Jika kondisi seperti ini berlangsung terus-menerus tanpa adanya perubahan yang signifikan pada bidang pertanian di Indonesia, lalu bagaimana kelanjutan masa depan pangan negara Indonesia ini? Akankah Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya sendiri kelak?
Tidak ada masalah yang tidak memiliki jalan keluar. Permasalahan ini masih bisa diatasi, asalkan Indonesia mau berusaha memperbaiki sistem pertaniannya sesuai dengan kemajuan zaman. Agar Indonesia juga mampu mencukupi kebutuhan pangannya hingga masa depan.
Peranan Generasi Zaman Kiwari terhadap Modernisasi Pertanian Era Revolusi Industri 4.0
Prediksi kebutuhan pangan yang semakin meningkat di masa depan, diiringi penyempitan lahan pertanian, sudah pasti akan menyebabkan problematika tersendiri. Belum lagi minat generasi milenial terhadap bidang pertanian semakin berkurang.Â
Gernerasi milenial lebih tertarik terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan dunia digital dan kurang tertarik terhadap pekerjaan fisik yang menguras tenaga seperti petani tradisional. Oleh karena itu, diperlukan sebuah gebrakan untuk mengubah cara kerja para petani. Secara tidak langsung, otomatis diperlukan peran serta para generasi milenial itu sendiri.
Seiring perkembangan teknologi di era revolusi industri 4.0 ini, mulai dikembangkan beragam peralatan canggih dan pintar yang berbasis robotik, Â internet of things (IoT), dan artificial intelegence. Semua lini kehidupan, baik itu yang bersinggungan langsung dengan manusia ataupun makhluk hidup lainnya sudah didigitalisasi. Tak ketinggalan, digitalisasi di sektor pertanian juga telah dilaksanakan.Â
Adanya digitalisasi pertanian yang disebut sebagai smart farming ini, gunanya untuk membantu mempermudah dan memperlancar seluruh proses pertanian dari produksinya hingga pemasarannya.
Di bagian inilah generasi zaman kiwari atau yang lebih trend dengan sebutan generasi milenial ini memegang peranannya. Mereka yang lebih ahli menciptakan peralatan pertanian yang modern dan berbasis digital.Â
Mereka pula yang sanggup mensosialisasikan secara cepat dan tepat kepada para petani serta kepada sesama generasi milenial. Yaitu tentang cara-cara baru untuk menggunakan peralatan modern yang telah diciptakan tersebut.
Jika memungkinkan, seharusnya mereka juga mampu membuat sebuah lahan yang bisa memproduksi lebih banyak dari biasanya. Bahkan bisa juga dengan memanfaatkan tempat-tempat di perkotaan sebagai lahan pertanian. Jadi tidak harus bercocok tanam di sawah. Akan lebih bagus kalau bercocok tanam bisa dilakukan di lahan manapun dan kapanpun.
Sebab tanpa adanya uluran tangan dari para generasi masa kini, sudah pasti para petani tradisional akan tetap mengalami kesulitan melawan derasnya arus modernisasi. Para generasi milenial yang kurang tanggap terhadap "warisan sawah" orang tuanya juga dipastikan akan menjual aset tersebut. Sehingga diprediksikan semakin banyak sawah yang dijual dan digantikan keberadaannya oleh bangunan baru.