Penulis; John Patanisia
"Tragedi Takbai kasus pelanggaran HAM Berat di Thailand Selatan yang belum di-Internasionalisasi-kan."
Patani merupakan salah satu wilayah "pemerintahan istimewa" sebagaimana kewilayahan penuh dengan sistem militerisasi dan sekuritisasi oleh tentara Thailand masih aktif di wilayah ujung Selatan Thailand yang selama ini masih menjadi perhatian publik dan dunia internasional karena situasinya yang jauh dari kesan kondusif dan aman.
Patani masih mengalami gejolak terus-menerus sejak berada di bawah administrasi dan pemerintahan negera Kerajaan Thailand sebagai wilayah jajahan, sejak dari hasil penyerahan  pada perjanjian "Anglo-Siam Treaty, 1909" oleh bangsa kolonia antara kerajaan British Malaya dan kerajaan Siam (kini Thailand) telah memisahkan "Patani-Kelantan" bekas negeri Melayu Utara, sehingga konflik entonationalis "Siam-Melayu" mulai meningkat.
Selanjutnya stustus ke-Patani-an tetap resmi ataupun memaksa menjadi bagian dari wilayah Thailand, berdasarkan sejak pembentukan konstitusionalis Thailand pasca "Revolusi Siam, 1932" sehingga waktu transisi sistem politik dan pemerintahan Diraja dari monarki absolut ke monarki konstitusi dengan kerajaan pusat di Bangkok ibukota negara Thailand menjadi sentaralistik sebagimana posisi residensinya menduduki pegantian menjadi jabatan Gubenur yang ditunjuk dan menghapuskan kuasa kesultanan lokal.
Kemudian Patani telah dianeksasi dengan "provincilization system" menjadi salah satu provinsi "Pa(t)tani" sebagai sebagian negara-bangsa (nation-state) Thailand. Dengan pelbagai kebijakan pemerintahan pusat salah satunya adalah "dipecah dan perintah" menjadi provisi Pattani, Yala, Narathiwat dan sebagian Songkhla. Sehingga muncul perlawanan gerakan rakyat lokal hingga sampai kini.
Dengan pelbagai problematika dari kebijakan negara dalam mengupayakan penduduk asal pribumi di Patani harus memaksa bergabung menjadi multination sebagai warganegara Thailand, namun disisi sebaliknya penuh dengan diskriminasi dengan membatasasi hak-hak sipil, orang Patani tetap menjadi warga kelas kedua karena salah satu faktor sebagai minoritas dalam mayoritas yang sangat berbeda.Â
Pasca Perang Dunia  II dasar-dasar penghapusan kolonia dan imprial bangsa dijajah dapat kemerdekaan. Bangsa Patani juga mulai tuntutan hak-hak kebebasan sebagai "hak pertuanan" melalui gerakan nasionalisme Melayu-Patani untuk pembebasan yang melawan pemerintah upaya menyampai aspirasi rakyat Patani yakni Merdeka.
Pada 1960, gerakan nasionalis Patani memuncak operasi kekerasan yang akibat tidak bertahan lagi soal diskriminasi bagi masyarakat Melayu Muslim tidak kunjung usai. Konflik mulai meredam ketika memasuki tahun 1980, para pemimpin gerakan nasionalis mulai menyerahkan diri.Â
Hasilnya, tahun 1990-an merupakan saat dimana Thailand berada dalam kondisi politik internal berstabilitas namun dalam prihal konflik, meskipun masih terdapat 233 kematian yang terjadi karena konflik politik yang menyebar di Pattani, Yala dan Narathiwat, terhitung sejak 1979-2003. Namun, ternyata keadaan stabil tidak berlangsung lama. Sehingga awal tahun 2004 mulai kembali semakin tinggi hingga sekarang.