Mohon tunggu...
Aminul Solihin
Aminul Solihin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Zonasi Sekolah, Apakah Benar-Benar Adil?

29 Januari 2019   17:12 Diperbarui: 29 Januari 2019   17:15 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tahun 2019, pemerintah masih menerapkan sistem zonasi untuk penerimaan peserta didik baru. Sistem zonasi ini berdasarkan jarak antara domisili dan lokasi sekolah. Berdasarkan keterngan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhadjir Effendy, sisem zonasi ini bertujuan untuk meratakan kualitas sekolah mulai dari tenaga pengajar dan fasilitas yang ada. Secara otomatis siswa akan langsung terdaftar di sekolah terdekat dengan rumah berdasarkan data dari Dinas Dukcapil (Penduduk dan Pencatatan Sipil). Sehingga, tidak ada siswa yang mendaftarkan diri ke sekolah dan sekolah dituntut aktif untuk mengajak anak didik untuk bersekolah. Sekilah sistem zonasi yang diadakan memliki tujuan baik, akan tetapi apakah dalam pelaksanaanya bisa sesuai dengan tujuan yang diharapkan?.

Tujuan lain dari sistem zonasi adalah untuk menghilangkan status sekolah favorit di beberapa sekolah dan mengurangi pemusatan tenaga pengajar yang kompeten di beberapa sekolah. Dengan demikian seluruh sekolah akan memiliki fasilitas yang baik dan tenaga pengajar yang mumpuni. Serta dapat membuat atmosfer heterogen siswa di sekolah dan membuat siswa semakin terpacu untuk belajar.

Sebagai pelajar Indonesia, saya tidak sepenuhnya setuju dengan pelaksanaan sistem zonasi ini. Karena, dengan sistem zonasi ini bobot penilaian terbesar berada pada radius jarak antara rumah dan sekolah. Hal ini secara tidak langsung nilai hasil belajar siswa tidak menjadi tolok ukur utama dalam penerimaan siswa baru. Sebagai contoh ketika ada siswa berprestasi di sebuah daerah terpencil dan dia secara nilai dan kemampuan layak untuk melanjutkan Pendidikan di sekolah favorit di kota, dengan adanya sistem zonasi akan menghilangkan kesempatan siswa tersebut untuk berkembang lebih baik. Kita semua tahu kalua fasiltias sekolah di kota jauh lebih baik dibandingkan di daerah-daerah terpencil. Lalu, apakah pemerintah akan membiarkan generasi unggulan tidak mendapatkan Pendidikan yang baik? Tentu hal tersebut tidak bisa dibiarkan.

Menurut saya adanya sekolah favorit membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar lebih giat untuk mendapatkan tempat yang layak. Sistem zonasi secara tidak langsung mengilangkan kompetisi yang ada dan membuat siswa tidak terpacu untuk belajar lebih giat. Sebagai pelajar Indonesia, dulu saya benar-benar merasakan bagaimana perjaungannya agar bisa bersekolah di salah satu sekoalh favorit di kota saya. Karena, saya awalnya berasal dari sekolah di pedesaan yang kurang dipandang dibandingkan sekolah lainnya. Hal yang membuat saya mau untuk melanjutkan Pendidikan di kota adalah sekolah memiliki fasiltias yang jauh lebih baik. Bukan hanya itu, lingkunga pegaulan di sekolah favorit pun lebih baik dibandingkan di sekolah di desa. Siswa -- siswa di sekoalh favorit cenderung memilik tujuan dan cita-cita yang jelas. Oleh karena itu, membuat saya lebih termotivasi untuk belajar dan berkembang. Saya merasakan perbedaan yang cukup signifikan ketika saya masih bersekolah di desa dibadningkan di sekolah favorit. Jika memang, tujuan sistem zonasi adalah untuk meratakan kualitas Pendidikan, seharusnya pemerintah harus bisa membuat fasiltias dan tenaga pengajar yang baik tersebar merata, agar siswa tidak menjadi korbannya. Karena, menurut saya masa depan generasi unggulan bangsa jauh lebih penting. Bisa jadi, akan ada ilmuwan seperti pak Habibie yang ada karena motivasi dan perjuangan yang gigih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun