Tidak terlihat penerapan prinsip efektif-efisien berbasis teknologi informasi dalam penanganan Corona. Hanya segelintir daerah yang punya Crisis Center berbasis IT. Paling-paling daerah baru melakukan "rapat koordinasi" dan membentuk tim yang nanti akan bertemu untuk membahas kembali apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Anjuran Working from Home yang sebenarnya merupakan salah satu penerapan ideal dari Smart Government nyatanya banyak yang bertanya-tanya bagaimana persisnya dilaksanakan sembari menunggu instruksi lebih lanjut dari Mendagri. Anjuran itu datangnya dari arana Presiden sendiri. Anjuran dari Presiden apa bedanya dengan perintah bagi aparatnya?
Rapat dalam jaringan terlihat janggal dan mungkin terasa kurang sreg atau tidak sopan kalau tidak bertatap muka langsung dengan Kepala Daerah. Jadi, Smart City gagal menunjukkan "kecerdasan"-nya dalam mengelola isu dan menjaga keberlangsungan aktifitas keseharian pemerintahan. Skor 1:2.
- Sistem database yang dapat diakses umum
Dalam konsep ini, Smart City belum mampu membantu meretas penyakit lama kita yaitu carut-marut data. Data tentang Corona dari A sampai Z untuk wilayah masing-masing pun hanya segelintir daerah yang membangun dan kemudian dapat memanfaatkan database terpadu untuk memantau pergerakan Corona dan pergerakan warga yang diduga atau sudah terpapar. Skor 1:3.
- Mengolah informasi data yang termutakhirkan
Dengan catatan termutakhirkan bukan dalam batasan waktu-nyata (real time), meski dalam konsepnya yang dimaksudkan adalah mutakhir berwaktu-nyata, namun karena data perkembangan ini bersifat diskrit maka kita bisa mengambil batasan berkala dalam pemutakhirannya. Pemerintah secara berkala mampu memberikan perkembangan jumlah penderita dan mereka yang dalam pengawasan sehingga masyarakat bisa menakar kondisi keterpaparan wilayah masing-masing. Skor 2:3.
- Penggunaan teknologi mutakhir
Dikarenakan minimnya daerah yang membangun Crisis Center dengan databasis lengkap berbasis teknologi informasi, janganlah berharap banyak bahwa analisis pengambilan keputusan hari demi hari dilakukan dengan Smart. Konsep Smart dalam pengambilan keputusan haruslah didukung oleh ketersediaan Decision Support System (DSS).
Teknologi mutakhir sering dipandang terlalu mahal apalagi kalau aplikasinya tidak gratisan. Kok kayak mahasiswa yang hobi nyari aplikasi gratisan atau bajakan (kalau ndak demu yang gratisan). Yang Ini pengalaman jadi mahasiswa dulu, he he.
Pejabat daerah masih banyak yang mengandalkan pertimbangan berbasis persepsi sesaat dan seketika. Ya karena databasis belum terbangun, maka analisa akurat apa yang bisa dilakukan selain berdasarkan pada laporan lisan dan pandangan permukaan terhadap simptom. Bahkan pengumuman kepada publik masih ada yang mengandalkan kendaraan dinas berkeliling membawa pengeras suara di jaman bertaburan aplikasi di gawai setiap warga.
Dampak dari kegagalan ini adalah cenderung makin meningkatnya jumlah penderita justru ketika negara lain yang lebih dahulu terpapar Corona sudah menunjukkan trend stabil bahkan mulai menurun. Skor 2:4.
- Koordinasi antar pemangku kepentingan
Kalau indikator ini bisa dijawab ya atau tidak, karena kata koordinasi sudah menjadi bahasan tersendiri dalam pemerintahan. Mudah disebut tapi susah diimplementasikan itu kesimpulan yang sering muncul. Secara faktual kegiatan koordinasi sangat mungkin sudah dilakukan apalagi kalau berbasis regulasi, yang sering menjadi indikator utama di birokrasi, dalam bentuk pengaturan lokal siapa yang berbuat apa dalam situasi tertentu. Kemunculan pejabat terkait lengkap setiap kepala daerah memberikan keterangan pers dapat dijadikan ukuran. Skor 3:4.
Apa simpulannya? Smart City belum memampukan pemerintahan lokal untuk mencerdaskan diri dalam rangka mencerdaskan masyarakat menghadapi ancaman Corona. Corona mening!