Rapat tidak lagi bertemu fisik, cukup download aplikasi bisa rapat virtual. Ibadah pun begitu, meski masih pro-kontra, di masa depan bisa jadi rumah ibadah akan sepi dari jemaat.Â
Di sisi lain, teknologi juga jadi ancaman. Sudah banyak  jenis pekerjaan yang diambil alih mesin/teknologi. Di mana-mana sekarang cukup pakai kartu, tinggal gesek atau tempel. Dan sinilah peran umat manusia.Â
BS bilang revolusi selalu terkait ekonomi, sosial, dan budaya. Dari sisi ekonomi, pekerjaan menjadi lebih ringkas namun tetap menguntungkan. Konsekuensinya, banyak orang yang akan kehilangan pekerjaannya. Namun, ini bisa diatasi ketika teknologi bisa digunakan untuk membantu manusia untuk meningkatkan kesejahteraannya.Â
Teknologi bisa membantu petani menjadi sejahtera ketika hasil produksinya dipasarkan tanpa lewat mata rantai distribusi yang selama ini tidak adil. Harga beli di petani sangat kontras dengan harga jual di toko retail. Petani jelas tidak diuntungkan dalam sistem ini. Ketika petani bisa diajarkan untuk menjual produknya sendiri, ia akan menciptakan sistem distribusi pasar yang lebih adil.
Keempat, di masa depan, khususnya Indonesia, harus berani investasi besar-besar di dunia riset, khususnya teknologi dan kesehatan. BS mencontohkan Korea Selatan bisa mengatasi Covid-19 karena pemerintah mereka dibantu oleh industri hardware komunikasi. Perusahaan handphone mereka mendistribusikan data konsumen ke pemerintah untuk melacak keberadaan warga dalam rangka pencegahan.Â
Big data menjadi amat penting. Kita belum punya ini. Kita masih berkutat soal birokrasi, antara pusat dan daerah, antara satu kementerian dengan kementerian lainnya, antara si ini dan si itu. Selama riset belum jadi prioritas, kita akan selalu gagap menghadapi virus-virus mematikan di masa depan.
Saya mencoba bertanya, namun belum beruntung. Pertanyaan saya terkait revolusi di bidang komunikasi. Saya oke kalau rapat fisik beralih ke virtual, meski ada rapat-rapat tertentu yang perlu kehadiran secara fisik. Tetapi, sulit bagi saya membayangkan jika di masa depan ibadah, misalnya, pun dilakukan secara online. Atau jika anda seorang aktivis organisasi masyarakat sipil, atau politisi, sulit membayangkan jika hanya mengandalkan cara-cara online itu. Membangun relasi dan kedekatan emosi, bagaimana pun juga, yang paling efektif adalah melalui tatap muka, face to face. Gestur wajah, sense, saya rasa hal yang tak mungkin diganti oleh teknologi-mesin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H