Akhir 2015 yang lalu saya bergabung dalam sebuah arisan di salah satu Bank yang ada di kecamatan dekat saya tinggal. Iuran perbulanya sebesar Rp 250.000,- sebanyak 20 bulan. Seperti biasanya, setiap bulan pun saya rutin iuran. Di tengah perjalanan arisan, seorang teman sering bertanya kepada saya, "arisanya siapa yang dapat ya ? kenapa dari banyaknya anggota yang ikut, belum ada satupun yang dapat?"
Mendengar keluhan tersebut, saya jadi semakin khawatir. Sebenarnya ini arisan atau bagaimana ? kenapa belum ada yang dapat, padahal sudah mau selesai waktu arisanya ? Kekhawatiran saya pun semakin bertambah karena buku arisan yang harusnya di miliki setiap anggota tidak di kasihkan.
Karena selalu khawatir, akhirnya saya pun menanyakannya ke seorang tetangga yang kebetulan pegawai di Bank tersebut, yang sekaligus menarik uang arisan perbulan dari kami. Setelah di jelaskan, ternyata ini bukan arisan, melainkan menabung namun berkedok seperti arisan. Dengan begitu, orang jadi tertarik untuk ikut. Dari penjelasanya, kegelisahan saya mulai terjawab.
Kalau memang menabung ya bilangnya menabung saja, bukan arisan. Kita semua kan jadi selalu berharap bahwa nama kita keluar karena dapat arisan. Pikir saya dalam hati.
Saat arisan memasuki waktu 18 bulan, saya dan anggota lainya mengambilnya. Tidak sampai 20 bulan karena dana mau di pakai untuk lebaran di bulan ke 18 tersebut. Â Total uang yang akan saya terima yaitu Rp 250.000,- x 18, jumlahnya Rp 4.500.000,-. Dan perasaan, saya setiap bulan selalu rutin iuran. Tapi ternyata ada kesalahan tekhnis, hingga akhirnya jumlah uang saya terpotong 1 bulan alias Rp 250.000,-. Dari Rp 4.500.000,- di kurangi Rp 250.000,- tersisa Rp 4.250.000,-. Lah, itu bagaimana ?
Kecewa sudah pasti, karena perasaan saya iuran rutin perbulan dan tak pernah telat. Entah karena saya memang kurang iuran 1 bulan, atau memang petugasnya salah tulis.
FYI : pencatatan arisan ini masih manual menggunakan tulisan tangan
Kekecewaan saya bertambah karena bukan hanya milik saya saja yang terpotong, tapi milik kakak dan adik saya yang juga ikut arisan pun demikian. Perasaan mereka semua sudah rutin iuran perbulan selama 18 bulan, namun ternyata oleh petugasnya terhitung 17 bulan. Entah siapa yang benar.
Selain saya dan 2 saudara saya, ternyata ada tetangga saya Mbak Ipah yang juga mengalaminya. Harusnya ia menerima uang arisan yang terkumpul selama 18 bulan, namun lagi lagi harus terpotong jadi 17 bulan.
Dan beruntungnya karena setelah debat, Mbak Ipah menang karena memiliki bukti bahwa ia sudah benar iuran sebanyak 18 bulan, dan uang pun tidak jadi di potong. Dari situ kelihatan bahwa petugasnya salah dalam menulis. Dan yang di rugikan adalah kita sebagai nasabah.
Sedangkan punya saya dan 2 saudara saya, di biarkan saja, entah siapa yang benar hanya Tuhan yang tahu. Namun intinya, kita semua yang pernah arisan yang berkedok menabung di Bank tersebut merasa kecewa dan tak mau lagi menabung di Bank tersebut.
Selain cerita diatas, saya juga punya cerita tentang kekecewaan saat menabung yang dialami oleh teman Ibu saya yang bernama Ibu Turtiyah beserta banyak teman teman pedagang lainya. Ibu Turtiyah dan teman temannya adalah seorang pedagang di pasar Giwangretno Kebumen dekat saya tinggal. Dan karena termasuk orang orang desa jaman dahulu, pendidikanya pun minim. Rata rata dari mereka hanyalah tamat SD.
Setiap hari senin sampai sabtu, petugas Bank keliling tersebut mendatangi pasar tempat Ibu Turtiyah dan teman temanya berdagang untuk menarik uang mereka. Jumlah mereka ada 3 orang laki laki, lengkap dengan seragam kerja.
Awal awal menabung memang aman aman saja. Bahkan saat akan mengambil uang untuk sebuah keperluan pun begitu mudahnya karena tinggal bilang saja dan petugasnya pun segera datang mengantarkan uangnya. Sehingga tak perlu keluar berkunjung ke kantornya karena petugasnya sudah siap sedia.
Karena pelayanan yang begitu memuaskan, para nasabah pun menjadi semakin percaya bahwa uang mereka akan aman aman saja di tabung di Bank tersebut. Tapi lama lama kelamaan ko jadi sulit. Petugas yang tadinya datang setiap hari kepasar sudah tidak pernah datang kembali.
Terakhir terdengar kabar, Bank tersebut akan tutup. Tapi anehnya, tidak ada petugasnya yang menginformasikan kepada para nasabahnya kalau Bank nya akan segera tutup. Beruntunglah Ibu Turtiyah segera mengetahui informasi tersebut dari seorang kerabat. Â Hingga dengan segera, Ibu Turtiyah pun mengambil semua uangnya yang berjumlah 5 juta rupiah. Alasan Bank tersebut tutup di karenakan kepala Bank nya melarikan diri entah kemana dengan membawa uang nasabah.
Namun karena tidak semua teman Ibu Turtiyah mengetahui bahwa Bank tempat mereka menabung sedang bermasalah, uang tabungan mereka (teman teman Ibu Turtiyah) pun banyak yang raib karena keburu tutup dan pimpinanya menghilang entah kemana.
Anehnya lagi, ternyata lokasi Bank tersebut berada jauh di Kota Purworejo. Bahkan selama Ibu Turtiyah dan teman temannya menabung, tidak mengetahui dimana lokasi tepatnya berada. Dari sini sudah terlihat bahwa salah satu modus penipuan yang di lakukan adalah dengan mentarget nasabah yang tinggal jauh dari lokasi Bank berdiri. Sehingga kalaupun nasabah ada waktu untuk mengunjungi kantornya, jadi agak malas karena jaraknya yang begitu jauh sekitar 40 km dari Kota Kebumen.
Menurut penuturan Ibu Turtiyah, uang teman temanya ada yang sampai puluhan juta rupiah per orang. Itu baru satu orang, karena ternyata yang menabung dan tertipu jumlahnya ada banyak.
Dari pengalaman pahit tersebut, kini Ibu Turtiyah beserta teman teman pedagang pun lebih berhati hati dalam memilih tempat menabung. Dan mereka semua pun sangat kecewa karena uang yang selama ini di kumpulkan bertahun tahun, hilang lenyap begitu saja karena telah tertipu dengan menabung di Bank tersebut.
Untuk di ketahui, Bank tempat saya arisan belum dijamin oleh LPS, sehingga jika sewaktu waktu Bank tersebut mengalami resiko, uang saya bisa hilang begitu saja. Sementara untuk Bank tempat Ibu Turtiyah menabung juga tidak dijamin LPS. Sehingga uang para nasabah saat Bank terkena resiko, bisa hilang dengan mudahnya seperti diatas saya ceritakan.
Dari pengalaman saya dan Ibu Turtiyah beserta teman temannya, sayapun memilih tempat menabung di Bank yang dijamin oleh LPS. Begitu juga dengan Ibu Turtiyah, Beliau memilih menabung di Bank BPR yang sudah dijamin LPS, sehingga keberadaan uang tabungan tetap aman walaupun Bank tersebut mengalami resiko (semoga tidak).
Menabung di Bank itu tidak takut fisik uang jadi rusak. Terlebih di Bank yang di jamin LPS. Pernah ada tetangga saya karena sepertinya belum percaya dengan Bank, menyimpan uangnya dikubur didalam tanah yang kemudian dimakan rayap. Padahal jumlahnya cukup besar, 5 juta rupiah. Sayang sekali bukan uang sebanyak itu hilang sia sia ?
Tentunya kita tidak mau kan uang yang selama ini kita tabung, raib begitu saja saat Bank tempat kita menabung tutup atau mengalami resiko lainya. Nah, dengan menabung di Bank yang di jamin dengan LPS, nasabah seperti memiliki asuransi untuk menjamin keamanan simpanan kita dalam sebuah Bank.Â
Nah, bagaimana, masih memilih menabung di Bank yang tidak memiliki jaminan LPS kah kalian ?
#SaatnyaCerdasDalamFinansial bersama LPS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H