Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mewarnai Hitam, Menceritakan Putih

24 Mei 2020   12:12 Diperbarui: 24 Mei 2020   13:52 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di antara hitam dan putih, ilustrasi (Photo by BERK OZDEMIR from Pexels)

Hal menarik lainnya, terkadang tanpa kita sadari ternyata sesuatu yang awalnya dipandang hitam bisa saja berubah menjadi putih. Hal yang semula dihargai putih perlahan berganti hitam.

Ketegasan atau kejujuran sering dimaknai dengan pemilihan hitam atau putih yang tegas. Katakan hitam kalau hitam, ungkapkan sebagai putih kalau putih

Mengatakan dengan lantang antara hitam atau putih di situlah masalah sesungguhnya.

Saya atau anda juga barangkali seringkali terjebak dalam godaan untuk melihat lebih dalam jangan-jangan sesuatu yang awalnya kita lihat sebagai hitam nyatanya mengandung sesuatu misteri. 

Banyak citra yang melekat pada warna hitam. Kesederhanaan, kegelapan, ketegasan, asal mula penciptaan merupakan beberapa contoh dari cara kita menafsirkan warna hitam.

Bukan sekadar mengatakan bahwa hitam merupakan ketiadaan cahaya putih yang kemudian ditafsirkan sebagai simbol kegelapan. 

Pada skala kosmos, terdapat suatu tempat di ruang semesta yang sedemikian masifnya sehingga ruang dan waktu melengkung ditarik oleh grafitasinya. Dan cahayapun tidak bisa melewatinya, tersedot tenggelam ke dalam “lubang hitam”

Maka tidak cukup kita mendefinisikan bahwa hitam berarti ketiadaan cahaya belaka, karena teori lubang hitam menerangkannya berbeda. Materi dan gelombang yang tertelan mengartikan cahaya pun juga tertelan dan berakumulasi atau lubang hitam justru menguasai cahaya.

Sampai kapan dan sebatas apa, entah. Boleh jadi pada saat lubang hitam itu memuntahkan kembali semua materi dan gelombang yang ditelan melalui “lubang putih” yang identik dengan penciptaan kembali. Pemikiran demikian tentu berangkat dari dogma bahwa segala sesuatu diciptakan berpasangan di semesta, sehingga hitam mestilah memiliki pasangan bernama putih. Dan hitam-putih dalam dunia grafis tidak disebut sebagai warna melainkan komplemen atau pelengkap. Masih ingat dulu foto hitam-putih atau warna, TV hitam-putih atau warna, baju warna-warni atau hitam-putih?

Demikian pula sesuatu yang awalnya terlihat putih bersih ternyata mengandung banyak spektrum ketika dilewatkan melalui prisma. Mari kita lihat prisma sebagai sesuatu yang memaksa kita berbelok dalam perjalanan kehidupan sebagaimana berkas cahaya yang berbelok ketika melintasi prisma. Proses cahaya berbelok itu menunjukkan betapa putih sesungguhnya mengandung banyak warna dan boleh saja kita mengatakannya sebagai keindahan lewat guratan berwarna pelanginya. 

Ilmu pengetahuan menjelaskannya sebagai pembiasan yang melibatkan banyak hal atau variabel. Sudut datang, sudut pergi, jarak dan orientasi antar bidang ketika cahaya datang dan cahaya meninggalkan prisma semuanya akan menghasilkan sesuatu yang berbeda.

Analogikan prisma dan cahaya dengan situasi kehidupan nyata kita maka menjadi jelas kenapa sesuatu (niat) yang awalnya putih tulus bisa berbias menjadi bermacam (warna) kepentingan yang tidak lagi terfokus bersama ke satu titik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun