Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

3 Manfaat Menulis di Kompasiana

16 Maret 2020   15:45 Diperbarui: 17 Maret 2020   05:23 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangkauan khalayak artikel dapat kita lihat dari berapa yang melihat, paling tidak mereka yang pernah membuka tautan atau melakukan klik. Seluas itulah gagasan kita bergema di dunia maya. Masalah kualitas serahkan kepada respon pembaca. Highlight dari Editor merupakan satu cara untuk melihat sejauh mana kita mampu menuangkan isi pikiran menjadi tulisan yang kemudian berterima di publik. Highlight ini rasanya cukup menentukan jangkauan respon artikel kita.

Bagaimana kalau artikel kita tidak mendapat highlight? It's OK. Paling tidak saya sudah membuat dan menyusun rumusan sederhana dari apa yang saya lihat dari lingkungan keseharian, kemudian membuka kembali pengetahuan dan informasi apa saja yang saya miliki lalu merangkainya sebagai jawaban terhadap pertanyaan atau isu dari lingkungan tadi. Suatu saat bisa saja rangkaian-rangkaian artikel itu menjadi sesuatu, entah dalam bentuk buku atau bahan presentasi. Buku-buku yang saya miliki yang tadinya jarang saya lirik, apalagi dibaca, sekarang jadi berharga sebagai salah satu sumber awal sebelum mulai menulis. Literasi dimulai dari membaca dan berujung di tulisan. Menulis tanpa diawali dari bacaan yang jelas itu namanya up date status.

Manfaat ketiga lebih bersifat teknis. Pepatah kuno orang Arab mengatakan “apa yang sudah sempurna baru terlihat ketidaksempurnaannya”. Ini terasa ketika artikel yang rasanya sudah sempurna ternyata baru terlihat banyak kekurangannya ketika ditayangkan. Penulisan ejaan yang centang-perenang terjadi di sana-sini. Rujukan yang kurang informatif juga terkadang terasa. Membaca kembali tulisan sendiri yang tayang seringkali menunjukkan bahwa ternyata masih banyak typo yang saya lakukan. Satu detail yang juga sering saya perhatikan adalah pilihan Editor yang menambahkan gambar atau ilustrasi lalu saya bandingkan dengan isi, tema dan judul artikel.

Apalagi membandingkan dengan tulisan pada senior, para suhu yang menulis tema serumpun. Jam terbang mereka yang tinggi yang tergambar lewat aliran narasi sungguh menjadi cermin bening. Terus terang terkadang saya merasa iri dengan kemampuan mereka mengolah diksi yang sepintas sederhana namun ternyata kuat dan efektif.

Kesederhanaan merupakan hal yang terkadang rumit untuk diraih. Johan Cruyff, legenda sepakbola Belanda dan Barcelona, pernah mengatakan bahwa “sepakbola yang paling sulit adalah memainkan sepakbola sederhana”. Sepakbola sederhana yang dimaksud oleh Johan Cruyff sebagaimana yang diterapkan oleh klub Barcelona (dulunya sih) nyatanya enak ditonton, nikmat disaksikan dan menghanyutkan. Demikian pula membaca tulisan para senior. Pengalaman dari menulis di blog, menuju kesederhanaan ternyata tidak sederhana.

Bagaimana jadinya jawaban kepada teman yang saya ceritakan di awal?

Meski setiap orang butuh uang, tapi melalui proses menulis di KOMPASIANA saya jadi sadar kalau kualitas tulisan masih seperti sekarang, kualitas apa yang ada pada diri ini sehingga layak diganjar honor dengan standar tertentu? Bahasa gaulnya, “ngaca dulu!”. Bukankah rezeki sudah ada yang atur? Kita tinggal mengikuti saja prosesnya, dan rezeki tidak mesti dalam bentuk uang apalagi honor, karena banyak hal berharga dalam hidup yang tidak terukur dengan uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun