Mohon tunggu...
Aminuddin
Aminuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis purna
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nama : Aminuddin TTL : Plaju, 30 Desembe 1961 Pendidikan : S1 UIN Raden Fatah Palembang GO-PAY: +6289506920230

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kemah Roboh

18 Januari 2022   06:52 Diperbarui: 18 Januari 2022   06:55 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kemah Roboh

Oleh aminuddin

ADA momen yang tak bisa saya lupakan seumur hidup. Selain lucu juga kalau dipikir bikin malu sendiri. 

Dulu, sekitar tahun 70-an, saat masih duduk di bangku sekolah menengah atas, sekolah kami mengadakan perkemahan. 

Lokasinya berada di sekitar sekolah. Tentu saya dan teman-teman sangat bersemangat mengikuti perkemahan ini. Ingin merasakan bagaimana rasanya berkemah. 

Malam harinya hujan turun deras. Awalnya biasa-biasa saja. Tapi, karena deras disertai angin, kemah kami roboh. 

Basah kuyup lah kami. Di tengah hujan deras itu kami tinggalkan kemah dan mengungsi ke kelas. 

Kemah baru diperbaiki keesokan harinya. Kami akhirnya lega. Tidak terjadi apa-apa. Meski malu hati dan kena marah guru pengawas perkemahan. 

Momen lain yang tak bisa dilupakan adalah ketika saya sering bolos. Tidak masuk sekolah. 

Kemudian ada guru yang sampai menangis melihat kenakalan kami di dalam kelas. 

Juga saat guru yang mengajar pelajaran tertentu tidak ada. Berhalangan hadir. Ribut sekelas. 

Ada yang bernyanyi. Ada 'mukul' bangku. Bahkan ada juga yang joget-joget. Ramai lah pokoknya. 

Kami baru berhenti melakukannya setelah ditegur petugas piket. Kami diberi arahan dan dinasehati supaya jangan ribut. Karena mengganggu siswa lain yang tengah belajar. 

Sejak saat itu kami tidak ribut lagi. Pihak sekolah juga mengambil inisiatif jam belajar siswa tidak boleh kosong. 

Intinya, proses belajar dan mengajar tetap berlangsung meski tidak harus sama dengan mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang berhalangan hadir itu. 

Inilah sekelumit momen-momen indah, sedih dan lucu menggelikan saat saya masih duduk di bangku sekolah lanjutan atas dulu. 

Mengenai apakah profesi guru  tidak dilirik lagi saat ini, jawabannya betul. 

Tapi menurut saya bukan tidak dilirik. Tapi mulai turun peminatnya. 

Hal ini bukan tanpa sebab. Salah satunya demi mengejar status. Ya status guru PNS. 

Artinya, jika status itu gampang dicapai dan enak menggiurkan, yes oke lah. Tapi jika sebaliknya, bikin hidup susah, tinggalkan. 

Ganti profesi yang lain. 

Booming

Harus diakui dulunya menjadi PNS guru itu tidak sesulit seperti sekarang ini. Ada ikatan dinas namanya. Selesai sekolah langsung kerja. 

Lalu ada booming. Maka membludak lah sekolah (SPG). Ramai-ramai para orangtua memasukkan anak perempuan mereka ke SPG (sekolah pendidikan guru). 

Pasca SPG ditutup. Praktis tidak ada lagi sekolah guru yang setara dengan es em a dan sederajat. 

Jadi kalau mau jadi guru ya harus kuliah di perguruan tinggi swasta maupun negeri. 

Selain mudahnya jalur ke PNS, lowongan kerja ke jalur swasta juga masih terbuka lebar. Tingkat persaingan belum seketat sekarang. 

Tapi, terlepas dari semua itu, yang membuat kita sedih adalah mereka yang sudi 'ngehonor' ternyata tidak seratus per sen pengabdian. Hanya batu loncatan untuk menjadi PNS. 

Rasa cinta profesi menjadi guru sudah tidak ada lagi. Yang dipikirkan status dan penghasilan. Maunya di kota saja. Sedang kan di pelosok justru tidak dilirik. 

Dilupakan... 

Maunya cepat hidup mapan. Jadi guru bukan ladang pengabdian tetapi ladang untuk menyemai rupiah dan kekayaan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun