Mohon tunggu...
amin yeremia siahaan
amin yeremia siahaan Mohon Tunggu... Lainnya - penyuka buka fiksi dan sejarah...

Historia Magistra Vitae

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pesan Paskah dari Film "The Two Popes"

12 April 2020   09:42 Diperbarui: 12 April 2020   09:46 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari freepik.com

Suatu film dikatakan sukses jika ia berhasil menghadirkan atau membangkitkan rasa emosi si penonton. Emosi muncul jika film itu berhasil menyuguhkan adegan konflik, bukan melalui adu fisik, tetapi dari plot dialog. 

Film The Two Popes, menurut saya, telah berhasil. Tidak satu, atau dua, tetapi ada beberapa konflik, yang memuncak pada satu konflik, dan itu pesan yang ingin disampaikan pada audience. 

Konflik di The Two Popes berasal dari dua tokoh, Paus Benediktus XVI dan Jorge Mario Bergoglio, dua orang dengan dua pemikiran yang bertolak belakang.

Benediktus digambarkan sebagai Paus yang konservatif, sedangkan Bergoglio, adalah kardinal yang aktif mengkritik Benediktus. Benediktus dianggap tidak tegas terhadap pastor atau uskup yang melakukan kejahatan seksual terhadap anak-anak. 

Pelaku hanya diminta mengakui kesalahannya dan setelah itu dipindahkan ke tempat lain. Dan ini masalahnya. Ia mengulangi lagi kejahatannya. Bergoglio, kardinal asal Argentina, mengatakan pengakuan saja tidak cukup. Harus ada penyelidikan lebih jauh. Pengakuan tidak bisa menyembuhkan luka para korban.

Kemudian Bergoglio mengkritik gereja yang giat membangun tembok-tembok dogma terkait persoalan perceraian, pasangan sejenis, aborsi. Benediktus bilang tembok-tembok ini adalah tradisi-ajaran gereja yang sudah ada sejak lama dan harus dipertahankan. 

Bergoglio menyanggah. Gereja tidak perlu tembok, yang diperlukan adalah belas kasih terhadap sesama. Lebih jauh, ketimbang sibuk membangun tembok-tembok itu, lebih baik gereja ambil andil untuk menyelesaikan masalah kesenjangan pembangunan (ekonomi).

Akhir dari perdebatan mereka berujung pada keinginan Paus Benediktus XVI mengundurkan diri sebagai Paus, dan berharap Bergoglio menggantikannya. 

Di sini konflik hadir kembali. Bergoglio merasa tidak pantas karena memiliki lembaran hitam di masa lalunya. Ketika Argentina di bawah kendali diktator militer, alih-alih ikut berjuang melawan seperti pastor lainnya, Bergoglio justru kerja sama dengan junta militer. 

Alasan logis dia adalah tidak ingin ada lagi rekan sejawatnya yang ditangkap, disiksa, dan dibunuh. Ia ingin melindungi mereka, khususnya organisasi Ordo Yesuit, tempat ia berasal. 

Usahanya ditentang. Ia gagal menyakinkan teman-temannya untuk tiarap sementara. Akhirnya mereka ditangkap penguasa dan disiksa. Bergoglio protes dan meminta mereka untuk dibebaskan, tetapi ia gagal.

Ketika rezim otoriter tumbang, Bergoglio harus terima pengucilan dirinya oleh gereja. Ia dianggap penghianat. Di sinilah titik balik Bergoglio. Sebagai rasa penyesalan dan penebusan dosa, ia bangkit dari keterpurukan dan berjanji untuk melayani orang-orang miskin. 

Memang sesuai ordonya, Serikat Yesuit, yang mengajarkan kesederhanaan. Tetapi, tidak hanya itu. Ia bergerak lebih jauh. Ia mengutamakan dan memperjuangkan kemanusiaan, terutama kepada mereka yang selama ini "dipinggirkan" gereja. Misalnya, ia tetap memberikan komuni kepada pasangan yang telah bercerai. Ia menghancurkan tembok dogma dengan dimanit belas kasih.

Benediktus XVI tidak peduli dengan masa lalu Bergoglio. Setiap orang punya dosa. Ia kukuh Bergoglio menjadi suksesor kepausan berikutnya. Pada 13 Maret 2013, setelah pemungutan suara konklaf, Jorge Mario Bergoglio menjadi Paus ke-266. 

Ia menggunakan nama Fransiskus sebagai nama kepausan, sebagai bentuk penghormatan pada Fransiskus dari Asisi yang dikenal pembelaannya pada orang-orang miskin dan tertindas.

Sejak menjadi Paus, Bergoglio tetap menunjukkan konsistensinya: mengkritik aturan-tradisi gereja. Ia membasuh dan mencium 12 kaki narapidana, mengangkat lebih banyak kardinal dari negara berkembang, membela si miskin jauh lebih penting bagi gereja daripada isu homoseksualitas, mengakui skandal pedofilia di internal gereja, mengatakan teroris tidak identik dengan Islam, mengatakan kelompok fundamentalisme ada di semua agama, dan mengkritik pemimpin dunia yang abai pada perdamaian.

Paus Fransiskus jelas bukan Yesus. Tetapi di sini poin pentingnya. Ia tidak berupaya menjadi seperti Yesus, karena itu tidak akan mungkin, tetapi ia sedang meneladani karya Yesus. Dan inilah pesan paskah sesungguhnya. 

Paskah, bagi saya, adalah panggilan spiritual mengenai perjalanan ziarah. Yesus, sebagai manusia, memenuhi panggilan itu. Ia patuh pada nubuatan para nabi, yang mengharuskan dirinya untuk menyangkal diri, melawan godaan dan kompromi, mendobrak kemunafikan, dan membela si pendosa. Ia tahu konsekuensinya: disangkal, dihina, disiksa, dan berujung pada penyaliban. 

Perjalanan spiritual Yesus adalah demi kemerdekaan dan pembebasan. Kemerdekakan manusia dari dosa. Siapa pun kita, apa pun perannya, seharusnya meneladani Yesus, dalam karya sekecil apa pun itu. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun