Sebagai pembaca saya mencoba merangkai maksud dan pesan yang terangkai dari tulisan. Sebagai penulis saya mencoba mengungkap apa yang ada dalam hati dan benak melalui tulisan. Harapannya memang interaksi yang terbangun antara pembaca dan penulis melalui tulisan adalah diskusi tentang sesuatu yang berkembang di lingkungan atau dalam sesuatu kontek tertentu yang disepakati.
Ketika apa yang saya ungkapkan sebagai penulis tidak terfahami dengan baik oleh saya sebagai pembaca, maka dalam komunikasi itu artinya tidak tersampaikannya suatu pesan dengan baik. Penyebabnya bisa dari proses penyusunan pesan berdasarkan informasi yang dimiliki dan kontek yang difahami (encoding) yang tidak optimal, centang perenang.Â
Penyebab lainnya adalah proses ketika penerima pesan, pembaca dalam hal ini, menguraikan pesan yang diterima (decoding). Belum lagi kalau dalam proses transmisi pesannya mengalami gangguan (noise). Terbayanglah potensi terjadinya miskomunikasi yang ternyata bisa berangkat dari pemberi pesan sendiri.
Menulis ternyata memberi saya kesempatan untuk mengambil jarak terhadap aliran narasi yang sedang saya susun. Jarak yang saya maksudkan adalah selisih atau kesenjangan apa yang saya maksudkan di awal menulis dengan apa yang kemudian tertuang dalam tulisan. Dengan berjarak maka saya bisa membangun horizon, cakrawala yang lebih lebar yang dengannya saya memiliki dimensi lebih luas mengenai apa yang saya hendak tampilkan.
Jangan tanya betapa penguasaan kosa kata saya masih sangat terbatas. Saya jadi sering membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk kemudian menyadari betapa banyak pilihan dan alternatif kata yang bisa digunakan. Membaca tulisan orang lain menjadi aktifitas yang semakin memperkaya cara pandang melalui pembandingan dengan cara saya menulis tentang isu atau tema yang sama.
Ungkapan bahwa peradaban dibangun melalui tulisan lalu terfahami detailnya. Terbayang kemudian bagaimana jaman dahulu ketika menulis bukan pekerjaan mudah namun tetap ada yang melakukannya. Menulis di pelepah pohon, lembaran lontar bahkan mengukir di batu dilakukan oleh mereka yang memilih jalan sepi.Â
Terbatasnya alat tulis tidak menghalangi para pujangga dan intelektual besar menulis gagasan dan pemikiran mereka. Jalan sepi menulis justru menjadi jalan menuju kemegahan. Belajar dari sejarah, menjadi naif karena ketika alat tulis dan peralatan menulis berlimpah di jaman modern namun menulis menjadi aktifitas yang terabaikan.
Manfaat lain yang saya peroleh dari menulis adalah ketika berdialog dengan sejawat, sahabat atau siapa saja, saya kemudian segera berupaya mengenali kata kunci, struktur kalimat dari mitra dialog saya. Istilah kerennya mencoba menangkap kerangka logis uraian, memahami kontek pembicaraan dan menerka konteks makna dari pilihan diksi.
Ya, dengan menulis saya jadi lebih banyak berdialog dengan diri saya.
Dari tulisan sendiri saya lebih mengenal apa yang sebenarnya bergejolak dalam jiwa saya sendiri. Lewat tulisan pula saya mengetahui seperti apa posisi saya dalam wacana sekitar. Dan terus menulis adalah proses pendewasaan.
Salam literasi.