Awalnya Sugiantono ini mengalami kecelakaan 2,3 tahun yang lalu. Tepatnya 29 Juni tahun 2017. Saat peristiwa naas itu terjadi, dia berboncengan motor dengan seorang temannya. Mereka ditabrak mobil. Dalam kejadian tersebut temannya meninggal dunia setelah dilarikan ke faskes terdekat.Â
Sugiantono sendiri mengalami patah tulang dibagian paha. Itu yang membuat dia tidak bisa berjalan. Dokter menyarankan operasi pasang pen. Awalnya Sugiantono takut, hingga keluarga akhirnya menjalani pengobatan kampung seperti urut. Namun setahun kemudian dia benar-bebar tidak bisa berjalan. Bahkan untuk BAB, buang air kecil atau mandipun harus dibantu adik dan ibunya.
Karena tidak ada perkembangan yang baik, kakaknya menyarankan operasi pasang pen dikaki. Sebenarnya pasca operasi pasang pen itu Sugiantono mulai bisa berjalan, meskipun harus menggunakan tongkat. Bagi keluarga itu perubahan yang menggembirakan.
Tapi masalah baru muncul lagi. Dibagian perut Sugiantono ada benjolan yang semakin lama semakin membesar. Awalnya hal itu dianggap bisul biasa karena sempat pecah. Tapi sampai setahun kemudian kok belum sembuh juga. Lukanya sendiri sudah dibersihkan fihak puskesmas terdekat. Disamping itu juga diberikan obat medis. Namun sepertinya tidak ada perkembangan positif, karena lukanya masih belum mengering juga. Bahkan sedihnya lagi dibagian leher Sugiantono membengkak. Kedua tangannya jadi kebas. Tidak bisa digunakan untuk pegang barang apapun.
Kemudian fihak keluarga membawanya berobat ke dokter terdekat. Setelah menjalani pengobatan disanapun belum juga ada perkembangan yang positif. Sampai akhirnya Sugiantono dilarikan ke rumah sakit agar mendapatkan pertolongan medis lebih serius.
Setelah satu bulan menjalani pengobatan di rumah sakit, kondisi Sugiantono mulai membaik hingga akhirnya diperbolehkan pulang. Tapi sebulan kemudian lehernya kembali membengkak. Itu yang membuatnya susah tidur. Nafsu makannya mulai menurun. Tanggal 2 September 2019 kemarin dia kembali dirujuk ke Rumah Sakit karena Kondisinya kembali melemah.
Diagnosa medisnya mengalami saraf kejepit. Itu karena ada tulang lehernya yang rapuh. Dokter menyarankan operasi. Tapi pasca operasi kondisi Sugiantono semakin lemah. Badannya kurus. Nafsu makannya berkurang. Dia juga mengalami demam tinggi terus. Bernafaspun jadi sulit dan terasa sesak, sampai harus dibantu oksigen. Setiap hari badannya basah seperti disiram air. Jadi setiap saat harus ganti baju agar tidak menggigil kedinginan. Itu yang membuat dia sering berhalusinasi dan bikin panik keluarga.
Memang saat ini Sugiantono berobat secara gratis, karena faktor ekonomi dari keluarga tidak mampu. Mereka tinggal didesa yang sangat jauh dari kota. Jika ingin berobat Kefaskes yg lengkap, harus pergi ke kota dengan jarak tempuh perjalanan 4 jam lebih. Walaupun sekarang ini Sugiantono mendapatkan fasilitas pengobatan gratis, tapi sarana transportasi tetap harus ditanggung sendiri oleh fihak keluarga. Sementara faktanya dalam keseharian mereka hanyalah seorang buruh. Itu yang cukup memberatkan keluarga, sebab proses pengobatan Sugiantono harus bolak balik (tidak cukup sekali).
Semoga ada yang tergerak hatinya dan berkenan membantu, meskipun hanya receh. Atau semoga ada yang bisa menjadi jembatan, agar Sugiantono dapat terhubung dengan fihak-fihak yang mau membantu atau memberikan solusi terbaik buat Sugiantono dan keluarganya. Minimal mereka butuh tumpangan kendaraan saat berobat ke rumah sakit. Agar proses pengobatannya tidak berhenti di tengah jalan.
Keluarga Sugiantono tinggal di kab. Soralangun - Jambi. (Data lengkap mereka ada pada penulis).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H