Mohon tunggu...
Amiratun NadiyahAdimy
Amiratun NadiyahAdimy Mohon Tunggu... Lainnya - Semoga bisa bermanfaat :)

Ikuti prosesnya insyaallah hasil akan mengikuti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Aku Itu Maunya Jadi Astronot, Bukan Jadi Dokter

17 April 2020   06:11 Diperbarui: 5 Mei 2020   17:18 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering gak sih, kita tahu atau mungkin mengalami kejadian kayak gini, kita maunya jadi apa orangtua maunya kita jadi apa. Sebenernya boleh atau gak boleh? Kalau pendapatku sih gak boleh. Karena apa? Karena kita yang ngejalanin bukan mereka.

Pasti banyak dari kita yang dulu kecil punya cita-cita jadi dokter? Iya kan? Hayo ngaku..
setelah beranjak dewasa cita-cita tersebut bisa tetap dan bisa juga berubah. Apa sebabnya? Sebabnya adalah minat, bakat dan gaya belajar seseorang.

Bakat itu kemampuan yang dimiliki sejak lahir, nah kemampuan ini juga perlu terus dilatih dan di asah agar berkembang. Ciri-ciri bakat itu ketika melakukan sesuatu kamu merasa senang. Terus kamu cenderung melakukan hal-hal tersebut dengan cepat dan sering dilakukan, kemudian hal tersebut menjadi sebuah prestasi. Bukan prestasi dalam memenangka perlombaan saja, tapi bisa dengan berhasil mencapai tahap perkembangan selanjutnya.

Sedangkan minat sendiri yaitu kesukaan atau ketertarikan seseorang terhadap sesuatu. Minat kemudian dibagi menjadi dua, ada minat pribadi (personal interest) dan minat situasional. Minat pribadi (personal interest) ciri dari pribadinya yang ditukkan melalui sesuatu yang spesifik baik itu kegiatan maupun tidak.

Sedangkan minat situasional ini muncul karena ditumbuhkan oleh kondisi atau faktor lingkungan. Ciri-ciri dari minat adalah bisa dilihat dengan spontan dan sadar, rasa senang yang dimiliki terhadap sesuatu, mempunyai usaha yang tinggi terhadap objek, punya pengalaman yang sudah menjadi bawaan.

Belajar itu kan artinya suatu proses dimana kita sebagai manusia yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, proses sendiri maknanya kegiatannya terjadi secara dinamis dan terus-menerus.

James dan Gardner menyatakan gaya belajar cara yang kompleks yang dirasa paling tepat dan efisien, sehingga apa yang dipelajari dapat di proses, disimpan, dan diingat kembali. Gaya belajar yang umum kita ketahui adalah gaya belajar visual, gaya belajar verbal, dan gaya belajar auditori.

Judul dari artikel ini mengindikasikan bahwasannya banyak orang tua diluar sana yang menginginkan anaknya menjadi sesuatu sesuai keinginan mereka, bukan sesuai keinginan si anak. Jika terus dipaksakan anak akan merasa tertekan dan dalam proses belajarnya tidak merasa senang dan bahagia.

Misalnya, Yusuf suka sekali benda-benda langit, jika ada kegiatan menggambar dia suka sekali menggambar bintang, planet, meteor, dll. Suatu ketika Yusuf ditanya oleh gurunya tentang cita-citanya, Yusuf menjawab kalau cita-citanya adalah menjadi seorang astronot. Namun, pada tingkat pendidikan berikutnya orang tuanya terus mengarahkan dia untuk menjadi seorang dokter. Banyak orang tua yang menganggap kesuksesan anaknya itu ketika dia berhasil menjadi seorang dokter. Hal ini menjadi salah karena itu sebuah paksaan, bukan karena minat dari Yusuf.

Apa yang akan terjadi dengan Yusuf?

Bisa saja Yusuf megikuti apa kata orang tuanya, tapi dalam proses belajarnya menjadi tidak maksimal dan memakan waktu yang lama. Bisa jadi juga Yusuf tidak mengikuti keinginan orang tuanya sehingga melakukan berbagai macam cara untuk menolaknya.

Sampai di sini, kita sebagai orang tua atau calon orang tua hendaknya jangan pernah memaksakan minat kita untuk diikuti oleh anak. Biarkan anak yang memilih sesuai dengan minat dan bakatnya. Kita hanya perlu memberikan hal-hal yang diperlukan untuk mendukung dan menunjang minat dan bakatnya.

Jangan memaksakan cita-cita masa kecilmu untuk diwujudkan oleh anakmu. Siapa tau bakat dan minatnya berbeda denganmu.

Sekian dari saya, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun