Mohon tunggu...
Amirah Hashifah
Amirah Hashifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Saya Mahasiswa Semester 5

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membahas Tokoh Marx Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart (HLA Hart)

30 Oktober 2024   13:14 Diperbarui: 30 Oktober 2024   13:18 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul Jurnal Artikel: Teori Sosiologi dan Karya Marx Weber
Penulis: Dimas Fadilah, Dany Miftahul Ula
Penerbit: Jurnal Ilmu Sosial
Volume 3, Number 12, Tahun 2024, Page 34-44
E-ISSN: 2988-1986

Pokok-pokok Pemikiran Marx Weber
Marx Weber, seorang sosiolog Jerman, adalah tokoh yang menekankan pentingnya rasionalisasi dalam tindakan sosial manusia. Dia percaya bahwa setiap tindakan memiliki motivasi di baliknya, yang dapat dimengerti melalui teori tindakan sosialnya, yang terdiri dari empat tipe: tindakan rasional-instrumental, tindakan rasional-berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan tindakan afektif . Weber juga memperkenalkan konsep “Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme” yang menyoroti peran agama, khususnya Protestanisme, dalam mendorong berkembangnya kapitalisme modern. Pemikiran Weber mengenai birokrasi sebagai struktur organisasi yang efisien juga sangat berpengaruh, dengan ciri-ciri seperti hierarki dan aturan formal.

Marx Weber dikenal dengan gagasan besarnya dalam sosiologi, terutama tentang rasionalisasi, tindakan sosial, dan konsep etika kerja Protestan. Menurutnya, tindakan sosial harus dipahami melalui interpretasi makna subjektif yang dimiliki individu. Weber membagi tindakan sosial menjadi empat kategori utama:

1.Tindakan Rasional Instrumental - tindakan yang dipilih berdasarkan hasil yang ingin dicapai dan alat yang digunakan.
2.Tindakan Rasional Berorientasi Nilai - tindakan yang dijalankan berdasarkan nilai-nilai intrinsik.
3.Tindakan Tradisional - tindakan yang didorong oleh kebiasaan atau tradisi tanpa refleksi kritis.
4.Tindakan Afektif - tindakan yang dilandasi emosi atau perasaan spontan .
Konsep rasionalisasi oleh Weber mencakup pemikiran yang lebih efisien dan sistematis, terutama dalam struktur sosial dan ekonomi. Dia melihat bagaimana masyarakat berubah dari sistem yang tradisional dan berbasis nilai menuju struktur yang lebih berorientasi pada efisiensi, yang menjadi ciri masyarakat kapitalis.

Pendapat saya Terhadap Pemikiran Marx Weber Saat Ini
Di era modern, pemikiran Weber tentang rasionalisasi masih relevan, terutama dalam konteks teknologi dan birokrasi. Struktur birokrasi yang diusulkan Weber terlihat dalam organisasi pemerintah dan korporasi saat ini, yang menggunakan aturan formal dan hierarki untuk meningkatkan efisiensi. Namun, birokrasi yang terlalu ketat sering kali menjadi lamban dan sulit beradaptasi dalam lingkungan yang cepat berubah, menyoroti batasan konsep Weber dalam dunia yang sangat dinamis.

Pemikiran Weber sangat relevan dalam menganalisis perkembangan teknologi, birokrasi, dan kapitalisme di era modern. Rasionalisasi, seperti yang dia kemukakan, terlihat jelas dalam dunia bisnis, teknologi, dan bahkan kehidupan sosial masyarakat saat ini. Dalam organisasi modern, pendekatan Weberian terlihat pada struktur birokrasi yang berusaha memastikan efisiensi dan keteraturan dengan aturan formal dan sistem hierarki yang jelas.

Namun, Weber juga mencatat kelemahan dalam pendekatan birokrasi yang terlalu kaku, karena dapat membatasi inovasi dan fleksibilitas. Di dunia yang kini bergerak semakin cepat, banyak organisasi mulai mengadopsi struktur yang lebih fleksibel untuk beradaptasi dengan perubahan pasar yang dinamis. Pada saat yang sama, aspek tindakan sosial Weber mendorong kita untuk melihat di balik angka dan aturan, serta mempertimbangkan aspek-aspek manusiawi dan nilai subjektif di dalam sistem .

Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia dengan Pemikiran Marx Weber
Di Indonesia, perkembangan hukum dapat dianalisis melalui perspektif Weber tentang tindakan sosial dan rasionalisasi. Sejak reformasi, sistem hukum Indonesia terus beradaptasi untuk menjamin keadilan sosial dan meningkatkan transparansi dalam pemerintahan. Namun, banyak aturan hukum yang tetap mengikuti prosedur birokratis yang kompleks, yang kadang menghambat proses keadilan yang cepat dan tepat. Dengan konsep rasionalisasi Weber, dapat dikatakan bahwa sistem hukum Indonesia perlu lebih fleksibel dan berfokus pada tujuan akhir, yaitu keadilan dan kepastian hukum .

Dalam konteks hukum di Indonesia, analisis Weberian menunjukkan bahwa hukum formal sering kali mengikuti aturan birokrasi yang kompleks dan hierarkis, seperti yang dia jelaskan. Weber memandang hukum sebagai bagian dari rasionalisasi masyarakat di mana aturan-aturan ditegakkan untuk menciptakan keteraturan dan legitimasi. Namun, dalam praktiknya, pendekatan birokratis dalam hukum Indonesia terkadang menghambat proses keadilan.

