Mohon tunggu...
Aminah
Aminah Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar di SMAN 1 Kelumpang Hilir

Teruslah menjejak sampai kaki tak lagi mampu berpijak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Perilaku Manusia Terbentuk

29 September 2019   21:42 Diperbarui: 29 September 2019   21:54 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Perilaku anak adalah cerminan perilaku orangtuanya"

Bagaimana pendapat kalian mengenai statement di atas? 

Setujukah bahwa perilaku anak difaktori oleh orangtuanya? 

Mari kita kembali mengamati! Pernahkah kalian melihat ada keluarga yang mana orangtuanya sangat dekat dengan agama tapi anaknya justru sering lalai dalam kasus ibadahnya? Atau pernah melihat seorang anak yang terlahir dari keluarga yang keras dan apatis tetapi anak tersebut justru memiliki hati yang lembut dan budiman? Atau mungkin sama-sama memiliki watak yang serupa dengan keluarganya?

Jika pernah, lantas apa yang sebenarnya terjadi pada anak tersebut? 

Bicara tentang anak, sama saja kita membicarakan diri kita sendiri. Sebab, awalnyapun kita juga seorang "Anak" yang kemudian tumbuh menjadi orangtua. Anak hidup dan berkembang dalam sebuah ruang lingkup keluarga. Semenjak dia dalam kandungan sampai dilahirkan, orangtualah yang menjadi penyuplai utama dalam pendidikan kognitif dan pengetahuannya. Jadi, dalam kasus ini orangtua menjadi peranan terpenting dan pertama yang menjadi cikal bakal terbentuknya perilaku anak. Maka, bukanlah hal aneh jika ada yang mengatakan bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Lalu bagaimana dengan anak yang memiliki perilaku berlawanan dengan orangtuanya?

Seperti yang kita ketahui bersama, tidak selamanya anak-anak hidup dengan keberuntungan. Ada anak yang kehilangan Ayahnya sejak ia dalam kandungan atau bahkan kehilangan keduanya sedari ia kecil, tapi bukan itu yang akan kita bahas. Yang ingin saya katakan di sini adalah tentang anak yang tidak memiliki rasa harmonisasi dengan orangtuanya. 

Tidak bisa kita pungkiri, tentunya perselisihan antara anak dan orangtua bukan lagi menjadi hal asing. Ada banyak faktor yang memicu munculnya perselisihan tersebut, baik itu karena perbedaan sudut pandang, pendapat, atau bahkan pola asuh yang tidak sesuai. Sebab, seiring berjalannya waktu anak akan tumbuh menjadi dewasa dan kedewasaan itu ditandai dengan berkembangnya sistem kinerja otak. Anak yang semula tidak tahu apa-apa kini telah bisa membedakan dan menilai apa yang terjadi pada sekitarnya, perlahan-lahan diapun akan mulai memilih jalurnya sendiri. Jadi, orangtua tidak bisa memperlakukan anak mereka yang telah dewasa tadi sama persis seperti ia masih bayi.

Pola pikir yang berkembang inilah yang akan membawa anak ke dunia baru yang belum pernah diperkenalkan oleh orangtuanya, yaitu dunia luar_Pergaulan, sekolah, dan lingkungan. Berangkat dari sini, sikap anak mulai mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi karena faktor kenyamanan atau mungkin keinginan yang kemudian menjadi kebiasaan. Jika anak yang mulai dilepas ini tidak memiliki pembekalan yang cukup dari orangtuanya, maka bukan tidak mungkin dia akan terjerumus dalam arus dinamika pergaulan. 

Namun, ironinya banyak orangtua yang terlalu over dalam mendidik anak. Entah karena takut salah pergaulan atau mungkin tidak rela anak lebih percaya pada orang lain. Akan tetapi, tanpa disadari hal ini justru akan membuat anak tertekan dan cenderung akan melakukan kebohongan bahkan penyimpangan sebab merasa orangtuanya tidak percaya akan dirinya. Sikap over dan cenderung keras ini akan menghantarkan perasaan anak lebih nyaman bersama oranglain daripada dengan orangtuanya sendiri. Perlahan dia akan tertutup dan mengurangi interaksi dengan orangtuanya. 

Selebihnya, hal itu akan menghancurkan keharmonisan keluarga dan bagaimana sikap anak sekarang tergantung pada lingkungannya, bukan lagi didikan orangtua. Jadi, dalam kasus ini sebaiknya orangtua harus bisa bersikap bijak dan tepat pada tempatnya. Ada saatnya harus tegas ada pula saatnya orangtua mempercayai keputusan sang anak. Sebab sikap terlalu mengatur yang berlebihan dan terlalu mengintrogasi justru akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan terawasi. Jadi jangan heran jika anak anda akan menjadi sangat pasif dihadapan kalian tapi menjadi sangat aktif diluar pengawasan kalian. 

Jadi kesimpulanya, perilaku manusia merupakan suatu sikap atau kebiasaan yang terbentuk dari hasil akumulasi pengalaman baik berupa sesuatu yang pernah didengar, dilihat, dirasakan dan dilakukan yang kemudian distimulasikan oleh lingkungan sekitar dan kedaan.

Jadi jawaban dari saya adalah seperti apa anak, tergantung dari siapa dan apa yang dia percayai, sebab kepercayaan akan menghasilkan rasa nyaman, ketika kenyamanan itu muncul seseorang akan cenderung lebih mengikuti apa yang ia anggap nyaman.

Kotabaru, 29 September 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun