Telah berbagai peristiwa yang membuahkan pengalaman sekaligus ilmu dan pemahaman baru bagi saya. Setelah kecemasan, kegusaran, kesumpekan, kegelisahan dan kekuatiran dan takut kehilangan selalu menyertai diri yang seharusnya berpijak pada ketenangan---malah terganggu oleh berbagai hal itu.
Semua hal yang telah saya alami dan terjadi di dalam diri saya tak pernah salah. Yang salah adalah saya yang mendapat tugas dari Tuhan untuk mengkhalifahi itu semua.Â
Pasalnya saking terlenanya saya, pada posisi ketidakseimbangan membuat diri malah terhanyut dan menyerahkan diri dikuasai oleh segala potensi menjadi aksi ketidakseimbangan hidup.
Pada akhirnya kondisi hati menjadi mellow, pikiran menjadi mudah marah dan frustasi.
Maka malam ini Sang Kasih mengingatkan saya pada kondisi ruang kamar dan hanya ada pencahayaan yang menyorot gambar latar dinding salah satu sisi kamar.Â
Pada ruang gelap, selalu yang ingin saya pandang adalah cahaya. Pada posisi ketidakseimbangan diri selalu yang saya harapkan untuk bersandar pada keyakinan menemukan jalan terang keseimbangan.
Pada posisi gelap ketidakmungkinan untuk mencari dan menemukan cahaya kepastian Allah atas hidup kita, Allah hadir menemani dengan kasih dan sayang-Nya.
Pada posisi kalut, gelisah, ketakutan terhadap ketidakpastian hidup itu suara Allah hadir---kasih sayang Allah memeluk dan menenangkan kita---seperti pelukan orang tua ketika melihat anaknya sedang dalam bahaya.
Meskipun mata tak pernah bisa melihat Tuhan, tetapi rasa dalam nurani sudah cukup mewakili untuk menjadi mata rasa dan telinga sukma untuk menemukan dan merasakan kehadiran Tuhan.
Maka, puasalah amat penting untuk menjernihkan pikiran, menyucikan hati dan memancarkan aksi dan reaksi nurani dalam kepekaan menangkap dan merasakan gelombang, frekuensi kehadiran Tuhan---atau tanpa itu semua Allah tetap Maha dari segala yang ada untuk memeluk dan menemani kita.