Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Wakulla Springs (FL), Mata Air Inspirasi

1 Mei 2020   20:44 Diperbarui: 12 Mei 2020   09:58 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyusuri sungai dengan perahu (dokpri)

Apa yang terbayang dalam benak ketika menyebut mata air? Pikiran akan terbawa ke suatu obyek atau tempat darimana air akan muncul dari dalam bumi, mengumpul lalu mengaliri permukaan bumi, menyusuri lekuk permukaannya dan dengan sabar akhirnya sampai ke laut.

Hampir pasti lokasi mata air berada nun jauh di pegunungan. Mata air berbeda dengan sumber air seperti sumur misalnya yang memerlukan upaya tertentu untuk dapat dimanfaatkan airnya selain sumur artesis yang memang airnya memang akan memancar sendiri.

Masa-masa kecil yang saya lalui dengan banyak bermain di sungai, bermain lumpur yang terkadang disusupi lintah, berburu udang di balik batu merupakan masa yang membentuk pondasi kesadaran betapa sebenarnya kita dekat dengan alam. Pada beberapa titik di tebing sungai kami terkadang menemukan air yang memancar keluar.

Kami semua anak desa yang pernah merasakan hampir tenggelam di sungai sehingga kemudian dipaksa untuk beajar berenang tanpa peduli apa nama gaya renangnya. Kami juga dulunya adalah anak-anak yang justru menikmati kejadian banjir di sungai. Banjir di sungai pada masa kami dulu adalah peningkatan volume air yang terjadi dalam interval yang cukup panjang, bisa lebih dari 24 jam, sehingga memberi ruang untuk mandi dan berenang di kali yang airnya melimpah. Periode yang panjang artinya kecepatan aliran air yang tidak terlalu tinggi.

Beberapa batang kayu atau pisang yang dihanyutkan banjir dengan sedikit ketrampilan tali-temali dapat kami jadikan rakit sebagai wahana bermain. Rakit sebagai tempat mengapung dan sekaligus sebagai anjakan untuk melompat ke dalam aliran air.

Semua memori itu yang sedikit demi sedikit keluar dari alam prasadar saya. Penggalian memori berawal dari penyampaian tujuan bahwa agenda akhir pekan kami di Bulan Mei 2015 itu adalah berkunjung ke salah satu Taman Nasional di Negara Bagian Florida ini yaitu Wakulla Springs alias Mata Air Wakulla. Bermacam pikiran menggelayut seputar pilihan tujuan ini, ya kenapa menuju mata air, apa uniknya mata air yang akan kami kunjungi itu?

Sepanjang sekira 15 mil perjalanan dari Residence Inn by Marriott tempat kami menginap di Tallahasse ke arah Selatan menyusuri jalan raya FL-61 yang cukup lengang dan membutuhkan waktu sekitar setengah jam.

Ternyata kami menuju ke salah satu mata air tawar terbesar dan terdalam di dunia yang dikelilingi oleh rawa-rawa dan pepohonan cemara yang menurut pengelolanya termasuk pepohonan kuno. Edward Ball Wakulla Springs State Park itu nama situs yang kami kunjungi. Dari namanya kita tahu bahwa kawasan konservasi seluas sekitar 6000 acre (2428 Ha) ini termasuk dalam pengawasan negara bagian.

Apa yang membuat mata air ini menjadi berbeda?

Kawasan Wakulla dulunya merupakan salah satu pusat pemukiman Indian atau tempat beristirahat sementara bagi mereka yang sedang dalam perjalanan. Tentu keberadaan sumber air tawar menjadi penentu tumbuhnya pemukiman di sini. Menurut catatan sejarah, sekitar 15.000 tahun silam manusia mulai menempati kawasan yang namanya mengandung arti "Sungai burung menjerit" atau "Sumber air misterius dan aneh".

Bukti-bukti sejarah fosil dari jaman Pleistosen, artefak dan rangka mastodon (mamalia mirip gajah dari era Pleistosen) membuktikan peran Wakulla Springs dalam sejarah permukiman di Florida mulai dari masa Indian Purba sampai masa kontak dengan bangsa Eropa sekitar tahun 1513 .

Ya, nilai sejarah lah yang membuat tempat ini menjadi obyek wisata yang menarik. Wisata alam sekaligus wisata sejarah.

Banyak tempat di tanah air yang memiliki karakteristik seperti Wakulla Springs tapi tidak banyak yang dilengkapi dengan catatan sejarah keberadaannya. Dari sisi keindahan alam, tempat ini sebenarnya tidak terlalu istimewa dibanding eksotika Air Terjun Mata Jitu di Pulau Moyo Sumbawa, misalnya, yang pernah menjadi tempat Putri Diana bersembunyi dari kejaran paparazzi dulu. Namun kelebihan pengelolaan obyek dan destinasi wisata di sini adalah dokumentasi sejarah yang lengkap sehingga bisa memberi daya tarik lebih kepada pengunjung

Informasi sejarah kawasan konservasi Wakulla Springs (dokpri)
Informasi sejarah kawasan konservasi Wakulla Springs (dokpri)
...Nilai sejarah tempat ini terentang ribuan tahun dari pemukim asli Amerika yang hidup di pinggir sungai yang mengalir dari mata air ini sampai ke pembuat film seperti film Tarzan's Secret Treasure (1941) dan Creature from the Black Lagoon (1954) yang melakukan pengambilan gambar di sini. Edward Ball merupakan orang yang pertama membeli tempat ini pada tahun 1934 dan lalu mengembangkannya menjadi sebagai tempat wisata yang mengedepankan pelestarian alam liar dan segenap habitat yang ada dalam lingkungan tersebut. Wakulla Springs Lodge selesai dibangun tahun 1937 dan menggunakan arsitektur Mediteranian.  
Penginapan yang dibangun Edward Ball (dokpri)
Penginapan yang dibangun Edward Ball (dokpri)

Untuk menghormati jasanya, tempat ini kemudian dinamakan Edward Ball Wakulla Springs State Parks dan terdaftar dalam National Register of Historic Places dan dimaksudkan sebagai National Natural Landmark. Sebagai kawasan konservasi, pengunjung dilarang keras mengganggu binatang maupun lingkungan di sini.

Suhu air di sini cukup dingin sekitar 70 derajat bahkan di hari terpanas di musim panas sekalipun. Jangan kaget dengan suhu 70 derajat, karena suhu di sini diukur dalam Fahrenheit sehingga angka 70 itu kalau dinyatakan dalam Celcius ya sekitar 21 derajat. Cukup dingin bukan?

Melihat anak-anak melompat ke dalam danau rasanya tidaklah seseru jaman masa kecil kami dahulu. Kalau di Wakulla Spring disiapkan menara dan anjungan untuk melompat, masa kecil kami dulu melompat ke sungai kami mengambil ancang-ancang dari tebing sungai atau memanjat sampai ke dahan pohon yang menjulur ke arah sungai.

Anjungan melompat dan berenang (dokpri)
Anjungan melompat dan berenang (dokpri)
Karena berada dalam kawasan konservasi, lokasi yang diperbolehkan untuk aktifitas berenang sangat dibatasi dan diawasi. Sungai yang mengalir dari kolam mata air ini merupakan habitat buaya alligator sehingga kepatuhan terhadap instruksi sangat menentukan keselamatan pengunjung. 
Alligator sedang beristirahat (dokpri)
Alligator sedang beristirahat (dokpri)

Sekalipun memasuki kawasan Wakulla Springs tidak dikenakan biaya namun untuk mengikuti tur perahu selama sekitar 1 jam menyusuri aliran Sungai Wakulla dikenakan biaya USD 6 per orang. Pengemudi sekaligus pemandu sepanjang tur ini dengan sabar menjelaskan setiap makhluk yang nampak, jenis burung, perilaku alligator sampai kura-kura yang nampak sambil tetap mengingatkan penumpang untuk tidak membuang atau melempar benda apa pun ke sungai atau ke binatang yang nampak. 

Menyusuri sungai dengan perahu (dokpri)
Menyusuri sungai dengan perahu (dokpri)
Sungai Wakulla yang jernih, bersih dan tenang (dokpri)
Sungai Wakulla yang jernih, bersih dan tenang (dokpri)

Perjalanan tur perahu sekitar 1 jam ini mengingatkan penyeberangan dari Parapat ke Pulau Samosir di Danau Toba yang melintasi Batu Gantung. Bedanya adalah penjelasan obyek maupun sejarah Danau Toba disampaikan oleh pedagang asongan, bukan oleh petugas resmi. Daripada sepi sepanjang penyeberangan, jadilah omongan si pedagang asongan, yang kebetulan mahir bercerita, jadi pengisi waktu.

Selepas mengikuti tur perahu, kita dapat melihat dan menikmati suasana lodge yang dibangun oleh Edward Ball yang masih terpelihara baik lengkap dengan peringatan untuk tidak masuk dengan kondisi basah dan bertelanjang kaki. Lodge ini masih berfungsi sebagai penginapan lengkap dengan restorannya. 

Di depan perapian Wakulla Springs Lodge (dokpri)
Di depan perapian Wakulla Springs Lodge (dokpri)

Sekali lagi dari sisi obyek, tempat ini tidak terlalu istimewa dibanding ribuan obyek serupa di tanah air, namun bagaimana destinasi ini dikelola merupakan hal menarik yang jarang ditemui di tanah air. Pengalaman masa kecil mandi di sungai sekilas tergambar dari wajah anak-anak yang dengan ceria melompat dari anjungan yang disediakan di Wakulla Springs ini. Meski berada dalam kawasan yang juga dihuni alligator, mereka tidak khawatir karena penjaga akan mengawasi setiap gerak-gerik anak-anak itu dan juga mengamati kalau-kalau ada buaya yang mendekat. Meski areal anak-anak mandi dibatasi dengan jaring yang melindungi mereka dari kemungkinan sergapan buaya tetap saja para pengawas memantau dengan cermat. Oh ya aliran air dari Wakulla Springs mengalir sampai ke Teluk Mexico di Selatan.

Pengalaman yang bersifat memperkaya batin dapat diperoleh di sini. Penjelasan yang diberikan bukan sekadar mitos sebagaimana di banyak tempat wisata di tanah air yang sering dibumbui kisah yang terkesan mitos ataupun keangkeran namun tanpa dokumentasi yang kuat.

Tidak salah rupanya penjelasan dari beberapa sumber bahwa Negara Bagian Florida sangat mengandalkan pendapatan dari pariwisata yang dalam praktiknya pengelolaan destinasi dan obyek wisata nya sangat dilindungi dengan standar pengelolaan yang ketat. Tanpa biaya masuk darimana pemerintah negara bagian mendapat pemasukan? Ternyata dari setiap pajak yang dibayarkan pengelola saat kita membeli makan siang, membayar biaya tur sungai dengan perahu, membayar es krim atau sekadar membeli cindera mata merupakan cara pemerintah mendapatkan pemasukan.

Kapankah semua destinasi wisata di tanah air dapat diperkuat dengan aspek manajemen seperti ini? Manajemen yang tidak secara vulgar menarik uang dari setiap aktifitas namun manajemen yang sistematis dan terintegrasi dengan sistem pendapatan negara (bagian) sehingga tidak dikenal preman atau tukang parkir yang hanya terasa kehadirannya saat kita akan keluar meninggalkan lokasi.

Perjalanan ke Wakulla Springs selain menikmati kesegaran mata air, juga membawa kesegaran  pemahaman saya bahwa memelihara mata air tidak mesti selalu dilekatkan dengan ancaman kekurangan air. 

Memelihara mata air juga dapat ditempatkan pada konteks memelihara sejarah darimana identitas komunitas bertumbuh, karena hampir semua pemukiman dalam sejarah tumbuhnya selalu mempertimbangkan ketersediaan sumber air.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun