Sudah lebih dari 5 bulan semenjak media dihebohkan dengan melonjaknya angka kematian anak anak di indonesia dikarenakan gagal ginjal akut yang dideritanya. Ternyata usut punya usut hal tersebut disebabkan oleh 2 perusahaan yang tidak melakukan quality control pada produknya. Perusahaan apakah saja itu dan bagaimana pandangan etika terhadap kasus ini?
Kronologi
Saat kita berbicara akan quality control sebuah produk seperti alat elektronik,kendaraan, ataupun makanan pada persepsi kita pihak perusahaan berusaha memberikan kualitas yang terbaik pada konsumennya. Namun banyak pada kasus kasus tertentu seperti sabun mandi yang dilabeli berisi 200 ml ternyata hanya di isi 198 ml, atau pun makanan ringan yang bertuliskan 20 gram tidak berisikan  dengan jumlah gram sesuai dengan labelnya.
Mungkin hal ini tidak berdampak serius terdapat pengguna atau pun konsumen perusahaan tersebut, namun bagaimana saat hal itu terjadi pada tingkat yang lebih serius, kita dapat mengambil contoh quality control yag di lakukan  oleh pabrik obat obatan. Mungkin sebahagian besar orang beranggapan bahwa perusahaan obat obatann tentu saja memiliki quality control yang ketat dan bagus namun masih ada beberapa perusahaan yang mengabaikan hal tersebut. Itu lah yang terjadi pada 2 perusahaan indusrti obat obatan diindonesia ini
Pada kasus ini PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical telah ditetapkan sebagai tersangka dari kasus yang banyak memakan korban tersebut. Dalam kasus ini PT Afi Farma tidak melakukan pengujian dan quality control kepada bahan tambahan yang ternyata mengandung DEG (Dietilen Glikol) dan juga EG (Etilen Glikol) . PT Afi Farma hanya menulis kembali data yang diberikan suplier tanpa melakukan pengujian dan quality control.
Setelah ditelusuri lebih lanjut ternyata PT Afi Farma mendapatkan bahan baku dari CV Samudera Chemical. BPOM pun turu andil melakukan penyelidakan ke lokasi CV Samudera Chemical dan menemukan 42 Â drum propylen glicol yang didalamnya terdapat etilen glikol yang telah melebihi standar obat sirop pada umumnya. Sehingga dua perusahan ini telah melanggar standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu.
Dampak dan tindak lanjut
Dikarenan kelalaian industri obat obatan itu per 3 februari 2023 telah ditemukan 326 kasus dimana 116 anak berhasil disembuhkan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengumumkan penghentian sementara produksi dan penyebaran obat yang dikonsumsi oleh pasien sampai investigasi selesai dilakukan. Dalam respons terhadap keputusan BPOM, industri farmasi yang memiliki izin edar untuk obat tersebut telah melaksanakan penarikan obat secara sukarela.Â
BPOM juga telah melakukan penyelidikan terhadap sampel produk obat dan bahan baku, termasuk sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan lokasi produksi, serta telah menguji mereka di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN). Selain itu, BPOM juga telah melakukan pemeriksaan di fasilitas produksi terkait dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Penilaian secara etika