam menjalin komunikasi dan pertukaran informasi, namun masih terbatas. Tidak dapat bertindak sendiri, tidak dapat mengidentifikasi diri sendiri, tidak memiliki perasaan, keinginan, dan keinginan untuk diri sendiri.

Sebagaimana disebutkan di atas, sebagai salah satu syarat guru profesional di era digital, guru harus memiliki kualitas tertentu selain kemampuan mengajar, kepribadian, sosial dan profesional. Sebagaimana disebutkan di atas, Sapriani (2019) menyatakan bahwa guru profesional di era digital ini juga harus memiliki wawasan, minat, kepedulian, kepekaan, kesukaan, serta kemampuan dan keterampilan untuk menggunakannya. Pertama-tama, kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal dari pendidikan negara lain dibandingkan dengan kualitas pendidikannya. Penyebab ketertinggalan ini antara lain rendahnya kualitas tenaga pengajar, serta rendahnya kualitas guru dalam hal wawasan, minat, kepedulian, kepekaan, kesukaan, serta kemampuan dan keterampilan menggunakan teknologi. Beberapa negara seperti Myanmar, Singapura, Vietnam, Filipina,    Brunnei Darussalam, Thailand, Malaysia.

Pada tahun 2003, 14 tahun yang lalu, Myanmar telah menjadikan penggunaan TIK sebagai bagian dari kebijakannya. Sedangkan di tingkat perguruan tinggi, terdapat 36 proyek yang difokuskan pada 6 bidang, yaitu pengembangan sumber daya manusia, penerapan teknologi, penelitian, pembelajaran sepanjang hayat di masyarakat, peningkatan mutu pendidikan serta menjaga nilai dan jati diri bangsa. Demikian pula, Singapura telah bertekad sejak tahun 1997 untuk membangun bangsanya menjadi bangsa warga negara yang mau dan mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan dan kemakmuran Singapura. Untuk alasan ini, teknologi komunikasi dan informasi, dengan penekanan pada komputer, dan tidak lagi radio dan televisi, banyak digunakan untuk mengembangkan keterampilan komunikasi dan belajar mandiri. program berbasis komputer telah digunakan di sekolah untuk mempersiapkan anak didik menghadapi tantangan abad 21.

Guru profesional di era digital adalah guru yang menggunakan jaringan yang didukung oleh teknologi digital untuk menjalankan tugasnya dan menyediakan sumber belajar seperti fasilitas komunikasi antara guru dan siswa, serta anak dan anak. Dengan menggunakan teknologi, guru juga dapat melakukan tugas-tugas lain seperti administrasi pendidikan, pemberian tugas, melakukan penilaian, dan banyak lagi. Selanjutnya, guru yang dibutuhkan di era digital adalah mereka yang memiliki keterampilan dalam mengevaluasi penggunaan teknologi pendidikan dan non-pendidikan. Guru harus selalu menilai daya saing anak di masa depan. Guru juga harus menjadi pembelajar sepanjang hayat dan harus selalu mau belajar untuk menjadi guru profesional di era digital.

Menurut Bennentt yang dikutip Santrio (2018), guru di era digital tidak boleh mengikuti kurikulum yang standar dan kaku, dan guru harus sepenuhnya merangkul era digital. Dengan cara ini, guru dapat menjadi motivator, membawa siswa ke sumber belajar yang dapat diakses. Menjadi pribadi yang dinamis berarti membimbing siswa untuk mengembangkan kreativitas dan imajinasinya. Guru PAUD juga mempersiapkan pembelajaran dengan cara ini, antara lain menggunakan proyektor untuk mengenalkan objek, bermain game dan bercerita melalui video, dll. Mengintegrasikan guru PAUD untuk berkomunikasi dan berkomunikasi dengan orang tua.Selain menggunakan buku link, orang tua juga dapat menerima informasi terkini perkembangan anak dan informasi parenting melalui jejaring sosial seperti whatsapp dan grup facebook.

Guru profesional di era digital pada dasarnya adalah guru yang memiliki kompetensi pedagogik, personal, sosial, dan profesional. Namun, implementasi keempat kemampuan tersebut membutuhkan dukungan berbagai macam teknologi digital. Oleh karena itu, guru profesional di era digital adalah guru yang menjalankan tugas profesional berbasis teknologi digital.

Guru dapat menggunakan teknologi digital dalam kegiatan mengajar, layanan administrasi, tugas dan penilaian. Dengan demikian, penguasaan guru terhadap sistem terapan diberikan secara utuh dan berkelanjutan.

Adanya era digital saat ini sebagian dapat menggantikan atau melengkapi peran guru khususnya dalam mengajar bertumpu pada penyampaian ilmu pengetahuan, teknik dan keterampilan, namun tidak dapat menggantikan peran guru sebagai pendidik yang bertugas membentuk watak, pola pikir, kepribadian, sikap dan budi pekerti melalui penanaman nilai-nilai luhur berbasis agama dan nilai-nilai budaya luhur. . Ini dilakukan dengan cinta, melalui teladan, bimbingan, latihan, kebiasaan, dan banyak lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun