Ikatan perkawinan antar para raja dan bangsawan yang didorong oleh Arung Palakka memberi sumbangan besar bagi meredanya perselisihan dan pertikaian antar kerajaan di Sulawesi Selatan sehingga hampir semua raja di Sulawesi Selatan setelahnya dapat ditelusuri silsilahnya sampai ke La Patau Matanna Tikka.
Konsolidasi politik lokal ini lah yang memberi sumbangan besar ketika Republik Indonesia mulai terbentuk. Langkah politik berbasis nilai kekeluargaan yang dilakukan oleh Arung Palakka berhasil meminimalkan perang antar kerajaan di Sulawesi Selatan dan sekaligus menjadi peletak cikal-bakal teritorial bernama Sulawesi Selatan.
Ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Raja Bone Andi Mappanyukki tidak menemui kesulitan untuk mengajak semua raja-raja di Sulawesi Selatan untuk bergabung dengan negara Indonesia yang baru lahir itu.Â
Bersama Datu Luwu Andi Djemma, yang merupakan mertuanya, Andi Mappanyukki dapat membujuk para raja untuk melebur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dengan ikhlas mereka melepas kekuasaannya. Konsep Sompulolo (keterkaitan keluarga) yang diusung Arung Palakka terbukti menjadi salah satu pondasi kokoh negara modern bernama Indonesia.
Arung Palakka mangkat di istananya di Bontoala sehingga mendapat nama anumerta Matinroe ri Bontoala dan dimakamkan di Bontobiraeng, berhadapan dengan makam Karaengnge Sultan Hasanuddin.
Menelusuri jejak perlawanan dan langkah politik Arung Palakka adalah pelajaran untuk menangkap konteks peristiwa dan memetakan konsep nilai yang dianut dan hidup dalam jiwa masyarakat.Â
Bahwa setiap peristiwa selalu diawali dan mestinya juga dijelaskan dari pra kondisi dan lalu diakhiri dengan kejadian setelahnya.Â
Bahasan komprehensif lah yang memampukan kita menarik benang merah dari setiap peristiwa yang berkaitan dalam satu episode tertentu dalam sejarah dan benang merah itu yang dapat dipetakan untuk dipelajari pola dan faktor pengaruhnya.
Sosok Arung Palakka hanya akan bisa difahami langkah-langkahnya dalam percaturan sejarah ketika konteks kultur dan kondisi sosial yang melingkupnya juga dipaparkan.Â
Dalam sejarahnya kemudian Kerajaan Bone tidak pernah merasa menjadi bawahan Kolonial Belanda, meski pengangkatan raja-raja mereka laporkan ke Batavia namun bukan untuk mendapat persetujuan karena pengangkatan raja adalah keputusan adat.Â
Label pahlawan yang kemudian disematkan pada tokoh-tokoh tertentu dalam sejarah karenanya juga harus difahami konteks pertimbangannya.Â