Probiotik merupakan mikrobioma atau sekumpulan mikroorganisme baik di dalam tubuh manusia yang menetap secara lokasi anatomis dan secara genom kolektifnya. Probiotik dapat diperoleh dari produk fermentasi atau suplemen kesehatan. Mikrobioma ini memberikan keuntungan bagi tubuh melalui fungsinya dalam homeostasis sistem kekebalan tubuh, hormonal, dan metabolik. Dalam fungsinya di saluran pencernaan, probiotik mampu melindungi dan memelihara saluran pencernaan dengan meningkatkan kualitas lingkungan tempat tinggalnya serta menyeimbangkan jumlah bakteri baik dan buruk dalam usus. Kondisi dysbiosis atau ketidakseimbangan jumlah mikroorganisme pada masa bayi merupakan penyebab dari timbulnya masalah kesehatan di masa anak-anak, salah satunya atopik.
Dermatitis atopik (DA) atau eksim adalah penyakit kulit inflamasi kronis dan residif yang merupakan penyebab penting morbiditas penurunan kualitas hidup serta beban psikologis dan  ekonomi. Penyakit ini ditandai dengan gejala utama, yaitu lesi pruritus dan eksim yang parah dengan spektrum klinis yang luas mulai dari penyakit ringan hingga berat dengan morfologi yang khas dan kecenderungan lesi yang bergantung pada usia. Insiden DA telah meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir karena industrialisasi. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi DA pada anak-anak berkisar antara 0,2%-24,6% dan prevalensi DA pada orang dewasa adalah sekitar 1%-3%.
Dalam artikel Postnatal Probiotic Supplementation Can Prevent And Optimize Treatment Of Childhood Asthma And Atopic Disorders: A Systematic Review Of Randomized Controlled Trials (2022) telah dikumpulkan 6 jurnal dengan desain penelitian uji acak terkontrol (RCT) dari tahun 2017-2022 terkait suplementasi probiotik sebagai pencegahan maupun perawatan dermatitis atopik pada anak-anak. Ditemukan bahwa pemberian kapsul berisi 100.000.000 unit pembentuk Lactobacillus rhamnosus GG (LGG) dan 225 mg inulin  setiap hari selama 6 bulan pertama kehidupan terbukti menurunkan insiden kumulatif pada anak setelah menginjak usia 2 tahun di Amerika Serikat.Â
Hal ini dapat terlihat pada tingkat kejadian kumulatif dermatitis atopik (eksim) pada kelompok kontrol yang sebesar 30,9 % dan pada kelompok eksperimen hanya sebesar 28,7%, selain itu asma sebagai manifestasi alergi juga terjadi lebih banyak pada kelompok kontrol yaitu sebesar 17,4% dan hanya 9,7% pada kelompok eksperimen saat menginjak usia 5 tahun.Â
Pada penelitian di Denmark juga ditemukan bahwa pemberian probiotik jenis kombinasi Lactobacillus rhamnosus GG (LGG) dengan Bifidobacterium animalis subsplactis (BB 12) dapat menurunkan tingkat kejadian eksim pada kelompok eksperimen dibanding kelompok plasebo. Penelitian ini dilakukan dengan memberi 1,0 g maltodekstrin selama 6 bulan pada 285 Â bayi usia 8-14 bulan, 142 bayi sebagai kelompok plasebo yang hanya diberikan 1,0 g maltodekstrin tanpa penambahan apapun, sedangkan 143 bayi sebagai kelompok eksperimen diberikan 1,0 g maltodekstrin dengan penambahan 100.000.000 unit pembentuk Lactobacillus rhamnosus GG (LGG) dan 100.000.000 unit pembentuk Bifidobacterium animalis subsplactis (BB 12). Hasilnya kejadian eksim pada kelompok plasebo jauh lebih tinggi yaitu sebesar 11,5% dibanding dengan kejadian eksim pada kelompok eksperimen yang hanya sebesar 4,2%.
Pada penelitian di Taiwan ditemukan bahwa terjadi penurunan nilai SCORAD yang lebih signifikan pada kelompok eksperimen dibanding dengan kelompok plasebo baik pada populasi intent-to-treat (ITT) maupun populasi  per-protocol (PP), meskipun populasi PP menunjukkan penurunan SCORAD yang lebih tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan memberi pengobatan pada 2 populasi bayi usia 4-48 bulan yang memiliki derajat SCORAD sedang (25-50) dengan pemberian kapsul 1 maltodekstrin setiap hari selama 8 pekan.Â
Terdapat 33 bayi pada populasi ITT dan 32 bayi pada populasi PP sebagai kelompok plasebo yang hanya diberikan kapsul maltodekstrin tanpa penambahan apapun dan terdapat 33 bayi pada populasi ITT dan 30 bayi pada populasi PP sebagai kelompok eksperimen yang diberikan kapsul maltodekstrin dengan penambahan 350 mg Lactobacillus rhamnosus (MP108).Â
Hasilnya, terjadi penurunan rata-rata nilai SCORAD yang lebih besar pada kelompok eksperimen yaitu sebesar 21,69 ± 16,56 dibanding kelompok plasebo yang hanya sebesar 12,35 ± 12,82 pada populasi ITT dan penurunan rata-rata nilai SCORAD juga lebih besar pada kelompok eksperimen yaitu sebesar 23,20 ± 15,24 dibanding kelompok plasebo yang hanya sebesar 12,35 ± 12,82 pada populasi PP. Hasil tersebut menunjukkan perawatan dermatitis atopik dengan tambahan probiotik jenis MP108 dapat meringankan dermatitis atopik pada objek penelitian.
 Penelitian ini didukung dengan studi di Polandia yang menemukan bahwa pemberian probiotik kombinasi Lactobacillus rhamnosus ÿOCK 0900, Lactobacillus rhamnosus ÿOCK 0908, dan Lactobacillus casei ÿOCK 0918 dengan presentase 25% : 25% : 50% pada peserta berusia < 2 tahun  menunjukkan penurunan nilai SCORAD. Penelitian ini dilakukan dengan pemberian probiotik kombinasi selama 3 bulan pada 66 bayi dari kelompok eksperimen dan pemberian maltodekstrin selama 3 bulan pada 68 bayi dari kelompok plasebo. Hasilnya penurunan angka SCORAD lebih tinggi pada kelompok eksperimen dibanding kelompok plasebo.
Pada jurnal Efek Pemberian Lactobacillus plantarum IS-10506 terhadap Indeks Scoring Atopic Dermatitis (SCORAD) Pasien Dermatitis Atopik Dewasa Derajat Ringan-Sedang: Uji Klinis Acak Terkontrol, Tersamar Ganda menggunakan uji klinis acak, terkontrol tersamar ganda dengan plasebo. Pada temuan ini konsisten dengan hasil studi epidemiologi global yang mengindikasikan bahwa risiko dermatitis atropik (DA) sama antara pria dan wanita hingga usia 6 tahun, namun setelah usia 6 tahun, prevalensi DA cenderung lebih tinggi pada wanita.Â
Penelitian ini sejalan dengan beberapa studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa DA lebih umum terjadi pada wanita dengan berbandingan pasien DA wanita terhadap pria sekitar 2,6 : 1. Faktor - faktor seperti lingkungan, genetik, dan respons imun (terutama gangguan Th2 dan IgE) memengaruhi prevalensi DA di berbagai negara. Rata-Rata usia timbulnya penyakit adalah 2,4 Â 1,27 tahun. Mayoritas subjek menderita DA dalam bentuk eksaserbasi akut yang kronis dan cenderung mengalami episode kekambuhan.Â
Mayoritas juga mengalami derajat sedang (66,7%) dan derajat ringan (33,3%) DA, dengan kasus DA berat dikecualikan karena menerima terapi kortikosteroid sistemik sesuai panduan. Dermatitik atopik merupakan gangguan keseimbangan sistem Th1-Th2 yang disebabkan oleh paparan alergen dan ditandai dengan berbagai gejala klinis yang bervariasi yang dapat dievaluasi menggunakan indeks SCORAD. Efek positif probiotik dalam mengatasi kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai jalur aksi, dimana setiap jenis probiotik memiliki efek yang khas.Â
Terapi antihistamin juga dapat memengaruhi sistem imun, dan ini juga perlu dipertimbangkan dalam penelitian. Konsep mengenai sel T regulator (Treg) menjadi penting, dimana Treg berperan dalam mengatur homeostatis sistem imun dan memiliki peran dalam mengendalikan perkembangan penyakit alergi. Treg dapat memengaruhi respons inflamasi dan merubah peran sel dendritik (DCs) menjadi efektor utama dalam menentukan fenotip sel Th1, Th2, dan Th17. Treg juga dapat langsung menghambat aktivasi sel Th2 yang spesifik terhadap alergen, sehingga mengurangi produksi sitokin-sitokin seperti IL-4, IL-5, IL-13, dan IL-9 yang berperan penting dalam reaksi alergi. Selain itu, Treg memiliki peran dalam menekan inflamasi pada kondisi alergi dengan memengaruhi sel mast, basofil, dan eosinofil, serta berinteraksi dengan sel di jaringan untuk mengatur remodelasi jaringan. Dengan demikian, peran signifikan Treg dalam mengembalikan keseimbangan Th1-Th2 berpotensi memperbaiki nilai indeks SCORAD pada kondisi dermatitis atopik.
Pada jurnal Efek  Suplementasi  Probiotik  Oral  Sebagai  Terapi  Tambahan  pada  Pasien Dermatitis Atopik: Sebuah Tinjauan Sistematis telah dilakukan tinjauan sistematis, efek yang diberikan oleh suplementasi probiotik oral yang dilihat dari indeks SCORAD dan indeks yang mengukur kualitas hidup pasien menunjukkan dampak positif. Hal ini dilihat dari seluruh hasil studi yang menyebutkan bahwa penurunan dari indeks SCORAD pada pasien menunjukkan hasil yang signifikan. Begitu juga dengan peningkatan dari kualitas hidup pasien, sebanyak 6 dari total 7 studi menunjukkan hasil yang signifikan. Patogenesis dari dermatitis atopik masih belum dapat dipahami dengan jelas. Penyakit ini diduga merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antara kerusakan sawar kulit, abnormalitas imun, serta lingkungan.Â
Pada disregulasi imun, terdapat beberapa komponen selular yang terlibat seperti sel Langerhans, sel inflammatory dendritic epidermal, monosit, makrofag, limfosit, sel mast, dan keratinosit. Seluruh faktor ini kemudian berinteraksi sehingga menimbulkan ketidakseimbangan sitokin bifasik yang mengarah pada dominasi sel Th2 pada fase akut IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13, serta Th 1 pada fase kronis IFN- , IL-12 dan IL-18. Telah banyak studi yang mengaitkan perubahan mikrobiota kulit dengan modulasi imun yang disebabkan oleh kerusakan pada fungsi sawar kulit. Meskipun demikian, terdapat fokus baru mengenai faktor dalam patogenesis dermatitis atopik, yaitu hubungan antara mikrobiota usus dan modulasi imun. Populasi mikrobiota usus ini dapat diubah oleh probiotik yang nantinya akan memberi efek terapeutik pada inangnya melalui modulasi imun dengan menyeimbangkan sitokin pro- dan antiinflamasi. Perlunya suplementasi probiotik ini diawali dengan pernyataan Hipocrates 460-370, bahwa seluruh penyakit berawal di usus. Pernyataan ini merupakan gagasan awal yang menyebutkan bahwa bakteri mempengaruhi kesehatan. Dalam beberapa dekade terakhir, penelitian mengenai probiotik yang membantu perbaikan dalam penyakit eksim telah banyak diselidiki.
Pada jurnal Manfaat Probiotik dalam Perawatan Kulit: Review telah ditemukan bahwa probiotik bukan hanya digunakan  secara oral namun juga secara topikal, terbukti terdapat 50 produk dengan klaim yang mengandung probiotik. Berdasarkan beberapa penelitian, penggunaan probiotik secara topikal dalam perawatan kulit dapat mempercepat proses regenerasi kulit. Beberapa perusahaan telah memasukkan bakteri atau dalam produk krim kulit dengan klaim bahwa ini membantu mengembalikan keseimbangan mikroorganisme dalam tubuh manusia dan menghasilkan kulit yang lebih sehat dan bersinar. Meskipun ada persepsi umum bahwa bakteri dan mikroorganisme berpotensi berbahaya, sebagian dari mereka, seperti yang ada dalam saluran pencernaan, sebenarnya membantu dalam pencernaan, melawan mikroorganisme penyebab penyakit, dan memproduksi vitamin. Banyak mikroorganisme dalam produk probiotik memiliki sifat yang serupa atau mirip dengan mikroorganisme alami yang ada dalam tubuh manusia. Beberapa probiotik yang paling umum digunakan yaitu Enterococcus, Lactobacillus, dan Bifidobacterium. Dalam industri kosmetik, penggunaan probiotik sebagai "bahan bioaktif" dalam mengembangkan produk perawatan kulit untuk meningkatkan keindahan dan kesehatan kulit telah dikenali. Jenis produk ini dapat berupa aplikasi topikal seperti losion tubuh, serum, serta sabun. Salah satu jenis bakteri yang sering dimasukkan dalam produk kosmetik adalah Lactobacillus, yang digunakan sebagai bahan bioaktif, dan di samping itu, produk perawatan kulit juga mengandung hasil metabolisme bakteri, seperti asam laktat dan asam hialuronat. Manfaat-manfaat dari probiotik dari jenis bakteri ini berpotensi memperbaiki kondisi dermatitis atopik, karena pemberian losion, sabun, maupun sabun dengan tambahan probiotik dapat mempercepat regenerasi kulit serta melembabkan kulit dari penderita dermatitis atopik yang umumnya kering.
Kesimpulannya, penggunaan probiotik terbukti dapat memberi efek baik pada peyembuhan dermatitis atopik.
Source:
Abdul Karim, A., Trisniartami Setyaningrum, T., & Cita Rosita Sigit Prakoeswa, C. Efek Pemberian Lactobacillus plantarum IS-10506 terhadap Indeks Scoring Atopic Dermatitis (SCORAD) Pasien Dermatitis Atopik Dewasa Derajat Ringan-Sedang: Uji Klinis Acak Terkontrol, Tersamar Ganda. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 31(3), 85-92.https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/14910
NAILATUL, F. (2022). Efek Suplementasi Probiotik Oral Sebagai Terapi Tambahan pada Pasien Dermatitis Atopik: Sebuah Tinjauan Sistematis (Doctoral dissertation, Universitas Andalas). https://doi.org/10.25077/jikesi.v4i2.849
Oranje, A. P. (2011). Practical issues on interpretation of scoring atopic dermatitis: SCORAD Index, objective SCORAD, patient-oriented SCORAD and Three-Item Severity score. In Pathogenesis and Management of Atopic Dermatitis (Vol. 41, pp. 149-155). Karger Publishers.
Pratiwi, E. D., & Susanti. (2021). Manfaat Probiotik dalam Perawatan Kulit: Review. Majalah Farmasetika, 6(4), 359. https://www.researchgate.net/publication/355907150_Manfaat_Probiotik_dalam_Perawatan_Kulit_Review
Uwaezuoke, S. N., Ayuk, A. C., Eze, J. N., Odimegwu, C. L., Ndiokwelu, C. O., & Eze, I. C. (2022). Postnatal probiotic supplementation can prevent and optimize treatment of childhood asthma and atopic disorders: A systematic review of randomized controlled trials. Frontiers in Pediatrics, 10, 956141. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9437454/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H