Sejak reformasi, Indonesia telah berupaya menciptakan sistem hukum yang lebih transparan dan adil. Namun, prosedur birokratis yang masih kuat dalam banyak aspek hukum justru dapat menyebabkan penundaan dan ketidakefisienan, terutama dalam penanganan kasus-kasus besar dan kompleks. Dalam hal ini, teori Weber dapat memberikan sudut pandang kritis untuk memahami dan mengkritik struktur hukum yang ada, terutama dalam aspek rasionalisasi yang kadang perlu diimbangi dengan fleksibilitas.

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial juga relevan dalam menilai keberagaman budaya hukum di Indonesia. Pendekatan berbasis nilai dan tradisi masih banyak terlihat, khususnya di daerah dengan kearifan lokal yang kuat. Analisis Weberian dapat membantu melihat bagaimana hukum formal dan hukum adat di Indonesia saling berinteraksi dan membentuk sistem hukum yang khas.

Kesimpulan
Konsep Marx Weber tentang tindakan sosial, rasionalisasi, dan birokrasi memberi alat analitis yang mendalam untuk memahami struktur sosial dan hukum di Indonesia. Dengan terus berkembangnya kebutuhan masyarakat akan keadilan yang efisien dan fleksibel, penerapan pemikiran Weber tetap relevan, baik dalam reformasi hukum maupun dalam pengembangan struktur sosial yang lebih adaptif.

Judul Jurnal Artikel: Three Concepts of Law: The Ambiguous Legacy of H.L.A. Hart  
Penulis: Brian Slattery  
Penerbit: Saskatchewan Law Review
Volume 61, Number 2, Tahun 1998, Page 323-339

Pokok-Pokok Pemikiran H.L.A. Hart
H.L.A. Hart dalam karyanya "The Concept of Law" mengemukakan tiga konsep utama mengenai hukum: komunikasi, interpretasi, dan partisipasi. Pertama, hukum sebagai komunikasi adalah cara penyampaian standar perilaku dari pembuat hukum kepada masyarakat. Kedua, interpretasi menekankan peran hakim dan pejabat dalam menentukan makna hukum dalam konteks yang berbeda, terutama ketika bahasa hukum tidak jelas. Ketiga, partisipasi menunjukkan bahwa hukum memiliki makna otonom yang berasal dari praktik sosial yang melibatkan nilai-nilai dasar yang melampaui penulis dan penafsir hukum.

Pendapat saya tentang Pemikiran H.L.A. Hart Saat Ini
Pemikiran H.L.A. Hart tetap relevan dalam konteks modern karena hukum terus berfungsi sebagai alat komunikasi dan interpretasi dalam masyarakat yang kompleks. Dalam era digital, kebutuhan untuk memahami hukum dari perspektif internal seperti yang ditekankan Hart semakin penting. Hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi dan globalisasi yang mempengaruhi bagaimana hukum diterapkan dan dipahami. Hart juga mengingatkan kita akan pentingnya fleksibilitas dalam interpretasi hukum untuk menyesuaikan dengan perubahan sosial yang cepat.

Analisis Perkembangan Hukum di Indonesia Menurut Pemikiran HLA Hart
Dalam konteks Indonesia, pemikiran Hart dapat digunakan untuk menganalisis dinamika hukum yang berkembang. Sebagai negara dengan keragaman budaya dan kepentingan, hukum di Indonesia seringkali harus menyeimbangkan antara aturan tertulis dan nilai-nilai lokal. Konsep partisipasi Hart dapat membantu memahami bagaimana masyarakat Indonesia berpartisipasi dalam proses hukum melalui adat dan praktik sosial yang berbeda-beda. Misalnya, penerapan hukum adat di beberapa daerah menunjukkan bagaimana hukum formal dapat berinteraksi dengan norma-norma lokal.

Selain itu, konsep interpretasi Hart relevan dalam sistem peradilan Indonesia yang menghadapi tantangan dalam menangani kasus dengan konteks yang unik. Hakim di Indonesia seringkali harus menafsirkan hukum dengan mempertimbangkan faktor sosial dan budaya yang kompleks. Ini sejalan dengan pandangan Hart bahwa interpretasi hukum adalah proses kreatif yang melibatkan penilaian moral dan keadilan.
Komunikasi dalam hukum juga terlihat dalam upaya pemerintah Indonesia untuk menyosialisasikan hukum kepada masyarakat luas. Program penyuluhan hukum dan pendidikan publik dirancang untuk memastikan bahwa masyarakat memahami hak dan kewajiban mereka menurut hukum. Ini mencerminkan pandangan Hart bahwa hukum harus dapat diakses dan dipahami oleh masyarakat agar dapat berfungsi efektif.

Kesimpulan
Pemikiran H.L.A. Hart memberikan kerangka kerja yang berguna untuk menganalisis hukum sebagai sistem yang hidup dan dinamis. Di Indonesia, penerapan konsep komunikasi, interpretasi, dan partisipasi dalam hukum membantu menjelaskan bagaimana hukum dapat beradaptasi dengan perubahan sosial dan budaya. Dengan demikian, pemikiran Hart tidak hanya relevan secara teoretis tetapi juga praktis dalam konteks hukum Indonesia masa kini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun