Selama ini aku sudah terbiasa bersama-sama dengan orang kecil, tidur bareng orang kecil, makanan makanan orang kecil, dan hidup sebagai orang kecil. Aku mencintai orang kecil dan bersyukur dilahirkan di lingkungan orang kecil. Aku tak biasa jadi orang besar dan berdampingan dengan orang-orang besar.
Alhamdulillah akhirnya aku bisa. beberapa hari hidup bertetangga kamar dengannya tidak membuatku kiku atau gimana. Aku pun bisa mengimbangi cara bicaranya. Ya, meskipun dia pake eloe gue dan aku pake aku samean. Yang terpenting aku nyaman. itu saja.
Yang aku takutkan adalah ketika suatu saat dia ajak aku jalan-jalan. aku takut kita gak imbang, dia terlalu tinggi sementara aku… (tak perlu kuteruskan) Alloh mudah-mudahan aku kuat.
Hingga akhirnya moment yang kutakutkan itu pun datang.
“Fit, jalan-jalan yuk. Bosen nih di kamar terus.”
“ke mana?”
“ke pasar. Aku pingin beli sesuatu ne.”
Waduh, pasar lagi. sumber kepuasan nafsu konsumtif.
***
Awalnya biasa-biasa saja. dia beli keperluannya, aku juga. Bedanya punya dia lebih bermerek dari yang kubeli, tak masalah, toh itu urusan masing-masing.
Yang bikin aku gak enak yaitu ketika di tengah pasar menuju pintu pulang, dia berhenti dulu di toko jilbab. Ngapain dia beli jilbab di pasar tradisional begini, pikirku.