Mohon tunggu...
aminah umi khamidah
aminah umi khamidah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mahasiswa ITTELKOM

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Bukan Perebut "Suami Kakakku"

2 Mei 2013   11:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:15 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku selalu mempunyai alasan untuk mencintaimu, dan aku tak pernah mempunyai alasan untuk tidak mencintaimu. Ya cinta, cinta memang sempurna, berjuta-juta  kata mengalirkan pesona surgawi, dalam  sebuah sangkar emas yang  berlambangkan sebuah kesetian. Beribu-ribu  mutiara terangkai dalam mahkota, menyihir semua hati yang layu, penuh daya hadirkan impian kelangit. Kata orang, cinta  itu butuh kesabaran, Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita..?

Menjadi yang kedua bukanlah sebuah impian, dimana terjebak diantara dua makhluk yang sudah saling mencintai dan terikat ikatan sakral yaitu sebuah penikahan. Ya, menjadi madu kakaku sendiri, aku tau betul kalau ini tidak mudah untukku dan untuk mereka tapi apalah daya aku hanyalah seorang anak yatim piatu yang hanya mempunyai seorang kakak perempuan. Cacian tetangga masih teriyang dikepala, setiap makian dan hinaan yang semakin hanya semakin menusuk hati. Pagar makan tanaman, perebut suami orang, wanita tak tau diri itulah yang setiap hari para tetangga guncingkan dihadapan mukaku.

Dia Ahmad suami kakakku yang menikahiku karena paksaan dari ka arin kakak kandungku. Ya, ka Arin sudah hampir 5 tahun menikah tapi belum juga dikaruniani seorang anak dan akhirnya menjadikan aku sebagai istri kedua ka Ahmad agar mereka mempunyai keturunan.

Perut yang semakin membesar, menjadikanku sulit untuk berjalan. Aku berjalan berlahan menuju kamar, sesampainya dikamar kulihat ka Ahmad sedang duduk dimeja riasku, kulihat dia begitu gelisa, mukanya pucat dan berkeringat. Ku ambil langkah seribu untuk segera menghampirinya, aku tersenyum secantik mungkin untuk bisa menenangkan hatinya. Duduk dibawah kakinya dan mengawali pembicaraan “bang, apa sedang mengganggu pikiran abang..?”
dengan suara terbata-bata dia menjawan, “Arin hamil..”
mendengar kata-kata itu nagaikan ribuan pisau dihantamkan kepadaku, sakitnya seribu kali dibandingkan cacian dan hinaan dari tetangga. Aku terduduk lemas, seakan air mata ingin menetes tapi ku tahan, perkataan tak lagi terucap hanya sunyi yang menemani kita berdua. Aku tau benar batapa ka Ahmad sangat mencintai mba Arin, aku adalah saksi cinta mereka. Tapi hatiku telah berubah semenjak ka Ahmad mengucapkan ijab kabul dihadapan penghulu, entah sejak kapan rasa cinta ini hadir dalam hidupku. aku berusaha tabah dan menerima semua yang akan terjadi, aku hanya mengelus banyi yang ada diperutku, dan berucap dalam hati “nak, entalah siapa yang salah dalam hal?, seharusnya ibu tidak menerima ide koyol mba Arin untuk menika dengan bang Ahmad, tapi nasib telah menjadi bubur dan engkau telah hadir dalam hidupku”

Bang Ahmad mencium keningku seraya berkata, “aku takan menyia-nyiakanmu walau Arin kini telah mengandung buah hati kita, tapi kamu juga mengandung buah cinta kita”.
‘mungkinkah dia mencintaku” ku bertanya hati, seraya menahan rasa sedih sekaligus bahagia.
bang Ahmad terus saja memelukku, “apakah aku telah menghianati mba Arin, tapi kini bang Ahmad telah menjadi suamiku yang sah, salahkah aku mencintainya ya Rob..??

Malam itu bang Ahmad tidur dikamarku, aku tk mau memikirkan hari esok, memikirkan mba Arin, tetangga, aku hanya ingin dia tetap disampingku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun