Mohon tunggu...
Amira Aufa
Amira Aufa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Fascinated by human behavior and interraction. Film, book, and history enthusiast.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gema Persatuan dalam Kesunyian Relief Musik Borobudur

13 Mei 2021   10:19 Diperbarui: 13 Mei 2021   10:24 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertunjukan 'Sound of Borobudur' pada April 2021. Sumber: Suarakarya.id

 "Brambanan and Boro Bodo are admirable as masjestic works of art. The great extent of the masses of building covered in some parts with the luxuriant vegetation of the climate, the beauty and delicate execution of the separate portions, the symmetry and regularity of the whole, the great number and interesting character of the statues and bas-reliefs, with which they are ornamented, excite our wonder that they were not earlier examinated, sketched, and described" Thomas Stamford Raffles, History of Java.

Terbitnya karya Raffles pada abad ke-19, History of Java, menggemparkan bangsa barat. Ditemukan sebuah candi yang sangat megah dan jauh lebih indah daripada Piramida Mesir. Hal ini telah mengangkat wilayah Asia Tenggara ke permukaan. Pasalnya, Borobudur dianggap sebagai puncak tertinggi dari persebaran peradaban Buddha di dunia. Terlebih lagi, penemuan ini berada di wilayah yang tidak terduga, Jawa, sebuah wilayah yang sebelumnya hanya dipandang sebagai penghasil kekayaan untuk negeri Belanda. Lukisan rekan intelektual Raffles yang bernama H. C. Cornelius atas candi Borobudur pun menjadi gambaran awal bagi eksistensinya di dunia internasional. Setelah itu, mulai banyak turis-turis barat datang berkunjung ke Borobudur. Pesona nya mampu menyihir siapa saja yang datang untuk merenungi kejayaan masa lalu yang sempat terkubur oleh tanah selama berabad-abad.

Lukisan H. C. Cornelius. Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Lukisan H. C. Cornelius. Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Relief Musik Candi Borobudur

Apa hubungan antara candi dengan alat musik? Sejak menyebarnya aliran Buddha Mahayana, musik diposisikan sebagai hal yang positif. Penggunaan alat-alat musik dianggap membunyikan genderang dharma. Musik instrumental dalam ibadah digunakan searah putaran jarum jam di sekitar stupa atau bangunan peribadatan yang lain. 

Saat berjalan mengelilingi stupa, para penyembah tidak hanya menghormati Buddha dan ajarannya, tetapi secara fisik melakukan pergerakan matahari di sekitar gunung kosmik. Penggunaan alat musik sebagai salah satu bentuk darma juga termuat dalam Upasakasila Sutra, "Putra yang berbudi, jika seseorang hendak memberikan persembahan kepada Buddha, Dharma, dan Sangha, ketika melihat stupa, maka orang tersebut harus memberikan persembahan berupa musik, lagu, dan tari-tarian."

Relief adalah suatu karya seni rupa yang dipahatkan pada sebuah bahan/materi. Relief dapat dibedakan atas relief cerita dan relief ornamen. Relief cerita bisa digambarkan dalam satu ataupun beberapa panil. Melalui relief-relief candi Borodur, kita dapat melihat gambaran mengenai penggunaan alat-alat musik dalam kebudayaan Nusantara sekitar abad 6-13 M. Relief Borobudur digolongkan ke dalam empat bagian, yaitu Karmawibhangga, Lalitavistara, Awadana-Jataka, dan Gandawyuha. Dari keseluruhan panil empat relief ini, jumlah panil yang secara jelas menampilkan alat musik dalam candi Borobudur berjumlah sekitar 44 buah. Terdapat pendapat-pendapat berbeda mengenai jumlah ini, mengingat banyaknya relief yang sudah tidak lengkap atau rusak. Jika kita melihat dengan saksama panil-panil tersebut, akan didapat penggambaran suasana pertunjukan, interaksi antara penonton dan pelakon, hingga alat musik sebagai media hiburan di khayangan.

Relief Borobudur yang Menggambarkan Alat Musik. Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Relief Borobudur yang Menggambarkan Alat Musik. Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Musik direpresentasikan sebagai sesuatu yang universal, di mana baik dari kalangan rakyat biasa, bangsawan, hingga penghuni khayangan memainkan alat musik. Musik juga memiliki fungsi sebagai media interaksi antar lapisan sosial maupun dengan Sang Buddha. Contohnya, gambaran pengamen yang sedang mencari nafkah, rakyat yang menghibur majikannya, atau ketika para bangsawan melakukan pemujaan kepada Sang Buddha di tempat suci. Di lain panil, kita juga menjumpai alat musik yang digunakan dalam suasana suka cita, ketika orang-orang bercengkrama bersama sambil bermain musik dan menari.

Borobudur Pusat Musik Dunia

Penggunaan alat musik pada masyarakat yang digambarkan pada relief Borobudur membuktikan bahwa peradaban yang dianut pada masa itu adalah peradaban tingkat tinggi. Munculnya musik menunjukkan perkembangan yang sudah sangat jauh dari komunikasi primitif. Semua peradaban kuno yang memasuki zaman sejarah memiliki budaya musik yang tengah berkembang pesat. Namun, yang menarik dari Borobudur adalah keberagaman alat musik yang tergambar dalam relief nya. Setelah diteliti lebih jauh, sekarang alat-alat musik tersebut dapat ditemukan pada 34 provinsi di Indonesia dan 40 negara. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa pada masanya, Borobudur merupakan pusat kosmopolitan tempat interaksi budaya, termasuk sebagai salah satu pusat musik dunia.

Sejak abad ke-5, wilayah Nusantara telah menjadi jalur perlintasan perdagangan laut antara India dan China. Mataram Kuno pada masa dinasti Syailendra sendiri merupakan kerajaan berbasis agraris. Surplus pangan yang dialami kerajaan ini membuatnya mengembangkan perdagangan. Sehingga, banyak pedagang berdatangan melalui pelabuhan-pelabuhan yang dibuat di sekitar pusat kerajaan. Terlebih lagi, pada masa itu banyak arus pelajar yang melakukan ziarah dan menuntut ilmu Buddha di sepanjang jalur India-China. 

Dalam perjalanan, tidak jarang mereka mengunjungi Sriwijaya ataupun Mataram yang sama-sama merupakan pusat studi Buddha. Banyaknya interaksi yang terjadi ini berpengaruh terhadap persebaran budaya global, salah satunya musik. Relief-relief Borobudur, karya sastra sezaman, dan prasasti yang memuat tentang musik di Nusantara pada masa tersebut menjadi bukti bahwa memang terjadi percampuran budaya bermusik yang ditunjukkan pada keberagaman alat yang digunakan.

Gagasan Borobudur sebagai pusat musik dunia ini tertanam di jiwa para seniman Nusantara. Bersama Kemenparekraf Republik Indonesia, para seniman dan budayawan menggelar rangkaian acara dan kampanye dengan tajuk "Sound of Borobudur" pada April 2021. Dalam acara ini, diperkenalkan alat-alat musik hasil rekonstruksi relief Candi Borobudur. Pekerjaan ini tidaklah mudah dan membutuhkan waktu lama, namun hasil yang dicapai sangat inovatif. Alat-alat musik hasil rekonstruksi tersebut sukses dalam 'membunyikan' Borobudur, menyajikan nuansa nostalgik akan zaman yang belum pernah kita alami tetapi dapat dibayangkan. Esensi dari "Sound of Borobudur" adalah mengingatkan sekaligus memperkenalkan Borobudur sebagai pusat musik dunia, bukan hanya pusat musik Jawa. Borobudur telah berfungsi sebagai wadah persaudaraan dalam masanya. Hal inilah yang dirasa krusial, di mana nilai-nilai persaudaraan mulai tergerus seiring zaman.

Pertunjukan 'Sound of Borobudur' pada April 2021. Sumber: Suarakarya.id
Pertunjukan 'Sound of Borobudur' pada April 2021. Sumber: Suarakarya.id
Pesan Persatuan dalam Relief Borobudur

Menilik kembali relief-relief tersebut seakan-akan sedang mendengar pesan dari masa lalu. Masa lalu itu dengan agungnya bercerita tentang semangat persatuan dan kekeluargaan yang kental. Mereka tidak mengenal batas-batas dalam bersaudara. Kata Asia Tenggara sendiri adalah istilah yang diberikan oleh bangsa barat pada abad ke-19. Mereka menciptakan sebuah peta kawasan yang memiliki batas-batas wilayah yang jelas. Batas-batas tersebut didasarkan atas batas kolonialisme, yang diciptakan untuk kepentingan negara induk atas koloni-koloninya. 

Negara-negara yang sekarang terbentuk dibagi berdasarkan daerah jajahan bangsa barat sebelum perang dunia II. Hindia Timur, bekas wilayah jajahan Belanda, menjadi Indonesia. Wilayah Filipina sebelumnya merupakan jajahan Amerika, dan sebagainya. Terbentuknya negara berdasar batas-batas kolonial ini memang memberikan kejelasan kedaulatan yang mampu dipertanggungjawabkan secara hukum, namun terdapat batas-batas yang dilupakan dalam penyusunan negara-negara bangsa ini. Batas tersebut adalah batas kultural, yang tidak bisa dipisahkan melalui garis dan dikotak-kotakkan begitu saja.

Malaka Sebagai Emporium Perdagangan Global. Sumber: asianstudies.org
Malaka Sebagai Emporium Perdagangan Global. Sumber: asianstudies.org
Pada masa pra modern di Asia Tenggara, batasan-batasan yang kaku mengenai konsep wilayah tersebut tidak dikenal. Pada masa itu, sistem yang dipakai adalah sistem mandala. Pada sistem ini, suatu pusat melebarkan pengaruhnya ke berbagai wilayah. Selama pengaruh tersebut masih ada di suatu daerah, maka daerah tersebut tunduk kepada pusat tersebut. Kepatuhan tersebut ditunjukkan dengan penyerahan upeti kepada Raja. Sebagai balasannya, Raja akan menjamin keselamatan wilayah tersebut dari ancaman luar. 

Jika terjadi konflik antar daerah, wilayah-wilayah di Asia Tenggara pra modern memiliki cara sendiri untuk menyelesaikannya. Cara ini sekarang kita kenal dengan nama musyawarah. Contohnya, dalam perang Vietnam-Laos pada abad ke-17, penyelesaian konflik dilakukan secara bijaksana di mana para pemimpin Le di Vietnam dan kerajaan Lao sepakat bahwa setiap penduduk di Mekong bagian atas yang tinggal di rumah panggung menjadi milik Laos, dan penduduk yang rumahnya berada di tanah menjadi milik Vietnam. Dari sini, dapat dipelajari betapa nenek moyang kita menjunjung tinggi asas persatuan.

Pesan persatuan yang disuarakan relief-relief Borobudur merupakan pengingat bahwa kita pada dasarnya merupakan satu rumpun. Belajar dari kolonialisme, teknologi adalah pisau bermata dua. Di satu sisi dia menawarkan kemajuan peradaban, dan di sisi lain memiliki potensi untuk memecah persaudaraan. Dengan kemajuan teknologi di masa kini, banyak tantangan yang menguji rasa persatuan dalam masyarakat. Diakuinya Borobudur sebagai warisan dunia oleh UNESCO seakan-akan memberi tanggung jawab kepada seluruh dunia agar menjaga keagungan pesan Borobudur. Peran tersebut seharusnya diresapi dengan sungguh-sungguh oleh warga Indonesia, di mana kita bisa ikut serta langsung dalam pemeliharaan candi ini. Sebagai salah satu situs yang masuk dalam program 'Wonderful Indonesia', Borobudur telah memberi janji kepada dunia, bahwa Indonesia adalah tempat bagi semua orang untuk menikmati 'World of Wonderful'.

Ilustrasi Masyarakat Asia Tenggara Kuno. Sumber: seasia.co
Ilustrasi Masyarakat Asia Tenggara Kuno. Sumber: seasia.co

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun