Allah berfirman dalam al-Quran, “Berdoalah kepada-Ku, akan Kukabulkan doamu itu.”
Mari kita sama-sama memuji Allah, yang telah menganugerahi kita hati yang –-tabiatnya– “tidak mau diam.” Kadang senang, kadang sedih. Kadang merasa puas, kadang dibuat penasaran. Kadang terlalu berani, kadang dihatui rasa takut. Atas bawaan hati yang senantiasa berbolak-balik dan berubah-ubah itulah kita butuh tempat bergantung. Kita butuh tempat bersandar. Kita butuh tempat memberi ketenangan, yakni Allah, Sang Pemilik hati semua makhluk-makhluk-Nya.
Solawat dan salam, semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad Saw. Suri teladan kita, panutan kita, fans kita, baik di kala duka maupun gembira, baik di kala senggang maupun sempit, baik di kala sepi maupun dalam keramaian, dst … beliau tetap menjadi contoh yang baik bagi kita, hingga yaumil Akhir.
Rekan-rekan yang budiman
Ada anjuran doa dalam al-Quran. Bunyinya seperti yang sudah saya bacakan di atas. Ud-uunii astajib lakum … berdoalah kepada-Ku niscaya akan Ku-kabulkan …
Doa adalah meminta. Doa adalah mengharap-harap. Doa adalah memohon-mohonkan sesuatu kepada Yang Maha Memiliki.
Biasanya doa dimohonkan oleh orang-orang yang lemah. Oleh orang-orang yang serba kekurangan. Oleh orang-orang yang dalam hidupnya dilanda kesusahan dan penderitaan.
Di hadapan Allah, kita memang bukanlah apa-apa. Kita lemah. Kita menderita. Kita memiliki kekurangan dan keterbatasan. Kita tak ubahnya seekor laron, yang terbang kesana kemari untuk mendekati sumber lampu. Begitu tiba ditempat yang dituju, menggelepar-menggelepar tak berdaya. Sayap-sayapnya rontok. Lalu, mati sebelum sempat tiba pada sumber cahaya itu. Kita pun sama. Di hadapan kebesaran Allah, sebesar apa pun kelebihan yang kita miliki, itu bukanlah apa-apa.
Al-Quran mengabarkan, bahwa manusia itu makhluk yang dloif, lemah. Lemah pemikiran, lemah iman, lemah mental, lemah fisik. Tapi bagi yang iman-nya senantiasa diasah, pasti yakin dengan sepenuh hati, bahwa tak ada lagi tempat meminta kekuatan. Tak ada lagi tempat meminta pertolongan. Tak ada lagi tempat menyerahkan semua kekurangan. Kecuali kepada Allah yang Maha Menciptakan.
Dunia bisa saja mengakali kita untuk resah. Dunia boleh saja menarik dan mempengaruhi kita kesana kemari. Namun bila di hati ada iman tertanam kuat, –hati kita yang akan menerangkan sejelas-jelasnya– bahwa Allah senantiasa menjaga dan mengawasi. Allah tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur. Allah tidak pernah –sedikitpun– lengah mengawasi gerak-gerik kita.
Doa-doa yang kita baca dalam sholat adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan Allah. Doa itu adalah senjata yang bisa membukakan panca indera kita. Mata kita tidak lagi rabun kepada kebenaran. Telinga kita, juga tidak lagi tuli dari kebenaran. Hidung kita, tidak terkecoh mana aroma surga dan mana bau busuk neraka. Kulit kita, bisa merasakan mana sentuhan tangan Tuhan dan mana bisikan setan durjana. Terlebih hati kita. Dia senantiasa menjadi raja. Raja yang memerintah, mengatur, dan mengendalikan. Kepada akal, apa yang harus dipikirkan. Kepada tangan, kemana dia harus melangkah. Kepada mulut, kapan dia harus bicara dan kapan dia harus diam. Semua raga ini tunduk atas titah yang diperintahkan oleh hati.
Dari setiap hati yang senantiasa berserah diri itulah kita menjalani hidup di dunia nyata. Dunia yang sebenarnya ringan, mudah, dan sangat sejalan dengan naluri hati kita. Karena kita sadar, bahwa semua itu adalah kehendak-Nya.
Sangat tepat bila Rosulullah berpesan, “Di dalam jasad kita ada segumpal daging. Bila dia baik, baiklah seluruh jasad kita. Dan, bila dia rusak, maka rusaklah semua jasad kita. Segumpal daging itu adalah hati.”
Demikianlah, sekelumit catatan pengajian tentang Hati dan Doa, yang bisa saya salin ulang dalam bahasa tulisan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H