Ku pandangi telur kupu di pagi kelabu,
menunggu ia menetas meski hujan mulai deras.
Menggigil, ulat kecil terlahir.
Sang ulat memamah dalam gerimis,,
diantara dedaunan, perlahan ulat membesar.
Ku tunggu meski langit kian bergemuruh.
Lelah, ulat membungkus dan tertidur..
Aku masih menunggu,
Menerka warna sayap sang kupu.
Hujan kembali mendera, saat bungkus ulat terbuka.
Sayap indah membentang, mencoba terbang.
Ia terbang,
meninggalkan aku..
Tinggi, semakin tinggi.
Lalu terjatuh,
terhantam butiran hujan.
Aku berlari menghampiri,Â
berusaha ku gapai dan ku dekap,
Namun,
Aku terjatuh dan lutut ku terluka,
sayap kupu terberai sudah,
terbawa aliran air mata sang alam.
DnHZ
Malang, 24.03.2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H