Sering kita dengar beberapa pendapat yang menyatakan jika ganti menteri maka akan ganti kurikulum. Padahal, pergantian kurikulum memang sudah sewajarnya terjadi karena menyesuaikan kebutuhan siswa dan perkembangan zaman. Belum tentu kurikulum yang digunakan sepuluh tahun yang lalu akan tetap relevan untuk digunakan pada tahun ini dan di tahun-tahun mendatang.
Berdasarkan Kepmendikbudristek No. 56 Tahun 2022, saat ini ada tiga opsi kurikulum yang dapat digunakan di satuan pendidikan. Di antaranya ada Kurikulum 2013, Kurikulum 2013 yang disederhanakan, dan Kurikulum Merdeka (Kurikulum Prototipe). Operasionalisasi Kurikulum Merdeka bisa disesuaikan dengan karakteristik murid dan kondisi sekolah. Tentu saja dengan tetap mengacu pada kerangka kurikulum yang telah disusun oleh pemerintah.
Perubahan kerangka kurikulum menuntut adaptasi dari semua elemen sistem pendidikan. Proses tersebut membutuhkan pengelolaan yang cermat sehingga bisa menghasilkan dampak yang diinginkan, yaitu perbaikan kualitas pembelajaran dan pendidikan di Indonesia.
Kurikulum Merdeka mengadaptasi dari filosofi Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan merupakan tempat penyemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Beliau meyakini bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab, maka kunci utamanya melalui pendidikan.
Pendidikan pun bisa menjadi ruang berlatih dan tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan. Supaya nilai-nilai tersebut dapat diteruskan atau diwariskan, maka pendidikan harus berkualitas. Artinya, mampu melahirkan hal-hal yang kreatif dan inovatif, dalam setiap perkembangan zaman.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A., memiliki pemikiran bahwa manusia mempunyai kemampuan yang unik dan luar biasa, serta dapat mengatasi berbagai permasalahan yang mengancam manusia itu sendiri. Oleh karenanya, dicetuskanlah Program Merdeka Belajar.
Untuk mewujudkan Merdeka Belajar, tidak bisa serta merta melalui satu jalan. Harus ada diferensiasi kegiatan yang diimplementasikan melalui beragam kegiatan di sekolah. Baik itu melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun kegiatan kokurikuler.
Diferensiasi Kegiatan karena Beragam Latar Belakang
Saat ini, saya menjadi guru kelas 5 di UPT Sekolah Dasar Negeri 1 Gresik. Saya memiliki siswa-siswi dengan latar belakang yang sangat variatif dan dipastikan karakternya berbeda satu sama lain. Namun secara umum bisa dijelaskan bahwa perilaku mereka, mayoritas memiliki karakteristik yang hampir sama. Layaknya anak-anak seusianya, mereka menyukai kegiatan yang menyenangkan, sesuatu yang berbeda, dan tidak monoton. Mereka juga lebih akrab dengan barang elektronik seperti smartphone.
Latar belakang keluarga, kondisi lingkungan, serta faktor ekonomi sangat memengaruhi sikap mereka. Selain itu, juga terpengaruh asal suku daerah yang berbeda-beda, yaitu dari wilayah Jawa, Madura, dan sebagian kecil suku Bugis.
Siswa-siswi UPT SDN 1 Gresik sangat menyukai kegiatan belajar di luar kelas. Berdasarkan analisis diagnostik, sebagian besar anak menginginkan adanya kegiatan outbound, atau bentuk pembelajaran lainnya di luar sekolah. Sedangkan untuk kondisi kecepatan belajar, juga bervariasi. Dari tingkat kelas 1 dan 2, ada sekitar 5 sampai 8 anak yang belum bisa membaca. Sedangkan di kelas tinggi, ada siswa tertentu yang sanggup mengikuti pembelajaran dengan cepat dan tuntas di semua materi. Namun ada juga yang sangat lambat, bahkan tidak bisa mengikuti materi seperti yang sudah dipelajari oleh teman-teman lainnya.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa mempelajari pengetahuan saja tidak cukup, pelajar perlu menggunakan pengetahuan dalam kehidupan nyata, di mana mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, perancangan kurikulum tidak cukup hanya mengandalkan proses belajar-mengajar dalam program intrakurikuler.
Standar capaian dalam setiap mata pelajaran penting untuk dirancang. Namun jika fokus pada penguasaan materi pelajaran yang merupakan tujuan jangka pendek saja, tentu tidak cukup. Kemampuan-kemampuan yang merupakan tujuan jangka panjang perlu dibangun melalui diferensiasi kegiatan. Baik melalui mata pelajaran (program intrakurikuler), kegiatan pendukung kurikulum (kokurikuler), maupun kegiatan ekstrakurikuler.
Best Practice: Kegiatan Intrakurikuler dengan Menerapkan Pembelajaran Berdiferensiasi
Salah satu metode untuk mewujudkan merdeka belajar adalah metode pembelajaran berdiferensiasi. Yaitu suatu pembelajaran yang berfokus pada kebutuhan siswa. Seperti yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan yang berhamba pada peserta didik, manusia dipandang sebagai makhluk yang memiliki kebebasan.
Pembelajaran berdiferensiasi fokus pada kepedulian terhadap siswa, kekuatan, dan kebutuhan siswa. Jadi, memungkinkan guru melihat pembelajaran dari berbagai perspektif. Guru bisa memperhatikan siswa, memenuhi kebutuhannya, melihat kesiapan belajarnya, merespons belajarnya berdasarkan perbedaan yang ada, serta melihat minat belajarnya. Ketika guru telah mempelajari keberagaman siswanya, merefleksikan kekurangan diri siswa, dan menjadikannya sebagai dasar perubahan secara terus-menerus, maka pembelajaran yang professional, efisien, dan efektif akan terwujud.
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan bentuk pembelajaran yang aktif melibatkan siswa selama prosesnya. Pembelajarannya dirancang dengan memadukan kesiapan, minat, dan bakat belajar siswa.
Ada empat komponen pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan kesiapan, minat, atau profil pembelajaran peserta didik. Di antaranya ada konten/isi, proses, produk, dan lingkungan belajar. Simak beberapa paragraf di bawah ini untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut.
1. Konten/isi
Di dalamnya mencakup penggunaan bahan bacaan dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Jadi, guru bisa menyediakan teks bacaan lebih dari satu sumber. Selanjutnya, guru juga bisa menyajikan ide melalui sarana pendengaran dan visual, dalam hal ini menggunakan media pembelajaran berupa video yang sesuai dengan materi. Guru juga bisa memvariasikan model pembelajaran dengan memberikan konten yang berbeda antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Lantas, setiap kelompok bisa saling bertukar pikiran untuk mendiskusikan materi yang telah mereka pelajari.
2. Proses
Selain perbedaan pada konten, pembelajaran berdiferensiasi juga membedakan proses belajar siswa. Guru boleh menggunakan materi yang sama, namun selanjutnya guru bisa memberikan tingkat dukungan, tantangan, atau kompleksitas materi yang berbeda kepada tiap siswanya. Dalam arti, guru bisa memberikan kegiatan pengayaan kepada siswa yang lebih dahulu menyelesaikan materi yang diberikan.
Lain halnya dengan siswa yang lebih lambat memahami materi. Di sini guru bisa memberikan variasi waktu kepada mereka agar dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dan mempelajari materi secara lebih mendalam.
3. Produk
Pada komponen ketiga ini, guru bisa memberi kesempatan kepada siswa untuk bebas mengekspresikan hasil dari pembelajaran yang diperlukan. Misalnya, guru membebaskan bentuk hasil karya siswa saat membuat surat undangan, dan membebaskan siswa untuk membuat hasil karya gambar damar kurung khas Gresik.Â
Pada poin ini, guru juga diperkenankan mempersilakan siswa bekerja sendiri atau dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan hasil karya mereka. Jika siswa dirasa mampu bekerja sendiri, maka siswa diperbolehkan untuk menyelesaikannya secara mandiri. Namun jika dirasa membutuhkan bantuan teman, maka siswa diperkenankan untuk bekerja bersama kelompok kecilnya.
4. Lingkungan Belajar
Terakhir, guru harus memastikan ada tempat di dalam kelas yang bisa digunakan siswa untuk bekerja dengan tenang tanpa ada gangguan. Selain itu juga ada tempat yang bisa dimanfaatkan untuk siswa berkolaborasi dengan teman-temannya.
Sebagai bentuk variasi supaya siswa tidak bosan, guru juga bisa memberi kesempatan siswa untuk mengerjakan tugasnya di taman sekolah, di teras kelas, atau di perpustakaan sekolah. Beberapa tempat di sudut sekolah yang dirasa memungkinkan untuk membuat mereka belajar dengan nyaman juga bisa dimanfaatkan guru. Asalkan, semua siswa tetap berada dalam jangkauan guru untuk memastikan mereka benar-benar belajar materi yang diajarkan.
Kegiatan Kokurikuler Bersanding Kegiatan Primer
Selain kegiatan intrakurikuler, kegiatan kokurikuler juga penting untuk dilaksanakan. Karena kegiatan kokurikuler ini bisa menunjang pembelajaran, sehingga membantu peserta didik agar lebih mamahami materi yang telah diberikan pada kegiatan intrakurikuler.
Contoh bentuk pelaksanaan kegiatan kokurikuler diantaranya adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan pemberian pekerjaan rumah. Baik itu tugas yang dikerjakan secara kelompok maupun perorangan. Tugas yang dikerjakan secara kelompok, bisa mengembangkan sikap gotong royong, saling menghormati, toleransi, dan kerja sama di antara siswa.
Namun demikian, bukan berarti pemberian tugas secara individu itu buruk. Pemberian tugas individu bisa mengembangkan kemandirian siswa.
Selain itu, kegiatan kokurikuler juga bisa diwujudkan dalam kegiatan pembiasaan harian di sekolah. Kegiatan tersebut di antaranya: pembiasaan sholat berjamaah (dhuha dan dhuhur), murojaah, serta istighotsah (bagi siswa beragama Islam). Selanjutnya diadakan kegiatan upacara setiap hari Senin, senam bersama setiap hari Jumat, dan membersihkan lingkungan sekolah setiap hari sesuai jadwal piket kelas.
Kegiatan Ekstrakurikuler sesuai Ragam Bakat dan Minat Siswa
Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan berdasarkan hasil assessment diagnostic yang telah dilakukan bertahap setiap tahun. Informasi yang didapatkan, dijadikan sebagai dasar pembuatan program ekstrakurikuler. Kegiatan ini bertujuan memberikan wadah bagi siswa untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap siswa.
Beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan yaitu; pramuka, keputrian, menggambar, menari, banjari, BTQ, pencak silat, futsal, dan rencananya akan dikembangkan ke bidang IT apabila sarana dan prasarana telah tersedia. Beragam kegiatan ini diharapkan bisa membantu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan setiap bakat yang terpendam dalam diri mereka. Sehingga kelak mereka bisa memanfaatkannya untuk menunjang skill yang mereka miliki tersebut.
Seperti halnya di UPT SDN 1 Gresik, sedikit demi sedikit mulai terlihat adanya perubahan menuju ke arah merdeka belajar dengan jalur mandiri berubah. Pelaksanaan tersebut juga merombak kurikulum yang sebelumnya telah diterapkan. Mulai ada perubahan pembelajaran yang dilakukan di sekolah menuju kemerdekaan belajar bagi siswa dan merdeka mengajar bagi guru.
Diharapkan, setelah beberapa tahun melaksanakan Kurikulum Merdeka, maka tingkat ketercapaian tujuan pendidikan bisa meningkat. Dengan demikian, akan tercipta generasi berakhlakul karimah, cerdas, dan berprestasi yang sesuai Profil Pelajar Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H