Mohon tunggu...
Aminuddin
Aminuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis purna
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nama : Aminuddin TTL : Plaju, 30 Desembe 1961 Pendidikan : S1 UIN Raden Fatah Palembang GO-PAY: +6289506920230

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Khawatir Karena Jauh

19 Februari 2022   09:56 Diperbarui: 19 Februari 2022   09:59 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu tempat kos di sekitar kampus ITERA (Institut Teknologi Sumatera) di Lampung Selatan (Lamsel) Foto : Dok. Pribadi 

Khawatir Karena Jauh

Oleh aminuddin

Orangtua mana yang tidak merasa senang anak bujang nya berhasil lulus sekolah menengah lanjutan atas (SMA) dengan nilai baik. 

Orangtua mana yang merasa kecewa jika si anak bujang berhasil masuk perguruan tinggi tanpa tes. 

Tapi setelah itu...? 

Mulai ada perasaan khawatir dan cemas. 

Kenapa? 

Si anak bujang harus pergi merantau ke kota lain agar bisa melanjutkan studinya di perguruan tinggi.

Selama ini, selama tinggal dengan orangtua, seperti anak kebanyakan, semuanya selalu ngandelin orangtua. 

Mulai dari mandi, makan dan minum, mencuci pakaian, menyiapkan perleng kapan sekolah dan tetek bengek lainnya. Semuanya tahu beres. 

Tak jarang orangtua harus pontang-pan ting ke sana kemari. Selain harus cari naf kah kita juga harus antar jemput sekolah, membantu mereka baik yang berkenaan dengan dan di luar sekolah. 

Kita orangtua baru merasa aman  dan lega setelah hari itu anak kita sekolah dengan penuh semangat dan tentu saja dalam keadaan sehat walafiat. 

Bagaimana setelah pergi merantau? 

Kita lantas berpikir bagaimana dia makan dan minum, bagaimana dia tidur dan bangun lebih awal agar ti dak terlambat pergi sekolah (kuliah), dan bagaimana pula ekiranya si anak bujang tiba-tiba jatuh sakit  

Yang paling kita khawatirkan adalah bagaimana pergaulannya dengan teman-temannya, baik teman di lingkungan kosnya maupun di kampus tempat mereka belajar, menimba ilmu pengetahuan. 

Bukankah jarak kita jauh. Mending kalau ada sanak kerabat, meski belum jadi jami nan lepas dari khawatir, bagaimana kalau tidak. 

Saat bersama kita, kita bisa awasi dengan baik. Saat tidak bersama kita, harus tetap baik seharusnya. 

Tapi alhamdulillah sedikit demi sedikit si anak bujang sudah bisa beradaptasi di lingkungan barunya.

Sudah bisa mencuci pakaian sendiri, bisa masak nasi sendiri pakai magic jer dan tinggal beli lauk di luar serta rajin belajar dan kuliah meski sementara ini hanya dari rumah. 

Jika rindu cukup video call saja. Rindu pun terbayar tunai. Karena dengan video call ki ta bisa melihat langsung keadaan si anak bujang. 

Apakah lebih kurusan atau sebaliknya. Ba gaimana dengan kuliahnya, shalat ada ti nggal enggak dan macam-macamlah. 

Untungnya si anak bujang tinggal bersama teman-temannya satu kampus. 

Jadi bisa belajar bersama, saling bantu dan menasehati satu sama lain dalam kebaikan.

Inilah sekelumit kisah kami bagaimana rasanya ditinggal anak bujang pergi me rantau untuk melanjutkan sekolahnya. 

Tentu terbersit doa dan harapan agar si anak bujang dan teman-temannya dalam keadaan sehat walafiat, sukses menggapai cita-cita dan tentu saja selamat di dunia maupun akherat. 

Amin ya robbal alamin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun